Tittle : WIWAM
(Whether It Was A Mistake?) chapter 1
Author: Kim Hye
Jin_MRS
Main cast :
WooGyu (Woo Hyun X Sung Gyu)
Support cast :
Infinite member, muncul sesuai dengan kebutuhan(?)
Genre : Sad,
school life, family, friendship dll(?)
Rated : untuk
semua anak woogyu yang bertebaran di dunia
Length
: Chapter 1 of...?
Summary :
“Siapa yang harus ku salahkan. Apakah cinta yang ada dalam hatiku, ataukah aku
yang memang salah mencintaimu?”
WARNING :
pemakaian EYD tidak ada yang benar, bahasanya asal-asalan, bertele-tele, typo
bertebaran. Jelek? Harap di maklumin karena saya masih belajar untuk jadi
Author yang baik.
NOTE : FF ini
benar-benar berasal dari otak+pemikiran Author yang terbatas. Jadi, kalau ada
kalimat yang sama dengan FF yang lain berarti itu murni ketidak sengajaan.
(~0~ Happy Reading ~0~)
All Sung Gyu
Point Of View
Riuh bisikan
halus dan teriakan memenuhi koridor WHS, ramai seperti biasanya. Kuterus
langkahkan kakiku menelusuri koridor dan melewati siswa-siswa yang berbisik tak
suka tentang diriku. WHS (Woollim High School), sebuah sekolah elit yang ada di
pusat Kota Seoul, sekolah khusus untuk anak chaebol. Lalu aku, kenapa aku bisa
sekolah di sini? Aku siswa peraih beasiswa. Walaupun otakku masuk kategori
cerdas, tapi itu tak menutup kemungkinan bagiku untuk tak menjadi bullyan siswa
WHS, dulu. Sekarang sudah tak lagi setelah sekolah menegaskan hukuman bagi
siswa pembully.
Sebelumnya
perkenalkan, namaku Kim Sung Gyu. Seperti yang ku katakan tadi, aku salah satu siswa
WHS yang bisa menapakkan kaki di sekolah ini karena beasiswa. Aku hanya anak
sederhana yang tinggal di sebuah kosan kecil daerah Kangwondo, eommaku tinggal
di Gwangju bersama Jung imo karena appaku telah tiada sejak aku menginjak usia
lima tahun. Aku memilih tinggal sendiri setelah mendapat beasiswa dari WHS.
Selain aku mendapat kiriman uang satu bulan satu kali dari eommaku, aku juga
mengambil kerja part time sebagai penunjang hidupku di Seoul. Guru les privat
matematika, menurutku itu tak buruk.
Sudah menjadi
kebiasaan, setiap aku dalam keadaan sulit aku selalu pulang ke orang tuaku di
Kangwondo. Menumpahkan segala penatku selama berada di Seoul pada eomma,
meminta saran, dan memintanya untuk menyemangatiku, walaupun aku tau tanpa
disuruh pun eomma sudah melakukannya.
Back to the
story ...
Jantungku mulai
berdetak abnormal melihat obyek yang sekarang tengah ada di depanku, membuatku
menghentikan langkahku sebentar. Dia Nam Woo Hyun, cassanova WHS. Ketua osis
sekaligus anak panitia sekolah, lebih tepatnya, orang tua Woo Hyun adalah
lumbung uang WHS.
Wusshhh!!
Woo Hyun
melewatiku begitu saja seperti tak ada orang. Tentu saja, ia tak tau kalau aku
mencintainya. Perlu diketahui, WHS ini mempunyai kelas khusus untuk anak yang
berotak cemerlang, semacam kelas unggulan. Biasanya siswa WHS menyebutnya kelas
super five karena kelas itu hanya mempunyai 5 siswa pilihan dari semua
angkatan. Aku termasuk di dalamnya. Aku, Woo Hyun, Myung Soo sahabatku, Lee
Sung Yeol sepupuku, dan Kim Ki Bum (Key). Yang tadi kusebutkan adalah siswa
super five.
Pukk!!
Sebuah tepukan
di punggungku membuatku sedikit terlonjak kaget. Ku tolehkan kepalaku untuk
melihat orang yang tadi penepuk punggungku, “Mau ke kelas?” tanyanya. Orang
yang tadi menepuk punggungku rupanya Myung Soo, sahabatku sendiri.
“Aku tak
berniat berdiri di sini sepanjang hari, Myung.” Myung Soo terkikik geli
mendengar ucapanku, “Palli kajja.” Ucapnya lagi sambil merangkul pundakku. Kami
berdua menyusuri koridor menghiraukan sumpah serapah fan Myung Soo yang melihat
kami.
Jangan salah,
Myung Soo juga anak seorang chaebol tapi ia tak sombong seperti anak chaebol
kebanyakan. Makanya aku nyaman berteman dengannya. Karena Myung Soo tahu aku
tinggal sendiri, tak jarang ia mengunjungiku untuk sekedar numpang makan, atau
main game bersamaku. Kesibukan eomma dan appa Myung Soo membuatnya kesepian. Ia
butuh teman, jadi kalau aku tak mau disuruh ke rumah besarnya, maka dia sendiri
yang mengunjungiku.
Kami sampai di
kelas. Aku meletakkan ranselku di samping meja kemudian mendudukkan diriku, “Kau
membawanya lagi, Gyu?” Tanya Myung Soo. Aku yang mengerti dengan arah
pembicaraannya pun hanya menganggukkan kepalaku sebagai isyarat dengan
pertanyaannya, “Bisa-bisa kau bangkrut kalau terus begini, Gyu.”
“Hanya permen,
Myung, itu tak akan mengurangi uang jajanku selama sebulan.” Myungsoo
menggeleng-gelengkan kepanya mendengar ucapan Sung Gyu.
Myung Soo
menggeser kursi miliknya dan mendudukkan dirinya di sampingku, “Kau terlalu
sabar, Gyu.” Aku menghela napas mendengar ucapan Myung Soo kemudian mendesah
pelan.
Myung Soo
setiap pagi selalu mengucapkan hal yang sama, ‘Kau terlalu sabar, Gyu.’ Yang
kubutuhkan sekarang hanya kesabaran Myung, asal kau tahu itu. Hanya karena
kebiasaanku yang selalu memberikan permen secara diam-diam dalam loker Woo
Hyun, Myung Soo selalu mengkritikku.
‘Kau terlalu
sabar, Gyu.’ Itu yang paling sering ia katakan padaku.
‘Kau melakukan
hal sia-sia, Gyu.’
‘Tak ada
gunanya kau melakukan ini.’
‘Bahkan dia tak
melihatmu, Gyu. Tolong berhentilah.’ Itu sebagian
ucapan Myung Soo yang aku ingat karena kebiasaanku memberikan permen pada Woo
Hyun secara diam-diam.
Aku menyentuh
dada sebelah kiri Myung Soo kemudian tersenyum padanya, “Suatu saat nanti kau
pasti juga akan merasakan posisiku, Myung.” Myung Soo memutar bola matanya
kemudian menepis tanganku, “Tak akan pernah terjadi sebelum ada Kim Sung Gyu
lain di dunia ini.” Aku terkekeh kecil mendengar candaan Myung Soo diikuti
kekehannya juga.
Aku dan Myung
Soo kenal sejak kami masih masa orientasi siswa baru. Sifatnya yang dingin
membuatku semakin ingin mendekatinya. Kata eommaku, ‘orang yang bersikap dingin
belum tentu dia tak ingin didekati, tapi ia ingin tahu, seberapa ingin orang
lain untuk mendekatinya’. Dan benar saja, kebetulan aku satu kelas dengannya di
tahun pertama kami sekolah. Awalnya ia kukuh untuk mempertahankan sifat
dinginnya, tapi tidak setelah aku menemukannya menangis sendirian di toilet. Sejak
saat itu Myung Soo mulai terbuka padaku. Katanya ia ingin mencari Kim Sung Gyu
kedua di dunia ini, dan ingin menjadikannya namja chingu. Ia tak mau Kim Sung
Gyu yang ini, karena ia ingin kami hanya sekedar sahabat.
“Kapan kau akan
berhenti mencintai Woo Hyun, Gyu?.”
“Sampai aku
lelah dan memilih untuk berhenti.”
“Kau tau
sendiri dia sudah mempunyai namja chingu kan, Gyu?” Aku menganggukan kepalaku
sambil tersenyum pada Myung Soo, senyuman yang ku gunakan untuk menutupi
kesedihan pada wajahku, “Dan kau juga tahu siapa namja chingu Woo Hyun.” Lagi-lagi
aku hanya menganggukkan kepalaku. Wajah Myung Soo tampak memerah menahan
amarah, “Aisshh jinjja! Kau letakkan dimana otakmu itu eoh!?”
“Ini bukan
masalah otak, Myung. Ini tentang hati. Prof. Jonathan saja yang bisa menciptakan
manusia hebat seperti different gen tak bisa mengendalikan hatinya. Sampai-sampai
dia rela bertehan dalam Under Sea yang sudah ia ketahui akan dihancurhan oleh
pemerintah.” Myung Soo berdecak mendengar ucapanku, “Sudahlah, sepertinya aku
memang tak bisa menghentikanmu.” Ucapnya. Myung Soo memindahkan kursinya pada
bangkunya kemudian mendudukkan dirinya di sana.
Kring!!
Bel masuk
berbunyi. Ke tiga siswa super five yang ada di luar kelas pun masuk ke dalam
kelas. Key masuk pertama, sepertinya dia sedang kesal, terlihat dari bibirnya
yang sengaja ia poutkan sambil menghentak-hentakkan kakinya. Kemudian Woo Hyun
dan ... Sung Yeol. Myung Soo menolehkan kepalanya ke samping, mungkin untuk
melihat keadaanku. Aku yang tak sengaja juga meliriknya hanya bisa menampakkan
senyuman palsuku, lagi.
Pemandangan di
depan mataku, Sung Yeol yang tengah bergelayut manja pada lengan Woo Hyun yang
dibalut almamater khusus siswa super five. Bahkan kadang Woo Hyun tak
segan-segan mencubit pipi Sung Yeol, seperti tengah memamerkan kemesraan mereka
pada kami. Aku meremas dadaku untuk mengurangi rasa sakit ini. Aku tahu ini
takkan berhasil. Semakin ku remas dadaku, sakit itu malah semakin menjadi.
Tanpa ku
sadari, tiba-tiba Myung Soo sudah berdiri di sampingku, “Ikutlah denganku.” Ucapnya.
Aku menggelengkan kepalaku. Bagaimana mungkin ia mengajakku keluar sedangkan
bel masuk sudah berbunyi sejak tadi.
Myung Soo merendahkan
badannya untuk menyamai tinggi badannya dengan dudukku, “Ikut atau air matamu
itu akan tumpah di sini.” Bisiknya. Myung Soo segera menarik tanganku dan membawaku
ke perpus. Tak ada orang disini, mungkin karena ini jam pertama jadi tak ada
murid yang membolos.
Myung Soo
mengunci pintu perpus kemudian menyandarkan dirinya pada pintu, “Menangislah ..”
Titahnya. Aku menggeleng masih berusaha menahan air mata yang sudah ada di
pelupuk mataku.
“Aku sahabatmu,
Gyu, aku tahu kau bukan namja kuat seperti kelihatannya. Kau terlalu bodoh
memilih laki-laki.”
Akhirnya tangisanku
pecah di hadapan Myung Soo. Aku melangkahkan kakiku mendekati Myung Soo yang
ada di depanku lalu mulai memukul dadanya dan ia membiarkanku melakukannya
begitu saja, “Bukan aku yang memilih, tapi hatiku ,Myung,” Ucapku disertai
isakan.
“Hatiku tak
bisa memilih,” Pukulanku memelan.
“Iya, Nam Woo
Hyun sombong, angkuh, tak berperasaan. Aku tahu itu,” aku menghentikan
pukulanku pada dada Myung Soo kemudian menghapus air mataku kasar, “Cinta tak
mengenal itu, cinta hanya mengenal pahit dan manis.” Lanjutku lagi.
“Persetan
dengan cinta, Gyu!” Bentak Myung Soo. Aku sedikit terlonjak mendengar
bentakannya. Aku hanya menundukkan kepalaku. Aku tahu Myung Soo sekarang sangat
marah padaku.
“Sebelum kau
benar-benar ingin mempertahankan perasaan bodohmu ini, kau harus berpikir. Dia itu
siapa? Dia Nam Woo Hyun, Gyu. Orang yang jelas-jelas anti dengan rakyat
sepetimu!” Lanjutnya lagi. Tanpa sadar, air mataku tiba-tiba melelah begitu
saja membasahi pipiku lagi. Myung Soo menarik badanku kemudian merengkuhku ke dalam
pelukannya.
“Maafkan aku,
kau pasti ketakutan dengan bentakanku. Aku melakukan ini karena aku terlalu
menyayangimu chingu.” Ucapnya sambil mengelus surai coklatku. Aku tahu, Myung. Aku
juga menyayangimu, kau sudah ku anggap seperti hyungku sendiri. Walaupun aku
tahu kau lebih muda dariku, tapi pribadimu yang dewasa membuatku semakin nyaman
denganmu.
“Menangislah
sepuasnya di sini, setelah ini kau harus kuatkan hatimu karena kita harus
kembali ke kelas,” Ucapnya. Perlahan ia melepas pelukannya padaku kemudian
meneliti setiap lekuk wajahku, “Aigoo! Mata sipit sahabat cantikku membengkak
eoh!” Aku tersenyum mendengar ucapannya. Ia mengacak pucuk kepalaku kemudian
menuntunku ke kelas.
‘Sahabat adalah
keluarga keduaku setelah eomma dan imo. Selalu menyediakan pundaknya ketika ku
butuh.’
TBC
0 komentar:
Posting Komentar