Senin, 10 April 2017

ff WooGyu WIWAM (Whether It Was A Mistake?) Chapter 1


Tittle : WIWAM (Whether It Was A Mistake?) chapter 1
Author: Kim Hye Jin_MRS
Main cast : WooGyu (Woo Hyun X Sung Gyu)
Support cast : Infinite member, muncul sesuai dengan kebutuhan(?)
Genre : Sad, school life, family, friendship dll(?)
Rated : untuk semua anak woogyu yang bertebaran di dunia
Length : Chapter 1 of...?
Summary : “Siapa yang harus ku salahkan. Apakah cinta yang ada dalam hatiku, ataukah aku yang memang salah mencintaimu?”
WARNING : pemakaian EYD tidak ada yang benar, bahasanya asal-asalan, bertele-tele, typo bertebaran. Jelek? Harap di maklumin karena saya masih belajar untuk jadi Author yang baik.
NOTE : FF ini benar-benar berasal dari otak+pemikiran Author yang terbatas. Jadi, kalau ada kalimat yang sama dengan FF yang lain berarti itu murni ketidak sengajaan.
 (~0~ Happy Reading  ~0~)
All Sung Gyu Point Of View
Riuh bisikan halus dan teriakan memenuhi koridor WHS, ramai seperti biasanya. Kuterus langkahkan kakiku menelusuri koridor dan melewati siswa-siswa yang berbisik tak suka tentang diriku. WHS (Woollim High School), sebuah sekolah elit yang ada di pusat Kota Seoul, sekolah khusus untuk anak chaebol. Lalu aku, kenapa aku bisa sekolah di sini? Aku siswa peraih beasiswa. Walaupun otakku masuk kategori cerdas, tapi itu tak menutup kemungkinan bagiku untuk tak menjadi bullyan siswa WHS, dulu. Sekarang sudah tak lagi setelah sekolah menegaskan hukuman bagi siswa pembully.
Sebelumnya perkenalkan, namaku Kim Sung Gyu. Seperti yang ku katakan tadi, aku salah satu siswa WHS yang bisa menapakkan kaki di sekolah ini karena beasiswa. Aku hanya anak sederhana yang tinggal di sebuah kosan kecil daerah Kangwondo, eommaku tinggal di Gwangju bersama Jung imo karena appaku telah tiada sejak aku menginjak usia lima tahun. Aku memilih tinggal sendiri setelah mendapat beasiswa dari WHS. Selain aku mendapat kiriman uang satu bulan satu kali dari eommaku, aku juga mengambil kerja part time sebagai penunjang hidupku di Seoul. Guru les privat matematika, menurutku itu tak buruk.
Sudah menjadi kebiasaan, setiap aku dalam keadaan sulit aku selalu pulang ke orang tuaku di Kangwondo. Menumpahkan segala penatku selama berada di Seoul pada eomma, meminta saran, dan memintanya untuk menyemangatiku, walaupun aku tau tanpa disuruh pun eomma sudah melakukannya.
Back to the story ...
Jantungku mulai berdetak abnormal melihat obyek yang sekarang tengah ada di depanku, membuatku menghentikan langkahku sebentar. Dia Nam Woo Hyun, cassanova WHS. Ketua osis sekaligus anak panitia sekolah, lebih tepatnya, orang tua Woo Hyun adalah lumbung uang WHS.
Wusshhh!!
Woo Hyun melewatiku begitu saja seperti tak ada orang. Tentu saja, ia tak tau kalau aku mencintainya. Perlu diketahui, WHS ini mempunyai kelas khusus untuk anak yang berotak cemerlang, semacam kelas unggulan. Biasanya siswa WHS menyebutnya kelas super five karena kelas itu hanya mempunyai 5 siswa pilihan dari semua angkatan. Aku termasuk di dalamnya. Aku, Woo Hyun, Myung Soo sahabatku, Lee Sung Yeol sepupuku, dan Kim Ki Bum (Key). Yang tadi kusebutkan adalah siswa super five.
Pukk!!
Sebuah tepukan di punggungku membuatku sedikit terlonjak kaget. Ku tolehkan kepalaku untuk melihat orang yang tadi penepuk punggungku, “Mau ke kelas?” tanyanya. Orang yang tadi menepuk punggungku rupanya Myung Soo, sahabatku sendiri.
“Aku tak berniat berdiri di sini sepanjang hari, Myung.” Myung Soo terkikik geli mendengar ucapanku, “Palli kajja.” Ucapnya lagi sambil merangkul pundakku. Kami berdua menyusuri koridor menghiraukan sumpah serapah fan Myung Soo yang melihat kami.
Jangan salah, Myung Soo juga anak seorang chaebol tapi ia tak sombong seperti anak chaebol kebanyakan. Makanya aku nyaman berteman dengannya. Karena Myung Soo tahu aku tinggal sendiri, tak jarang ia mengunjungiku untuk sekedar numpang makan, atau main game bersamaku. Kesibukan eomma dan appa Myung Soo membuatnya kesepian. Ia butuh teman, jadi kalau aku tak mau disuruh ke rumah besarnya, maka dia sendiri yang mengunjungiku.
Kami sampai di kelas. Aku meletakkan ranselku di samping meja kemudian mendudukkan diriku, “Kau membawanya lagi, Gyu?” Tanya Myung Soo. Aku yang mengerti dengan arah pembicaraannya pun hanya menganggukkan kepalaku sebagai isyarat dengan pertanyaannya, “Bisa-bisa kau bangkrut kalau terus begini, Gyu.”
“Hanya permen, Myung, itu tak akan mengurangi uang jajanku selama sebulan.” Myungsoo menggeleng-gelengkan kepanya mendengar ucapan Sung Gyu.
Myung Soo menggeser kursi miliknya dan mendudukkan dirinya di sampingku, “Kau terlalu sabar, Gyu.” Aku menghela napas mendengar ucapan Myung Soo kemudian mendesah pelan.
Myung Soo setiap pagi selalu mengucapkan hal yang sama, ‘Kau terlalu sabar, Gyu.’ Yang kubutuhkan sekarang hanya kesabaran Myung, asal kau tahu itu. Hanya karena kebiasaanku yang selalu memberikan permen secara diam-diam dalam loker Woo Hyun, Myung Soo selalu mengkritikku.
‘Kau terlalu sabar, Gyu.’ Itu yang paling sering ia katakan padaku.
‘Kau melakukan hal sia-sia, Gyu.’
‘Tak ada gunanya kau melakukan ini.’
‘Bahkan dia tak melihatmu, Gyu. Tolong berhentilah.’ Itu sebagian ucapan Myung Soo yang aku ingat karena kebiasaanku memberikan permen pada Woo Hyun secara diam-diam.
Aku menyentuh dada sebelah kiri Myung Soo kemudian tersenyum padanya, “Suatu saat nanti kau pasti juga akan merasakan posisiku, Myung.” Myung Soo memutar bola matanya kemudian menepis tanganku, “Tak akan pernah terjadi sebelum ada Kim Sung Gyu lain di dunia ini.” Aku terkekeh kecil mendengar candaan Myung Soo diikuti kekehannya juga.
Aku dan Myung Soo kenal sejak kami masih masa orientasi siswa baru. Sifatnya yang dingin membuatku semakin ingin mendekatinya. Kata eommaku, ‘orang yang bersikap dingin belum tentu dia tak ingin didekati, tapi ia ingin tahu, seberapa ingin orang lain untuk mendekatinya’. Dan benar saja, kebetulan aku satu kelas dengannya di tahun pertama kami sekolah. Awalnya ia kukuh untuk mempertahankan sifat dinginnya, tapi tidak setelah aku menemukannya menangis sendirian di toilet. Sejak saat itu Myung Soo mulai terbuka padaku. Katanya ia ingin mencari Kim Sung Gyu kedua di dunia ini, dan ingin menjadikannya namja chingu. Ia tak mau Kim Sung Gyu yang ini, karena ia ingin kami hanya sekedar sahabat.
“Kapan kau akan berhenti mencintai Woo Hyun, Gyu?.”
“Sampai aku lelah dan memilih untuk berhenti.”
“Kau tau sendiri dia sudah mempunyai namja chingu kan, Gyu?” Aku menganggukan kepalaku sambil tersenyum pada Myung Soo, senyuman yang ku gunakan untuk menutupi kesedihan pada wajahku, “Dan kau juga tahu siapa namja chingu Woo Hyun.” Lagi-lagi aku hanya menganggukkan kepalaku. Wajah Myung Soo tampak memerah menahan amarah, “Aisshh jinjja! Kau letakkan dimana otakmu itu eoh!?”
“Ini bukan masalah otak, Myung. Ini tentang hati. Prof. Jonathan saja yang bisa menciptakan manusia hebat seperti different gen tak bisa mengendalikan hatinya. Sampai-sampai dia rela bertehan dalam Under Sea yang sudah ia ketahui akan dihancurhan oleh pemerintah.” Myung Soo berdecak mendengar ucapanku, “Sudahlah, sepertinya aku memang tak bisa menghentikanmu.” Ucapnya. Myung Soo memindahkan kursinya pada bangkunya kemudian mendudukkan dirinya di sana.
Kring!!
Bel masuk berbunyi. Ke tiga siswa super five yang ada di luar kelas pun masuk ke dalam kelas. Key masuk pertama, sepertinya dia sedang kesal, terlihat dari bibirnya yang sengaja ia poutkan sambil menghentak-hentakkan kakinya. Kemudian Woo Hyun dan ... Sung Yeol. Myung Soo menolehkan kepalanya ke samping, mungkin untuk melihat keadaanku. Aku yang tak sengaja juga meliriknya hanya bisa menampakkan senyuman palsuku, lagi.
Pemandangan di depan mataku, Sung Yeol yang tengah bergelayut manja pada lengan Woo Hyun yang dibalut almamater khusus siswa super five. Bahkan kadang Woo Hyun tak segan-segan mencubit pipi Sung Yeol, seperti tengah memamerkan kemesraan mereka pada kami. Aku meremas dadaku untuk mengurangi rasa sakit ini. Aku tahu ini takkan berhasil. Semakin ku remas dadaku, sakit itu malah semakin menjadi.
Tanpa ku sadari, tiba-tiba Myung Soo sudah berdiri di sampingku, “Ikutlah denganku.” Ucapnya. Aku menggelengkan kepalaku. Bagaimana mungkin ia mengajakku keluar sedangkan bel masuk sudah berbunyi sejak tadi.
Myung Soo merendahkan badannya untuk menyamai tinggi badannya dengan dudukku, “Ikut atau air matamu itu akan tumpah di sini.” Bisiknya. Myung Soo segera menarik tanganku dan membawaku ke perpus. Tak ada orang disini, mungkin karena ini jam pertama jadi tak ada murid yang membolos.
Myung Soo mengunci pintu perpus kemudian menyandarkan dirinya pada pintu, “Menangislah ..” Titahnya. Aku menggeleng masih berusaha menahan air mata yang sudah ada di pelupuk mataku.
“Aku sahabatmu, Gyu, aku tahu kau bukan namja kuat seperti kelihatannya. Kau terlalu bodoh memilih laki-laki.”
Akhirnya tangisanku pecah di hadapan Myung Soo. Aku melangkahkan kakiku mendekati Myung Soo yang ada di depanku lalu mulai memukul dadanya dan ia membiarkanku melakukannya begitu saja, “Bukan aku yang memilih, tapi hatiku ,Myung,” Ucapku disertai isakan.
“Hatiku tak bisa memilih,” Pukulanku memelan.
“Iya, Nam Woo Hyun sombong, angkuh, tak berperasaan. Aku tahu itu,” aku menghentikan pukulanku pada dada Myung Soo kemudian menghapus air mataku kasar, “Cinta tak mengenal itu, cinta hanya mengenal pahit dan manis.” Lanjutku lagi.
“Persetan dengan cinta, Gyu!” Bentak Myung Soo. Aku sedikit terlonjak mendengar bentakannya. Aku hanya menundukkan kepalaku. Aku tahu Myung Soo sekarang sangat marah padaku.
“Sebelum kau benar-benar ingin mempertahankan perasaan bodohmu ini, kau harus berpikir. Dia itu siapa? Dia Nam Woo Hyun, Gyu. Orang yang jelas-jelas anti dengan rakyat sepetimu!” Lanjutnya lagi. Tanpa sadar, air mataku tiba-tiba melelah begitu saja membasahi pipiku lagi. Myung Soo menarik badanku kemudian merengkuhku ke dalam pelukannya.
“Maafkan aku, kau pasti ketakutan dengan bentakanku. Aku melakukan ini karena aku terlalu menyayangimu chingu.” Ucapnya sambil mengelus surai coklatku. Aku tahu, Myung. Aku juga menyayangimu, kau sudah ku anggap seperti hyungku sendiri. Walaupun aku tahu kau lebih muda dariku, tapi pribadimu yang dewasa membuatku semakin nyaman denganmu.
“Menangislah sepuasnya di sini, setelah ini kau harus kuatkan hatimu karena kita harus kembali ke kelas,” Ucapnya. Perlahan ia melepas pelukannya padaku kemudian meneliti setiap lekuk wajahku, “Aigoo! Mata sipit sahabat cantikku membengkak eoh!” Aku tersenyum mendengar ucapannya. Ia mengacak pucuk kepalaku kemudian menuntunku ke kelas.

‘Sahabat adalah keluarga keduaku setelah eomma dan imo. Selalu menyediakan pundaknya ketika ku butuh.’
TBC

0 komentar:

Posting Komentar