Tittle :
Falling In Love With My Idol Chapter 8
Author: Kim Hye
Jin_MRS
Main cast :
WooGyu (Woo Hyun X Sung Gyu)
Support cast :
Infinite member, muncul sesuai dengan kebutuhan(?)
Genre :
Romance, Sad, school life, friendship dll(?)
Rated : untuk
semua anak wooGyu yang bertebaran di dunia
Length :
Chapter 8 of...?
WARNING :
pemakaian EYD tidak ada yang benar, bahasanya asal-asalan, bertele-tele, typo
bertebaran. Jelek? Harap di maklumin karena saya masih belajar untuk jadi
Author yang baik
NOTE : FF ini benar-benar
berasal dari otak+pemikiran Author yang terbatas. Jadi, kalau ada kalimat yang
sama dengan FF yang lain berarti itu murni ketidak sengajaan
(~0~ Happy
Reading ~0~)
Sebelumnya
dichapter 7
“Sekarang
adalah waktu untukmu untuk berpikir Hyun ..” itu adalah ucapan Myung Soo
terakhir kali sebelum ia meninggalkan Woo Hyun sendiri terdiam kalut dengan
pikirannya di rooftop.
Chapter 8
Dua jam berlalu
namun tak ada tanda-tanda Woo Hyun kembali. Kepala Sung Gyu tak jarang menoleh
ke arah pintu hanya untuk memastikan kedatangan Woo Hyun. Sampai bel pulang pun
Woo Hyun tak kembali. Ia memutuskan ke kelas sebelah setelah memasukkan kembali
buku-bukunya dan dan buku Woo Hyun, menunggu Myung Soo dan Sung Yeol di luar
kelas.
Seperti biasa,
Myung Soo dan Sung Yeol tampak mesra dengan kedua tangan mereka yang selalu bertautan
indah, “Myung Soo ...” panggil Sung Gyu sambil mengibaskan tangannya dari luar
kelas.
Keduanya pun
menghampiri masih dengan tangan tak lepas, “Kau tadi rapat bersama Woo Hyun?”
“Eum, wae?”
“Kau kembali
kenapa Woo Hyun tak kembali?”
“Dia belum
kembali?”
“Iya. Dimana
dia sekarang?”
“Terakhir aku
bersamanya di rooftop.”
“Baiklah,
gomawo,” Myung Soo menatap aneh Sung Gyu. Sedangkan Sung Yeol tampak tersenyum
melihat kepergian Sung Gyu.
“Kau tersenyum?”
Tanya Myung Soo. Sung Yeol menganggukkan kepalanya, “Ada sesuatu Ny. Kim?”
“Ya! Jangan
panggil aku dengan nama itu,” kesal Sung Yeol sambil mempoutkan bibirnya, “Kau
tak lihat tadi Sung Gyu menampakkan raut kekhawatiran di wajahnya?”
“Apa ada yang
salah?”
“Aishh, kalau
seperti itu berarti dia mengkhawatirkan Woo Hyun, Myung.” Myung Soo
menganggukkan kepalanya, “Dugaan kita tak mungkin salah,” keduanya pun
tersenyum penuh makna. Akhirnya dua makhluk yang terkenal dengan kemesraannya
di WHS ini berjalan keluar meninggalkan sekolah.
=====*=====
Sung Gyu
berlari-lari kecil melewati tangga yang menghubungkannya dengan rooftop. Saat
hendak membuka pintu tiba-tiba ...
Brak! Brak!!
“Ahh!”
Dua kali bunyi
benturan itu terdengar. Bunyi pertama adalah pintu yang ditutup secara kasar
dan bunyi kedua adalah tubuh Sung Gyu yang di dorong dengan sangat keras hingga
menghasilkan bunyi yang tak enak di indra pendengar.
Sung Gyu
merintih sakit setelah punggungnya menghantam pintu rooftop dengan keras.
Sepertinya tulang punggungnya patah akibat ini. Sung Gyu membelalakkan mata
sipitnya setelah mengetahui orang yang membenturkan badannya sedemikian keras
tadi, lebih tepatnya siapa orang yang sekarang tengah mengurung tubuhnya.
“Wo-Woo
Hyun-ah!” serunya tak percaya melihat orang yang sekarang tepat berada di
hadapannya.
Woo Hyun
menatap mata bulan sabit Sung Gyu dengan tatapan yang ... entahlah, Sung Gyu
tak bisa mengartikan tatapan ini. Bukanlah tatapan biasa antara majikan dan
pelayan yang biasa Woo Hyun berikan padanya.
“Woo Hyun-ah,
wae geure?” Tanyanya masih setengah menahan sakit pada area punggungnya, sedangkan
Woo Hyun malah semakin menempelkan tubuhnya pada Sung Gyu. Menghimpit tubuh
Sung Gyu antara tubuhnya dan pintu.
“Gyu,
saranghae,”
Lagi-lagi Sung
Gyu membelalakkan matanya untuk kedua kalinya. Hening, tak ada yang bersuara.
Keadaan keduanya pun masih tetap. Yang terdengar hanya suara detak jantung dan
deru napas mereka yang menerpa wajah masing-masing orang yang ada di
hadapannya, menandakan betapa dekat jarak mereka saat ini.
Pelan Sung Gyu
mendorong tubuh Woo Hyun kemudian Sung Gyu keluar dari kurungan badan Woo Hyun,
“Hahahaha ... aktingmu bagus, Hyun. Apa pertandingan basket akan mengadakan
pertunjukan drama untuk ketua tim basket mereka?”
Woo Hyun memiringkan
kepalanya tak mengerti dengan pertanyaan Sung Gyu. Hey! Dia sungguh-sungguh ..
Sung Gyu turun
mendahului Woo Hyun tanpa menunggu jawaban, menghindari kontak matanya dengan
Woo Hyun, “Cepatlah turun! Aku menunggumu di tempat parkir,” teriaknya.
Woo Hyun
menghela napas melihat punggung Sung Gyu yang semakin menghilang di telan
beberapa belokan dan turunan pada tangga, “Padahal aku sudah sungguh-sungguh,”
kesal Woo Hyun.
“Kau harus
kembali ke kelas, ambil tasmu disana,” suara Sung Gyu membuat Woo Hyun
terperanjak kaget sambil memegangi dadanya. Rupanya Sung Gyu kembali dan
menyembulkan kepalanya di belokan tak jauh dari tempat Woo Hyun berdiri, ‘Apakah
barusan dia mendengar suaraku?’ Tanya batin Woo Hyun.
“A-arasseo,”
setelah itu Sung Gyu turun lagi meninggalkan Woo Hyun.
‘Akting yang
bagus. Berhasil membuat jantungku berdetak seperti ini. Kau hebat, Hyun,” Batin
Sung Gyu sambil memegangi dada sebelah kirinya.
Woo Hyun
mengambil ponselnya kemudian mengetik beberapa pesan pada seseorang. “Myung
Soo-ya, aku sudah mengatakannya tapi dia tak percaya. Apa yang harus aku
lakukan?” Setelah itu Woo Hyun menekan tombol send pada screen ponselnya.
Sesaat kemudian
notif pesan terdengar, ‘Kau mengatakannya?’ Begitu balasan dari pesan
yang tadi sempat ia kirim pada Myung Soo.
“Dia
menganggapku bercanda,” balasnya lagi.
‘Berarti waktu kau
mengatakannya memang kurang serius. Seriuslah sedikit, Hyun. Agar Sung Gyu juga
serius menanggapimu,”
“Aku sudah
serius pabo!”
Lama Woo Hyun
menunggu, tapi tak ada balasan dari Myung Soo. Ia memutuskan turun dari tangga,
kembali ke kelas mengambil tas, ambil mobil, lalu pulang. Mungkin ia harus
mencobanya lagi ...
=====*=====
Saat Woo Hyun
sudah sampai di parkiran, ia sudah mendapati Sung Gyu dengan tampang yang
sangat menggemaskan. Bibirnya di pout-poutkan layaknya anak kecil dan tatapan
kesal namun tampak polosnya. Seketika ini juga Woo Hyun tidak tahan ingin
mencubit pipi Sung Gyu. Ia tahan, mungkin ini adalah resiko yang harus ia
tanggung karena kelambanannya dalam menyatakan cinta pada Sung Gyu. Perasaannya
bergejolak untuk cepat mengklaim Sung Gyu sebagai namjanya dan menjadikan Sung
Gyu sebagai orang istimewa yang harus ia lindungi. Apalah daya, mengatakannya
sudah, tapi orang yang dimaksud menganggap semuanya sebuah candaan.
“Hyun, palliwa
... aku harus istirahat dulu sebelum berangkat ke kafe,” teriakan Sung Gyu saat
melihat Woo Hyun sudah berdiri tak jaduh darinya.
Woo Hyun
mengambil kunci motor yang ada di saku celana seragam sekolahnya kemudian
menekan tombol kunci mobil otomatisnya dan mengarahkan pada mobilnya, membuka
pintu mobil agar Sung Gyu bisa masuk duluan, “Masuklah duluan, aku ada pesan
dari Myung Soo,” intrupeksinya pada Sung Gyu.
Sesuai dengan
ucapan Woo Hyun, ia pun masuk ke dalam mobil duluan. Perasaan mengganjal pada
ulu hatinya tak dapat ia halangi. Pagi tadi Woo Hyun berhasil membuatnya
terkaget-kaget dan kejadian di tangga tadi benar-benar membuatnya jantungan.
Flashback
Sejak satu
bulan yang lalu, Sung Gyu memutuskan berhenti menjadi pengantar susu, merupakan
suatu kewajiban bagi Sung Gyu untuk membangunkan Woo Hyun. Pertengkaran kecil
pun kerap terjadi karena Woo Hyun yang tidak biasa bangun jam enam pagi,
biasanya ia bangun 30 menit sebelum berangkat sekolah (jam masuk sekolah 08:30,
berarti bangun jam 08:00), paling cepat Woo Hyun bangun jam 07:00 KST, satu jam
sebelum berangkat sekolah. Namun pertengkaran itu tak pernah bertahan lama,
sehabis mandi dan Woo Hyun siap berangkat sekolah pasti semua sudah kembali
seperti semula. Sung Gyu tahu kalau Woo Hyun tidak benar-benar memarahinya kala
ia membangunkannya. Pikiran orang yang baru bangun tidur pantas agak sedikit
linglung kan?
Tok! Tok! Tok!
Sung Gyu
mengetuk pintu kamar Woo Hyun, namun sejauh ini tak ada jawaban dari sang
pemilik kamar. Ia mencoba membuka pintu, berharap tak dikunci. Benar saja,
rupanya Woo Hyun lupa mengunci pintunya. Dengan sedikit mengendap-endap
layaknya maling, Sung Gyu berjalan pelan menuju tempat tidur Woo Hyun berniat
membuat Woo Hyun terkejut agar Woo Hyun langsung bangun dengan gampang tak
perlu muluk-muluk seperti hari-hari sebelumnya.
“BA!!” Teriak
Sung Gyu sambil menarik selimut yng menutupi badan Woo Hyun.
Krik! Krik!
Tak berhasil.
Cara tidurnya sangat berantakan. Mungkin Sung Gyu sudah biasa melihat
pemandangan menggelikan ini. Bantal yang jatuh ke lantai, kepala Woo Hyun yang
jatuh dari bantal, kancing piyama Woo Hyun yang sedikit terbuka, rambut
acak-acakan. Tidurnya berputar seperti gasing.
Sung Gyu
menghela napas kemudian membuangnya kasar. Mengguncang tubuh Woo Hyun dengan
pelan, “Woo Hyun-ah, ireona,” ucapnya sambil mengguncang Woo Hyun.
Tak ada respon.
Bahkan Woo Hyun tak bergerak sama sekali. Sung Gyu pun menambah guncangannya
sedikit kasar, “Woo Hyun-ah, ireonabwa!” Tetap tak ada balasan. Woo Hyun hanya
menggeliat dan membalikkan badannya ke arah samping sambil menggumamkan suatu
kata yang tak bisa Sung Gyu mengerti.
Sung Gyu
menepuk pundak Woo Hyun. “Woo Hyun-ah, ireona,” sekarang bahkan Woo Hyun tak
bergerak sedikitpun, “Apa kau sudah bangun?” Tanya lagi.
“eum ...” Woo
Hyun sekedar menjawab asal, Sung Gyu tahu itu. Woo Hyun pasti masih belum
bangun, percuma juga ia bertanya pada orang yang jelas-jelas masih ada dalam
dunia mimpi.
“Woo Hyun-ah!
Woo Hyun-ah!”
“Aish!!” dengus
Woo Hyun. Sung Gyu lagi-lagi menghela napas melihat majikannya yang memang
sangat susah untuk bangun, kewajibannya sebagai seorang pelayan adalah pada
pagi hari, itupun kerena hal ini, membangunkan Woo Hyun. “Ya! Ireona”
Berhasil, Woo
Hyun bangun dari tidurnya masih dengan mata yang sedikit terpejam, “Wae?” tanya
Woo Hyun sambil mengucek matanya. ia duduk kemudian mendorong Sung Gyu keluar
kamarnya. Setelah menutup pintu, Woo Hyun kembali tidur.
“Tuannnnn!!!”
teriak Sung Gyu. Sung Gyu masuk lagi ke kamar Woo Hyun dan langsung teriak di
sana. Berharap saja semoga tetangga mereka tak terganggu, “Ayolah Hyun,
biasakan bangun pagi eoh! Ini sudah jam enam pagi,” ucap Sung Gyu kemudian
mendudukkan badannya di tempat tidur Woo Hyun.
“Palli ireona
eoh!” Woo Hyun membuka selimut yang membungkus tubuhnya lalu mendudukkan
dirinya di depan Sung Gyu. Sung Gyu juga merasa kaget kenapa tiba-tiba Woo Hyun
menatapnya seperti itu, sebuah tatapan yang menyejukkan dan tak bisa
mengalihkan perhatiannya.
“Kenapa aku
harus bangun pagi? Kenapa aku harus sekolah? Ahhh!! Semuanya membuatku
frustasi, Gyu” ucap Woo Hyun sambil meremas rambutnya kasar.
“Karena itu
kewajiban kita, Hyun,”
“Kita? Kau
saja, aku tidak,” singkat Woo Hyun kemudian kembali tidur dan membungkus
badannya dengan selimut. Baiklah, ini langkah terakhir, Sung Gyu harus
benar-benar menahan emosi kalau membangunkan tuannya.
Sung Gyu naik
ke atas tempat tidur Woo Hyun kemudian menaiki tubuh Woo Hyun, pasrah semoga
Woo Hyun tak berburuk sangka dengannya yang tiba-tiba melakukan hal ini. Woo
Hyun membuka selimut yang menutupi tubuhnya merasa sesuatu yang berat telah
menimpa badannya. Sesaat kemudian ia membelalakkan matanya melihat Sung Gyu
yang tiba-tiba sudah ada di atas tubuhnya, lebih tepatnya wajah Sung Gyu yang
tiba-tiba ada di depan wajahnya tepat saat ia membuka selimut. Sung Gyu
memandang Woo Hyun dengan tatapan sexi dan menggoda dengan menggigit bibir
tipisnya, “Ya! Apa yang kau lakukan?” Teriak Woo Hyun sambil berusaha
menjauhkan kepala Sunggyu dan menurunkan Sung Gyu dari atas tubuhnya.
Namun Sung Gyu
malah semakin menggodanya dengan membisikkan sesuatu tepat di telinga Woo Hyun,
“Kalau kau tak bangun maka aku bisa lebih dari ini, Hyun.” Woo Hyun terdiam, ia
hanya mengerjap-ngerjapkan matanya heran dengan tingkah aneh Sung Gyu. Tak bisa
bohong, detak jantungnya saat ini tidak bisa dikatakan berdetak normal.
“Y-ya! Kau
membuatku geli dengan tatapan sok seximu itu.” Sung Gyu termangu, alam sadarnya
kembali. Pipinya memerah, malu. Bagaimana mungkin ia melakukan hal ini pada
tuannya.
Saat hendak
mengangkat wajahnya dan berusaha turun dari badan Woo Hyun, tiba-tiba sebuah
tangan menekan tengkuknya, Sung Gyu tahu siapa pemilik tangan yang sekarang
tengah menekan tengkuknya.
“Lanjutkan
Gyu?” Sung Gyu mengangkat alisnya bingung dengan ucapan Woo Hyun. Hembusan napas
hangat Woo Hyun begitu menyejukkan menerpa wajahnya, “Katanya kau bisa lebih
dari ini?”
Sung Gyu
mencubit dada Woo Hyun membuat sang empu sedikit mengerang dan alhasil Woo Hyun
melepas tangannya yang tadi menahan tengkuk Sung Gyu, “Apa yang kau lakukan?”
Tanyanya masih tetap diatas Woo Hyun.
“Bukankah
seharusnya aku yang bertanya padamu, Gyu?” Benar, dia yang memulai melakukan
aksi gila ini.
Saat Sung Gyu
hendak turun dari badan Woo Hyun dan berniat turun dari tempat tidur, lagi-lagi
sebuah tangan menahannya. Woo Hyun menarik tangan Sung Gyu dengan sedikit
sentakan membuat Sung Gyu oleng dan mendarat di dada Woo Hyun yang masih
tiduran. Woo Hyun memeluknya erat, Sung Gyu berusaha kabur dari suasana ini, ia
hanya tak ingin Woo Hyun merasakan detak jantungnya. Kalau terus menempel
seperti ini, bisa bahaya baginya. Ia tak mungkin bisa mengontrol detak
jantungnya dengan benar.
“Ekhmm ...
Hyun,” dehamnya sedikit untuk menghilangkan kegugupannya.
“Biarlah
seperti ini, Gyu. Untuk beberapa menit saja,” Sung Gyu pun mengikuti ucapan Woo
Hyun. Ini gampang. Hanya berdiam diri dalam pelukan Woo Hyun sambil
mendengarkan detak jantung Woo Hyun. Tapi tentu saja tak gampang bagi Sung Gyu.
Ia harus mati-matian meredam detak jantungnya.
FlashBack END
Keduanya sampai
di apartement, lengkap dengan kantong belanjaan yang tadi sempat Sung Gyu
borong di super market terdekat. Tak lupa sebuah cup es krim besar untuk mereka
berdua, ‘belikan aku dan kau boleh memotong gajiku selama satu bulan’
begitu kata Sung Gyu sebelum Woo Hyun membeli es krim berukuran jumbo itu. Benar-benar terdengar seperti seorang istri yang
sedang mengomeli suaminya yang baru pulang kerja ..
“Hyun, kau
istirahat saja. Letakkan pakaian kotormu dalam mesin cuci nanti aku akan cuci.
Setelah itu mandi, dan kembali kesini. Kita makan sebelum aku berangkat ke
kafe. Kau tak usah mengantarku, setelah dari kafe aku masih ada urusan dengan
Sung Yeol.” Tutur Sung Gyu panjang lebar setengah teriak mengingat jaraknya
dengan Woo Hyun lumayan jauh. Dapur – ruang tamu.
“Ingat, Gyu.
Peraturan apartement pasal 9. Tak boleh keluar apartement melebih jam 10,”
Sung Gyu memutar
bola matanya malas mengingat peraturan bodoh apartement yang satu bulan lalu
Woo Hyun buat, “Oh ayolah, Hyun. Hanya Sung Yeol,”
“Bukan karena
siapa yang akan kau temui, Gyu. Tapi waktumu.” Sung Gyu mendengus kesal.
Sayur yang
biasanya ia tata rapi di dalam kulkas berdasarkan jenisnya, sekarang ia tumpuk
dijadikan satu. Woo Hyun mungkin bisa marah dengan kerjanya. Tapi peraturan 12
biji yang di buat Woo Hyun benar-benar membuat darahnya mendidih seketika.
“Awas saja kau,
Nam Woo Hyun pabo! Awas saja huh! Tak kan ku beri makan kau selama satu
minggu,” dengusnya.
“Bwo!?”
Sebuah suara
menghentikan acara merapikan sayurannya. Ia yakin itu suara Woo Hyun, siapa
lagi?. Pelan Sung Gyu membalikkan badannya, mendapati Woo Hyun yang sudah ada
di hadapannya dengan berkacak pinggang.
‘Mati kau, Kim
Sung Gyu.’ umpatnya dalam hati.
“An-aniya ...
hehehe ...” Sung Gyu hanya nyengir memperlihatkan deretan gigi putihnya
menghindari semprotan kemarahan Woo Hyun. Sung Gyu langsung lari terbirit-birit
menuju ruang tamu. Sedangkan Woo Hyun menatap kesal kepergian Sung Gyu.
Bisa-bisanya Sung Gyu berpikir seperti itu padanya. Mungkin Sung Gyu perlu
diingatkan, kalau Woo Hyun adalah majikannya.
=====*=====
Sung Gyu duduk
di sofa ruang tamu sambil menyelonjorkan kedua kakinya ke depan. ‘Anggap
apartemenku ini rumah sendiri,’ ia ingat betul ucapan Woo Hyun saat ia
mencoba menjadikan dirinya benar-benar terlihat seperti seorang pelayan dimata
Woo Hyun.
Woo Hyun tak
suka Sung Gyu benar-benar terlihat seperti pelayannya, ia lebih suka Sung Gyu
bersikap biasa, terlihat seperti seorang sahabat atau mungkin orang yang memang
ia specialkan. Nantinya ...
Sesekali Sung
Gyu menoleh kebelakang untuk mengecek kedatangan Woo Hyun dari dapur. Ia harus
segera minta maaf, ia harus ralat ucapannya tadi. Sangat tak enak makan es krim
satu cup berdua tapi perasaan masing-masing saling berkecamuk.
Woo Hyun datang
kemudian mendudukkan dirinya di samping Sung Gyu (beda kursi), Sung Gyu menarik
kakinya duduk seperti biasa. Sung Gyu menunduk dalam menghindari tatapan
menyeramkan Woo Hyun. “Apa yang kau
katakan tadi tentangku, Gyu?”
Benar
dugaannya. Sepertinya Woo Hyun benar-benar marah, “Mianhae Woo Hyun-ah, aku tak
bermaksud,”
Tak ada respon,
Woo Hyun hanya meletakkan cup es krim di hadapan Sung Gyu, mengabaikan ucapan
Sung Gyu. Sung Gyu tak beringsut untuk mengambil sesuap es krim untuk mulutnya,
biasanya setiap melihat es krim ia langsung bersemangat. Sepertinya kemarahan
Woo Hyun sangat berakibat padanya.
“Mianhaeyo ...”
masih tak ada respon. Lagi-lagi Woo Hyun mengabaikannya. Woo Hyun malah mulai
menyendokkan suap demi suap es krim kemulutnya.
“Woo Hyun-ah,”
kali ini Sung Gyu mengangkat kepalanya, mengeluarkan tatapan memelasnya. Tapi
sayang, Woo Hyun tak melihat tatapan bak bocah itu. Woo Hyun masih tetap memakan
es krim dengan nikmat.
“Mian Woo
Hyun-ah ... Ak-aku tak bermmmmppphhh...”
Sung Gyu
membelalakkan mata bulan sabitnya saat sebuah benda kenyal tiba-tiba menempel
pada bibir tipisnya. Seperti tersetrum listrik ribuan volt, ia tak bisa
bergerak, bahkan tangannya kaku hanya untuk mendorong dada Woo Hyun agar cepat
menyudahi ini semua.
Hanya menempel,
namun terhitung lama. Woo Hyun memejamkan mata sedangkan Sung Gyu masih sibuk
memikirkan apa yang terjadi. Tangan Woo Hyun terulur menekan tengkuk kepala
Sung Gyu, isyarat untuk tidak melepaskan tautan bibir keduanya. Woo Hyun yang
semula berdiri kini berusaha mendudukkan dirinya disamping Sung Gyu tanpa
melepas tautan bibir mereka.
Sung Gyu yang
mulai mengerti dengan apa yang terjadi, pelan memejamkan mata mengikuti Woo
Hyun. Dapat Sung Gyu rasakan bibir Woo Hyun mulai bergerak sensual, dan ciuman
itu berubah menjadi sebuah ciuman yang sedikit menuntun bagi Sung Gyu, mau tak
mau ia pun mengikuti gerakan demi gerakan yang Woo Hyun ciptakan pada bibirnya
demi menyeimbangkan keinginan perasaannya. Tentu saja perasaannya tak bisa
berbohong, ia menikmati ini semua. Walaupun ia tahu, status hubungannya dengan
Woo Hyun tak lebih dari seorang majikan dan pelayan.
Sung Gyu
meremas sedikit bahu Woo Hyun sebagai isyarat untuk menyudahi semuanya. Woo
Hyun yang mengerti pun mulai melepas tautan bibirnya dengan Sung Gyu. Deru
napas keduanya terdengar begitu jelas, meraup oksigen dengan rakus karena
kekurangan oksigen di paru-parunya akibat ciuman panjang tadi. Wajah keduanya
masih tak berjarak, bahkan bibir Woo Hyun dengan jelas masih berada tepat di
depan bibir merah Sung Gyu. Jika salah satu mereka mendongak ataupun menunduk, bisa
dipastikan dua bibir itu kembali bertemu.
“Gyu,
Saranghae,” ucap Woo Hyun tepat di depan wajah Sung Gyu sambil menangkup pipi
Sung Gyu dan mengusap surai caramelnya.
Sung Gyu hanya
mengerjapkan matanya lucu, “Dengar, Gyu. Ini bukan latihan pertunjukan drama
seperti yang tadi kau pikirkan. Aku benar-benar mencintaimu. Kau benar, aku
memang selalu menganggapmu sebagai sahabatku. Tapi aku mengakatannya untuk
menutup kecurigaanmu. Aku takut kau mencurigaiku, bahwa sebenarnya aku sudah
lama mencintaimu,” panjang lebar Woo Hyun mengungkapkan perasaan yang sudah
duan tahun ini ia pendam sendiri, bahkan Myung Soo sebagai sahabatnya baru
mengetahui tadi pagi. Benar-benar sebuah ungkapan tulus dari hatinya.
Lama Woo Hyun
memandangi wajah Sung Gyu, tapi sepertinya tak ada tanda-tanda bagi Sung Gyu
untuk mengatakan sesuatu yang Woo Hyun tunggu-tunggu. Tapi Tunggu! Bukankah Woo
Hyun tak memberikan pertanyaan apapun padanya?
“Jadi
bagaimana, Gyu?”
“Apanya yang
bagaimana, Hyun?”
Cup~~
Lagi-lagi Woo
Hyun menempelkan bibirnya, walaupun terjadi begitu gesit tapi berhasil membuat
Sung Gyu kembali membelalakkan matanya. “Apa kau juga mencintaiku?”
Sung Gyu
melepas tangan Woo Hyun yang sedari tadi menempel pada pipinya, membalikkan
badannya kemudian menundukkan kepalanya, “Ada apa, Gyu?”
“Ak-Aku tak
tau, Hyun ...”
Woo Hyun
mengambil tangan Sung Gyu kemudian membungkus tangan Sung Gyu dengan tangan
besar miliknya membuat Sung Gyu mendongakkan kepalanya dan menatap Woo Hyun
dengan tatapan sejuk yang ia miliki, “Apa yang kau rasakan ketika kau dekat
denganku selama satu bulan?” Tanya Woo Hyun.
Sung Gyu tampak
berpikir. “Aku hanya merasa nyaman saat denganmu, aku merasa aman, dan saat kau
memberikan perhatian lebih padaku, aku merasa senang. Apalagi seperti tadi ...”
tiba-tiba rona merah menyeruak di kedua pipi chubby Sung Gyu mengingat beberapa
menit lalu saat ciuman panas tak terduga itu terjadi.
Woo Hyun
menarik Sung Gyu ke dalam pelukannya, menenggelamkan kepala Sung Gyu di sana,
“Aku akan menjagamu, Gyu. Aku akan membuatmu merasa aman, aku tidak akan
membiarkanmu kembali seperti dulu. Aku akan mengembalikan semua hak yang sudah
eomma tirimu ambil,”
Woo Hyun
melepas pelukannya beralih menangkup kedua pipi Sung Gyu lagi, “Saranghae, Kim
Sung Gyu. Mau kah kau menjadi namja chinguku?”
Air mata Sung
Gyu meluncur begitu saja membuat Woo Hyun terheran-heran dengan Sung Gyu, “Wae?
Wae geure? Kenapa kau menangis eoh!?” tanya Woo Hyun sambil menghapus lelehan
air mata yang terus meluncur tanpa henti dari mata sipit Sung Gyu.
Cup~
Tanpa di
perkirakan dan tak pernah diperkirakan Sung Gyu akan melakukan ini pada Woo
Hyun. Tiba-tiba Sung Gyu memajukan wajahnya dan menempelkan begitu saja
bibirnya pada bibir Woo Hyun yang memang sudah dekat sedari tadi karena
tangkupan tangan Woo Hyun pada pipinya.
Anggap saja itu
adalah jawaban atas pertanyaan Woo Hyun, dan air mata itu adalah air mata
kebahagian. Mendengar semua pengakuan dan keinginan Woo Hyun tentang dirinya
membuat Sung Gyu tak butuh waktu lama untuk berpikir. Semuanya sudah jelas,
sebenarnya ia memang mencintai Woo Hyun sejak namja tampan itu mulai masuk pada
kehidupannya dengan serentak.
Kenal tanpa diperkiran
dan menjadi dekat tanpa sebuah niatan. Semuanya terjadi karena takdir
TBC
0 komentar:
Posting Komentar