Sabtu, 27 Mei 2017

ff WooGyu Falling In Love With My Idol Chapter 12



Tittle : Falling In Love With My Idol Chapter 12
Author: Kim Hye Jin_MRS
Main cast : WooGyu (Woo Hyun X Sung Gyu)
Support cast : Infinite member, muncul sesuai dengan kebutuhan(?)
Genre : Romance, Sad, school life, friendship dll(?)
Rated : untuk semua anak wooGyu yang bertebaran di dunia
Length : Chapter 12 of...?
WARNING : pemakaian EYD tidak ada yang benar, bahasanya asal-asalan, bertele-tele, typo bertebaran. Jelek? Harap di maklumin karena saya masih belajar untuk jadi Author yang baik
NOTE : FF ini benar-benar berasal dari otak+pemikiran Author yang terbatas. Jadi, kalau ada kalimat yang sama dengan FF yang lain berarti itu murni ketidak sengajaan
(~0~ Happy Reading! ~0~)
Sebelumnya dichapter 11
Karena aku yakin, Tuhan tidak kejam pada makhluknya. Suatu hari aku yakin, semuanya akan kembali pada tempatnya masing-masing.
Chapter 12
 “Appa, emmmm ... itu ...”
“Telpon saja,”
Sung Gyu langsung mengambil ponselnya yang ada di kantong jelana jinsnya. Segera ia menelpon orang yang dimaksud Tn. Nam. Yah ... siapa lagi kalau bukan Woo Hyun. Sebelum itu, Sung Gyu menjauhkan diri dari keluarganya. Biarlah Tn. Nam dan Ny. Kim sedikit menceritakan tentang masa tua mereka. Segala kronik kehidupan keluarganya dan masalah demi masalah yang terjadi di keluarganya.
‘Gyu!!!!!!’
Teriakan Woo Hyun di seberang sana membuat Sung Gyu sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya.
“Hentikan, Hyun. Kau membuat telingaku tidak berfungsi lagi,”
‘Kau benar-benar membuatku frustasi, asal kau tahu itu!’
“Ck! Dengar, ada yang ingin ku beritahukan padamu. Jangan bicara, cukup dengarkan aku,”
‘Baiklah ...’
“Pertama, 12 peraturan apartement tidak berlaku lagi. Kedua, maaf, kita tidak bisa seperti dulu lagi, Hyun. Maksudku, kita tidak bisa lagi tinggal satu atap seperti sebelumnya, aku tinggal di rumahku dan kau tinggal di apartementmu, kita hanya bisa bertemu di sekolah. Ketiga, aku sudah mengemas pakaianku tadi pagi dan sekarang aku sudah siap untuk kepindahanku ke rumahku sendiri. Keempat, aku ingin memberitahumu, semua hakku sudah kembali, untuk itu aku berterimakasih padamu. Hiks ... semua, Hyun. Semua yang telah hiks ... kau lakukan padaku ... pekerjaan, tempat tinggal, perhatian, dan sikap romantismu padaku. Jeongmal gomawo ... hiks ...”
‘.............’
Tak ada jawaban, Sung Gyu menunggu suara Woo Hyun sambil meredam tangisnya. Orang yang melihat Sung Gyu dari kejauhan hanya menatap iba padanya. Ketika imo Sung Gyu hendak menghampiri Sung Gyu untuk menenangkan Sung Gyu, Tn. Nam menahannya. Ia tahu, ketenangan sangat di butuhkan oleh Sung Gyu dan Woo Hyun saat ini.
“Hyun .. kau masih di sana?”
‘...... y-yah .. aku di sini. Kau tunanganku, benar? Aku senang dengan kembalinya hakmu itu, aku sedih kalau kau menangis. Sttt!! Berhenti menangis eoh!’
“Aku sudah berhenti menangis. Tunggu!”
‘Waeyo?’
Sung Gyu mengangkat lengannya, guna melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Kau bolos?”
‘Ten-tentu saja tidak! Ini jam istirahat ..’
“Baguslah kalau begitu. Ku harap kau membiasakan malammu tanpa diriku, Tuan Muda Nam. Kau harus mencuci sendiri, masak sendiri, bersih-bersih sendiri, pokoknya mulai hari ini kau harus bisa melakukan pekerjaan rumah sendiri,”
‘Arasseo arasseo ...’
“Baiklah, ku tutup, pay pay ..”
Sebelum menunggu jawaban Woo Hyun di seberang sana, Sung Gyu langsung memutuskan secara sepihak sambungan telponnya dengan Woo Hyun. Isakannya benar-benar tak bisa ditahannya. Air matanya meluncur begitu saja membasahi kedua pipinya. Walaupun hanya terpisah rumah, entah kenapa ini seperti sebuah perpisahan bagi Sung Gyu. Sung Gyu akui, perasaan cintanya pada Woo Hyun benar-benar membuncah hingga terasa sangat menyakitkan bahkan hanya terpisah jarak sejauh 5 kilo.
Other_Side
Ponsel sedari tadi tak lepas dari genggaman Woo Hyun. Ia masih menunggu Sung Gyu balik menghubunginya. Woo Hyun tahu, Sung Gyu sekarang ada di persidangan. Hari sebelumnya appanya sudah memberitahukannya lewat note kecil yang ada di dapur. Woo Hyun hampir melupakan hari penting ini. Woo Hyun yakin, appanya akan berhasil memenangkan persidangan itu.
Drrrttt!
Woo Hyun langsung mendudukkan dirinya ketika ponselnya begetar. Dengan cepat Woo Hyun menggeser tombol hijau pada touch screennya.
“Gyu!!!!!” Teriaknya.
‘Hentikan, Hyun. Kau membuat telingaku tidak berfungsi lagi,’
“Kau benar-benar membuatku frustasi, asal kau tahu itu!” Tutur Woo Hyun sambil menggeretakkan giginya. Tentu saja perasaan khawatir sempat menyelimuti perasaan Woo Hyun sebelum Woo Hyun ingat persidangan hari ini.
‘Ck! Dengar, ada yang ingin ku beritahukan padamu. Jangan bicara, cukup dengarkan aku,’ ucapan Sung Gyu membuat Woo Hyun sedikit heran.
“Baiklah ...”
‘Pertama, 12 peraturan apartement tidak berlaku lagi,’ benar, Sung Gyu benar-benar aneh. Kenapa tiba-tiba Woo Hyun berani memutuskan ini itu pada Woo Hyun?
‘Kedua, maaf, kita tidak bisa seperti dulu lagi, Hyun.’ Kali ini ucapan Sung Gyu benar-benar membuat mata Woo Hyun membulat. Apa maksud Sung Gyu? Bukankah mereka sudah bertunangan? Apa Sung Gyu sudah tidak mencintainya? Semua pertanyaan itu berkecamuk dalam hati Woo Hyun.
‘Maksudku, kita tidak bisa lagi tinggal satu atap seperti sebelumnya, aku tinggal di rumahku dan kau tinggal di apartementmu, kita hanya bisa bertemu di sekolah’ Woo Hyun langsung menjatuhkan tubuhnya kembali ke tempat tidurnya. Benar, Sung Gyu harus kembali ke rumahnya. Jelas 12 apartement dan hubungan mereka tidak bisa seperti dulu lagi. Jika yang dulu kehidupan Sung Gyu selalu diatur oleh 12 peraturan apartement, sekarang sudah tidak lagi karena Sung Gyu sudah tidak tinggal lagi di apartement. Jika yang dulu ada Woo Hyun yang selalu memerhatikan setiap gerak-geriknya, selalu menanyakan tentang aktivitasnya selama seharian, dan selalu bersamanya kemana pun pergi, sekarang sudah tidak ada lagi karena Sung Gyu sudah jauh dari Woo Hyun.
‘Ketiga, aku sudah mengemas pakaianku tadi pagi dan sekarang aku sudah siap untuk kepindahanku ke rumahku sendiri’ lelehan air mata sudah mengelir lewat sudut-sudut mata Woo Hyun.
‘Keempat, aku ingin memberitahumu, semua hakku sudah kembali, untuk itu aku berterimakasih padamu. Hiks ... semua, Hyun. Semua yang telah hiks ... kau lakukan padaku ... pekerjaan, tempat tinggal, perhatian, dan sikap romantismu padaku. Jeongmal gomawo ... hiks ...’
Sung Gyu-nya menangis, karena dirinya. Lelehan air mata Woo Hyun semakin deras mengalir. Woo Hyun lupa satu hal, walau pun Sung Gyu sudah bernotebane tunangannya, tapi sampai saat ini Woo Hyun belum memiliki hak untuk hidup Sung Gyu. Bahkan selama tinggal dengan Woo Hyun, Sung Gyu tak pernah menumpahkan setetes air mata pun, itu yang Woo Hyun ketahui. Woo Hyun pikir Woo Hyun sudah berhasil membuat janjinya menjadi kenyataan. Nyatanya ia membuat Sung Gyu menangis di hari terakhir tinggal di apatement ini.
‘aku akan melindungimu gyu, aku akan membuatmu melupakan masalahmu. Aku adalah orang yang akan melihat senyuman pertamamu, dan aku adalah orang yang akan membuatmu tersenyum’ begitu janji Woo Hyun pada dirinya sendiri. Nyatanya Woo Hyun gagal menjaga janjinya sendiri.
‘Hyun .. kau masih di sana?’ Tanya Sung Gyu ketika tidak mendengar sepeser suara pun.
“...... y-yah .. aku di sini. Kau tunanganku, benar? Aku senang dengan kembalinya hakmu itu, aku sedih kalau kau menangis. Sttt!! Berhenti menangis eoh!” ucap Woo Hyun sambil berusaha menetralkan suaranya agar tidak ketahuan Sung Gyu kalau ia baru saja menangis.
‘Aku sudah berhenti menangis,’ walaupun suara Woo Hyun sudah terdengar lebih baik, isaknya hilang, tapi tetap saja lelehan air mata itu tetap mengalir. ‘Tunggu!’
“Waeyo?”
“Kau bolos?”
Woo Hyun mengalihkan perhatiannya ke nakas, jam di sana menunjukkan angka 11:05. Woo Hyun menepuk jidatnya, kenapa ia bisa lupa?. “Ten-tentu saja tidak! Ini jam istirahat ..”
‘Baguslah kalau begitu. Ku harap kau membiasakan malammu tanpa diriku, Tuan Muda Nam. Kau harus mencuci sendiri, masak sendiri, bersih-bersih sendiri, pokoknya mulai hari ini kau harus bisa melakukan pekerjaan rumah sendiri,’
Seolah memori Woo Hyun berputar pada waktu Sung Gyu pertamakali menapakkan kakinya di apartemennya. Dimana wajah kagum Sung Gyu tampakkan karena nuansa tenang apartementnya. Hari-hari yang mereka lewati berdua, belanja bersama, ketukan pintu di kamarnya setiap pagi, dan perdebatan yang kerap sekali terjadi karena hal-hal sepele. Apalagi mulut pedas Sung Gyu yang teramat pedas itu apabila bicara.
‘Arasseo arasseo ...’ Woo Hyun jawab dengan lesu.
‘Baiklah, ku tutup, pay pay ..’
Woo Hyun tak berniat menjawab ucapan Sung Gyu kali ini. Perasaan gelisah benar-benar menyelimuti hatinya. Perasaan tidak ikhlas memenuhi ruang dada Woo Hyun. Walaupun air matanya sudah di tumpahkan, nyatanya air mata itu tidak membuatnya tenang sama sekali. Woo Hyun tidak bisa tanpa Sung Gyu-nya di sampingnya. Harinya akan hancur tanpa adanya Sung Gyu. Bagaimana untuk hari esok? Siapa yang akan membangunkannya? Siapa yang akan membuatkannya sarapan? Siapa yang akan mencuci seragam sekolahnya besok? Dan siapa yang akan membersihkan apartemennya?
“Aghhhh!!!” Teriak Woo Hyun memenuhi apartement. Beruntung apartement miliknya kedap suara, jika tidak pasti Woo Hyun akan terkena semprotan kemarahan dari tetangganya.
Woo Hyun berharap teriakannya itu bisa mengurangi beban yang ada di pundaknya. Menangis bukan cara yang tepat untuk menyembuhkan perasaan resah dan tidak ikhlasnya di dalam dadanya. Woo Hyun harus melakukan sesuatu, berdiam diri dan terus meratapi nasip karena Sung Gyu tidak akan berguna. Ia harus pergi ke rumah Sung Gyu, hanya di sana ia bisa bertemu dengan Sung Gyu. Walaupun Sung Gyu tidak akan kembali lagi dan ikut Woo Hyun ke apartement, setidaknya Woo Hyun bisa melihat Sung Gyu yang sekarang tengah tersenyum karena hal lain, bukan karena dirinya.
Woo Hyun berlari ke kamar mandi dengan gesit, membasuh tubuhnya. Setelah itu, Woo Hyun mengganti piyama tidurnya yang menempel pada tubuhnya dengan sebuah kaos merah lengan pendek dan celana selutut warna hitam, lengkap dengan sepatu hitamnya. Woo Hyun langsung menyambar kundi mobil yang ada di atas nakas.
Other_Side
Tepat saat Sung Gyu melangkahkan kakinya yang ke-5, lagi-lagi ponselnya berbunyi. Sung Gyu mengerjitkan dahinya ketika nama Myung Soo tertera di ponselnya.
“Yeobseyo ...”
‘Gyu ...’
“Ada apa, Myung?”
‘Kenapa bolos? Tumben ...’
“Ahh .. itu, hari ini aku ada kepentingan mendadak. Myung, besok kita berempat ngumpul lagi seperti kemarin di rooftop, ada seseorang yang ingin ku perkenalkan ke kalian,”
‘Baiklah ... kalian mau bolos tidak ngajak-ngajak. Kalian menyebalkan,’
“Tunggu! Maksudmu kalian?”
‘Kau dan Woo Hyun. kenapa pertanyaanmu begitu, Gyu? Bukankah kau bolos bersama Woo Hyun? Jangan bilang kalian -....’
“Buang jauh-jauh otak mesummu itu, Myung. Kau membuatku geli,”
‘Kekekekekk ... baru pertamakali kita seperti sekarang, Gyu ...’
“Maksudmu?”
‘Dari dulu kita tidak pernah bicara berdua sepanjang ini,’
“Kau benar. Aku terlalu sungkan padamu karena kepribadian gandamu, asal kau tahu itu,”
‘Jadi kau menganggapku juga mempunyai dua kepribadian, begitu?’
“Yah .... begitulah. Aku lebih suka dengan sisi hangatmu,”
‘Tapi Sung Yeol-ku suka dua-duanya,’
Sung Gyu memutar bola matanya mendengar ucapan Myung Soo. “Itu karena cinta. Aku tidak mencintaimu, aku hanya menyayangimu sebagai namja chingu sahabatku sekaligus sahabatku. Sedangkan Sung Yeol suka semua yang ada dalam dirimu. Aku dan Sung Yeol tentu saja berbeda. Aku lebih mencintai pohon gresyku kekekekk ...”
‘Kekekekkk ... cepat kembali ke sekolah, Gyu. Sung Yeol benar-benar badmood tanpa sahabat sejatinya. Dan badmoodnya itu malah berdampak padaku. Ku harap besok kau masuk sekolah,”
“Tentu saja ...”
‘Baiklah, kalau begitu aku tutup, Sung Yeol sudah datang dari cantin,’
Tut! Tut! Tut!
Suara sambungan telepon seluluer terputus secara sepihak dari Myung Soo. Sung Gyu kembali meletakkan ponselnya dalam kantong celananya. Giginya digeretakkan, tangannya mengepal kuat, dan matanya memerah. Woo Hyun telah membohonginya! Woo Hyun juga bolos. Sung Gyu benar-benar marah pada tunangannya itu. Bisa-bisanya ia meninggalkan pelajaran tanpa alasan yang tak logis.
“Awas kau, Hyun! besok aku akan membuatmu nangis darah karena meminta maaf padaku!”
“Gyu ...”
Panggilan Tn. Nam membuat Sung Gyu tersadar dari lamunannya. Segera ia hampiri keluarganya, “Kita pulang sekarang,” ucap Tn. Nam. Sung Gyu menganggukkan kepalanya mendengar seruan Tn. Nam.
“Imo dan Sung Jong tinggal di sana, kan?”
Ny. Kim tampak berpikir, “Bagaimana denganmu, Sung Jong-ah?”
“Aku terserah eomma,”
“Baiklah kalau begitu,”
Sung Gyu tersenyum simpul, lalu matanya teralih pada sosok paruh bayah yang berdiri di samping Ny. Kim. Park Ahjumma yang mengerti maksud tatapan Sung Gyu pun hanya menganggukkan kepalanya. “Assa!”
“Aigoo! Kau senang eoh!?”
“Tentu saja, appa. Aku ingin mengangkut semua orang yang kusayangi tinggal di sana. Rumah itu sepeti tidak ada isinya sama sekali kalau hanya ada aku, Sung Jong, imo, dan ahjumma,”
Tn. Nam yang sedari tadi berdiri di samping Sung Gyu hanya mengelus lembut surai caramel Sung Gyu. “Appa ...”
“E-eoh!?”
“Ada apa? Appa sedih?”
“Aniya, appa hanya merindukan anak tertua appa,”
“Boo Hyun h-hyung?”
“Kekekekk ... benar, dia. Sebenarnya appa berencana 2 hari lagi untuk berangkat ke Jepang, tapi appa kasihan pada Woo Hyun. Appa baru sampai di Korea 2 hari yang lalu. Kita baru berkumpul di satu negara setelah 1 bulan terpisah. Lagi, kalau ke Jepang, kami tidak bisa pulang dengan cepat. Woo Hyun harus ikut dengan kami,”
Sung Gyu terus menundukkan kepalanya selama Tn. Nam menuturkan tentang keluarganya, berpikir untuk mecari jalan yang bisa mereka lalui tanpa ada yang merasa tidak nyaman, “Bagaimana kalau Woo Hyun tinggal di rumahku untuk sementara, appa?”
“Tidak! Anak itu benar-benar lupa aturan kalau itu berurusan denganmu,”
Ucapan Tn. Nam membuat semua yang berkumpul di sana meledakkan tawanya, “Tunggu! Siapa sebenarnya Woo Hyun?”
“Besok kau juga akan tahu, Sung Jong-ah. Sekarang kita pulang saja,” Seruan Sung Gyu di jawab anggukan oleh seluruh anggota keluarga barunya.
Sung Gyu mengikuti Tn. Nam keparkiran untuk mengambil mobilnya, sedangkan 2 anggota keluarganya lagi mengikuti Sung Jong karena Sung Jong yang memegang kunci mobil Ny. Kim.
=====*=====
Sesampainya Woo Hyun di kediaman keluarga Kim, Woo Hyun langsung meminta satpam untuk membukakan gerbang padanya. Kamar Sung Gyu menjadi sasarannnya untuk merebahkan tubuhnya. Kediaman keluarga Kim begitu sepi, tanpa seorang pelayan pun. Woo Hyun tahu, pasti biasanya di sini ramai karena terlalu banyak pelayan. Mengingat Ny. Choi sudah mendekam di penjara, jadilah para pelayan ingin keluar dari penyiksaan duniawi ini.
Woo Hyun terus mencari kamar Sung Gyu. Lantai satu sudah selesai ia geledah. Tapi tak ada satu pun kamar yang identik dengan tunangannya itu. Mata Woo Hyun terpokus ke sebuah kamar bercat putih yang ada di ujung lorong sebelah kiri. Kakinya melangkah melewati kamar demi kamar menuju kamar yang berpintu putih itu.
Ceklek!
Benar. Sepertinya ini kamar Sung Gyu. Jika dilihat dari setiap sudut kamar ini, benar-benar idntik dengan diri Sung Gyu. Sebuah lemari warna putih, pintu bercat putih, selimut serta bed king sizenya yang berwarna putih, lantai putih, gorden, dan semua barang yang ada di atas lemari yang biasa Sung Gyu jadikan tempat untuk meletakkan berbagai perlengkapannya, semuanya warna putih. Woo Hyun hanya menyunggingkan senyum tipis di bibirnya merasa nuansa baru ini. Berbeda sekali dengan kamarnya yang penuh dengan warna merah. Tidak ada debu atau sarang laba-laba di sini, walaupun sudah Sung Gyu tinggal bertahun-tahun. Mungkin para pelayan iu juga membersihkan kamar ini, tanpa membuang satu benda pu.
Woo Hyun rebahkan tubuhnya di bed king size Sung Gyu. Hilang sudah kegelisahannya ketika kepalanya menyentuh di bantal yang sama dengan Sung Gyu. Haruskah Woo Hyun mencuri salah satu barang Sung Gyu sebagai koleksinya? Tentu saja foto dari Sung Gyu tidak cukup sebagai koleksinya tentang diri Sung Gyu. Woo Hyun ambil sebuah poster musik yang tertempel di dinding kamar Sung Gyu. Woo Hyun berdecak ketika melihat poster yang berisikan 7 laki-laki tampan itu. 7 laki-laki idola Sung Gyu yang sering di sebut Infinite itu sedikit membuat Woo Hyun cemburu. Yah ... bahkan kadang Sung Gyu memilih mendengarkan musik Infinite daripada mendengarkannya bernyanyi. Apa yang kurang dari Woo Hyun? Ia juga tampan dan ia juga memiliki suara yang bagus. Salahkan lirik lagu yang sering Woo Hyun nyanyikan hanya berisi gombalan, itu pun waktu Sung Gyu masih menjadi pelayan Woo Hyun.
Woo Hyun langsung melipat poster itu dan menyembunyikannya di bawah tepat tidur Sung Gyu. Tak lama kemudian, Woo Hyun mendengar suara klakson mobil. Langkahnya membawa ke dekat jendela, ia buka sedikit gorden untuk melihat siapa yang datang. Yang dia lihat adalah mobil appanya dan satu mobil lagi di belakang mobil appanya. Woo Hyun tutup lagi gorden itu. Tubuhnya kembali duduk di tempat tidur Sung Gyu. Penglihatannya menelusuri setiap sudut dalam kamar ini. Matanya tertuju pada sebuah laci nakas yang berada di samping tempat tidur Sung Gyu.
Woo Hyun menarik laci itu. Yang di temukannya sebuah buku dairy bersampulkan putih lengkap dengan bolpennya. Tanpa membaca terlebih dahulu, segera Woo Hyun lempar buku dairy itu ke bawah tempat tidur Sung Gyu. Woo Hyun membulatkan matanya ketika mendengar sebuah derap kaki mendekati kamar Sung Gyu. Posisinya saat ini sedang terancam.
Woo Hyun berdiri kembali dan langsung melangkahkan kakinya menuju pintu. Ia yakin, derap langkah kaki itu milik Sung Gyu. Ketika Woo Hyun membuka pintu, saat itulah Sung Gyu sudah berdiri tepat di hadapannya, lengkap dengan wajah terkejutnya.
Belum lepas keterkejutan Sung Gyu yang melihat Woo Hyun tiba-tiba ada di kamarnya, keterkejutannya bertambah ketika benda kenyal dan basah itu tiba-tiba menempel begitu saja di bibir merahnya. Namun keterkejutannya karena keberadaan dan tindakan tiba-tiba Woo Hyun terbayarkan ketika tangan kanan Woo Hyun sudah memeluk pinggangnya dan tangan kirinya memegang dagunya. Sung Gyu pun hanya bisa mengikuti permainan Woo Hyun. Perlahan tangan Sung Gyu mengalung di leher Woo Hyun. Woo Hyun yang tahu bahwa Sung Gyu sudah menikmati ciumannya, ia pun membawa Sung Gyu ke kamarnya tanpa melepas tautan bibirnya dengan Sung Gyu. Ia rebahkan tubuh Sung Gyu di tempat tidur. Woo Hyun menindih tubuh Sung Gyu, sementara bibirnya dan bibir Sung Gyu terus bertautan. Tak henti-hentinya Sung Gyu mengeluarkan desahan yang begitu keras karena permainan Woo Hyun. Jangan salahkan Woo Hyun yang semakin bersemangat, salahkan Sung Gyu yang terus mengeluarkan suara-suara aneh itu.
“H-Hyun ...” seru Sung Gyu ketika Woo Hyun melepas sebentar bibirnya.
Woo Hyun pun melepas bibir Sung Gyu, namun wajah keduanya hanya berjarak 3 cm. “Kau melakukan banyak kesalahan padaku, Gyu.”
Sesaat setelah Woo Hyun berucap demikian, kembali Woo Hyun menjejal mulut Sung Gyu dengan ciuman memabukkannya. Lagi-lagi Sung Gyu hanya bisa mengikuti permainan Woo Hyun. Woo Hyun semakin menambah sensasi aneh pada Sung Gyu dengan tangannya yang tak pernah mau diam itu. Sungguh! Kalau Woo Hyun tidak melepaskannya, Sung Gyu benar-benar bisa meledak sekarang.
“Hyun!!” Teriak Sung Gyu. Teriakannya berhasil membuat Woo Hyun melepaskannya.
Kali ini Sung Gyu baru bisa bernapas dengan lega. Woo Hyun mendirikan tubuhnya, sementara Sung Gyu masih terkapar dengan napas yang memburu, “Jangan lagi ... biar aku hhh ... yang menyelesaikan ini sendiri. Kau turunlah hhhh ... kebawah, temani appa dan yang lain ... hhh bilang pada mereka kalau hhh... aku masih hhh ... Ahhh!!”
Belum sempat Sung Gyu menyelesaikan ucapannya, ia sudah masuk ke kamar mandi, “Boleh aku bantu, Gyu?”
Pertanyaan Woo Hyun hanya di jawab dengan sebuah desahan dari Sung Gyu. Jujur, sebenarnya Woo Hyun benar-benar tidak bisa menahan obsesinya pada diri Sung Gyu. Woo Hyun sudah nekad melakukan hal lebih dari sebuah ciuman hot pada Sung Gyu. Mudah-mudahan kamar Sung Gyu ini juga kedap suara seperti apartementnya. Kalau tidak, appanya yang dibawah pasti sudah memarahinya.
“Baru juga di sentuh, akibatnya sudah seperti itu. Padahal itu baru pemanasan dari permainanku, ck!” monolog Woo Hyun.
Setelah itu Woo Hyun keluar kamar Sung Gyu dengan senyum yang terus mengembang. Ia berhasil mendengar desahan Sung Gyu sekali lagi. Ia juga berhasil membuat Sung Gyu *sensor* dengan tangannya, walaupun tidak ditangannya, tetapi suatu saat nanti, Woo Hyun yakin bisa berbuat lebih dari ini, sebelum menikah.
Di kamar mandi ...
“Dasar pohon!” Umpat Sung Gyu di kamar mandi. “Hhhh ... ini benar-benar menyiksa .. ssshhhh ... aku harus ganti celana, tapi koperku sshhh ... ada di bawah ...” rutuknya. Kali ini Sung Gyu benar-benar gagal menceramahi Woo Hyun karena sifat kelewat romantis yang Woo Hyun miliki. Apapun itu, Sung Gyu harus menceramahi Woo Hyun karena kebolosannya ke sekolah.
=====*=====
“Hyun? Kau di sini?”
Tanya Tn. Nam. Woo Hyun mendudukkan dirinya di samping Tn. Nam. “Yah ... seperti yang appa lihat,” Woo Hyun mengerjitkan dahinya ketika melihat seorang namja cantik di depannya yang sedang berbincang dengan Ny. Kim. “Appa ... dia siapa?”
“Dia Sung Jong, saudara Sung Gyu.”
Mendengar namanya, Sung Jong langsung menolehkan kepalanya. Walaupun sangat pelan bahkan hampir tidak ada satu pun orang yang mendengar ucapan Sung Jong, tapi Sung Jong benar-benar mengucapkan kata ‘Wow!’ ketika matanya bertemu dengan Woo Hyun.
Woo Hyun mengulurkan tangannya, “Nam Woo Hyun.”

Sung Jong menelan air ludahnya ketika menatap tangan Woo Hyun yang sudah siap untuk berjabat tangan dengannya, “Tunangan Sung Gyu.” Senyum Sung Jong terhenti ketika Woo Hyun melanjutkan ucapannya. 

TBC

0 komentar:

Posting Komentar