Tittle : Falling
In Love With My Idol Chapter 12
Author: Kim Hye
Jin_MRS
Main cast :
WooGyu (Woo Hyun X Sung Gyu)
Support cast :
Infinite member, muncul sesuai dengan kebutuhan(?)
Genre :
Romance, Sad, school life, friendship dll(?)
Rated : untuk
semua anak wooGyu yang bertebaran di dunia
Length
: Chapter 12 of...?
WARNING :
pemakaian EYD tidak ada yang benar, bahasanya asal-asalan, bertele-tele, typo
bertebaran. Jelek? Harap di maklumin karena saya masih belajar untuk jadi
Author yang baik
NOTE : FF ini
benar-benar berasal dari otak+pemikiran Author yang terbatas. Jadi, kalau ada
kalimat yang sama dengan FF yang lain berarti itu murni ketidak sengajaan
(~0~ Happy
Reading! ~0~)
Sebelumnya
dichapter 11
Karena aku
yakin, Tuhan tidak kejam pada makhluknya. Suatu hari aku yakin, semuanya akan
kembali pada tempatnya masing-masing.
Chapter 12
“Appa, emmmm ... itu ...”
“Telpon saja,”
Sung Gyu langsung mengambil
ponselnya yang ada di kantong jelana jinsnya. Segera ia menelpon orang yang
dimaksud Tn. Nam. Yah ... siapa lagi kalau bukan Woo Hyun. Sebelum itu, Sung
Gyu menjauhkan diri dari keluarganya. Biarlah Tn. Nam dan Ny. Kim sedikit
menceritakan tentang masa tua mereka. Segala kronik kehidupan keluarganya dan
masalah demi masalah yang terjadi di keluarganya.
‘Gyu!!!!!!’
Teriakan Woo Hyun di seberang sana
membuat Sung Gyu sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya.
“Hentikan, Hyun. Kau membuat
telingaku tidak berfungsi lagi,”
‘Kau
benar-benar membuatku frustasi, asal kau tahu itu!’
“Ck! Dengar, ada yang ingin ku
beritahukan padamu. Jangan bicara, cukup dengarkan aku,”
‘Baiklah ...’
“Pertama, 12 peraturan apartement
tidak berlaku lagi. Kedua, maaf, kita tidak bisa seperti dulu lagi, Hyun.
Maksudku, kita tidak bisa lagi tinggal satu atap seperti sebelumnya, aku tinggal
di rumahku dan kau tinggal di apartementmu, kita hanya bisa bertemu di sekolah.
Ketiga, aku sudah mengemas pakaianku tadi pagi dan sekarang aku sudah siap
untuk kepindahanku ke rumahku sendiri. Keempat, aku ingin memberitahumu, semua
hakku sudah kembali, untuk itu aku berterimakasih padamu. Hiks ... semua, Hyun.
Semua yang telah hiks ... kau lakukan padaku ... pekerjaan, tempat tinggal,
perhatian, dan sikap romantismu padaku. Jeongmal gomawo ... hiks ...”
‘.............’
Tak ada jawaban, Sung Gyu menunggu
suara Woo Hyun sambil meredam tangisnya. Orang yang melihat Sung Gyu dari
kejauhan hanya menatap iba padanya. Ketika imo Sung Gyu hendak menghampiri Sung
Gyu untuk menenangkan Sung Gyu, Tn. Nam menahannya. Ia tahu, ketenangan sangat
di butuhkan oleh Sung Gyu dan Woo Hyun saat ini.
“Hyun .. kau masih di sana?”
‘...... y-yah
.. aku di sini. Kau tunanganku, benar? Aku senang dengan kembalinya hakmu itu,
aku sedih kalau kau menangis. Sttt!! Berhenti menangis eoh!’
“Aku sudah berhenti menangis.
Tunggu!”
‘Waeyo?’
Sung Gyu mengangkat lengannya, guna
melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Kau bolos?”
‘Ten-tentu saja
tidak! Ini jam istirahat ..’
“Baguslah kalau begitu. Ku harap kau
membiasakan malammu tanpa diriku, Tuan Muda Nam. Kau harus mencuci sendiri,
masak sendiri, bersih-bersih sendiri, pokoknya mulai hari ini kau harus bisa
melakukan pekerjaan rumah sendiri,”
‘Arasseo
arasseo ...’
“Baiklah, ku tutup, pay pay ..”
Sebelum menunggu jawaban Woo Hyun di
seberang sana, Sung Gyu langsung memutuskan secara sepihak sambungan telponnya
dengan Woo Hyun. Isakannya benar-benar tak bisa ditahannya. Air matanya
meluncur begitu saja membasahi kedua pipinya. Walaupun hanya terpisah rumah,
entah kenapa ini seperti sebuah perpisahan bagi Sung Gyu. Sung Gyu akui,
perasaan cintanya pada Woo Hyun benar-benar membuncah hingga terasa sangat
menyakitkan bahkan hanya terpisah jarak sejauh 5 kilo.
Other_Side
Ponsel sedari tadi tak lepas dari
genggaman Woo Hyun. Ia masih menunggu Sung Gyu balik menghubunginya. Woo Hyun
tahu, Sung Gyu sekarang ada di persidangan. Hari sebelumnya appanya sudah
memberitahukannya lewat note kecil yang ada di dapur. Woo Hyun hampir melupakan
hari penting ini. Woo Hyun yakin, appanya akan berhasil memenangkan persidangan
itu.
Drrrttt!
Woo Hyun langsung mendudukkan
dirinya ketika ponselnya begetar. Dengan cepat Woo Hyun menggeser tombol hijau
pada touch screennya.
“Gyu!!!!!” Teriaknya.
‘Hentikan,
Hyun. Kau membuat telingaku tidak berfungsi lagi,’
“Kau benar-benar membuatku frustasi,
asal kau tahu itu!” Tutur Woo Hyun sambil menggeretakkan giginya. Tentu saja
perasaan khawatir sempat menyelimuti perasaan Woo Hyun sebelum Woo Hyun ingat
persidangan hari ini.
‘Ck! Dengar,
ada yang ingin ku beritahukan padamu. Jangan bicara, cukup dengarkan aku,’ ucapan Sung Gyu membuat Woo Hyun sedikit heran.
“Baiklah ...”
‘Pertama, 12
peraturan apartement tidak berlaku lagi,’
benar, Sung Gyu benar-benar aneh. Kenapa tiba-tiba Woo Hyun berani memutuskan
ini itu pada Woo Hyun?
‘Kedua, maaf,
kita tidak bisa seperti dulu lagi, Hyun.’
Kali ini ucapan Sung Gyu benar-benar membuat mata Woo Hyun membulat. Apa maksud
Sung Gyu? Bukankah mereka sudah bertunangan? Apa Sung Gyu sudah tidak
mencintainya? Semua pertanyaan itu berkecamuk dalam hati Woo Hyun.
‘Maksudku, kita
tidak bisa lagi tinggal satu atap seperti sebelumnya, aku tinggal di rumahku
dan kau tinggal di apartementmu, kita hanya bisa bertemu di sekolah’ Woo Hyun langsung menjatuhkan tubuhnya kembali ke tempat tidurnya.
Benar, Sung Gyu harus kembali ke rumahnya. Jelas 12 apartement dan hubungan
mereka tidak bisa seperti dulu lagi. Jika yang dulu kehidupan Sung Gyu selalu
diatur oleh 12 peraturan apartement, sekarang sudah tidak lagi karena Sung Gyu
sudah tidak tinggal lagi di apartement. Jika yang dulu ada Woo Hyun yang selalu
memerhatikan setiap gerak-geriknya, selalu menanyakan tentang aktivitasnya
selama seharian, dan selalu bersamanya kemana pun pergi, sekarang sudah tidak
ada lagi karena Sung Gyu sudah jauh dari Woo Hyun.
‘Ketiga, aku
sudah mengemas pakaianku tadi pagi dan sekarang aku sudah siap untuk
kepindahanku ke rumahku sendiri’
lelehan air mata sudah mengelir lewat sudut-sudut mata Woo Hyun.
‘Keempat, aku
ingin memberitahumu, semua hakku sudah kembali, untuk itu aku berterimakasih
padamu. Hiks ... semua, Hyun. Semua yang telah hiks ... kau lakukan padaku ...
pekerjaan, tempat tinggal, perhatian, dan sikap romantismu padaku. Jeongmal
gomawo ... hiks ...’
Sung Gyu-nya menangis, karena
dirinya. Lelehan air mata Woo Hyun semakin deras mengalir. Woo Hyun lupa satu
hal, walau pun Sung Gyu sudah bernotebane tunangannya, tapi sampai saat ini Woo
Hyun belum memiliki hak untuk hidup Sung Gyu. Bahkan selama tinggal dengan Woo
Hyun, Sung Gyu tak pernah menumpahkan setetes air mata pun, itu yang Woo Hyun
ketahui. Woo Hyun pikir Woo Hyun sudah berhasil membuat janjinya menjadi kenyataan.
Nyatanya ia membuat Sung Gyu menangis di hari terakhir tinggal di apatement
ini.
‘aku akan
melindungimu gyu, aku akan membuatmu melupakan masalahmu. Aku adalah orang yang
akan melihat senyuman pertamamu, dan aku adalah orang yang akan membuatmu
tersenyum’ begitu janji Woo Hyun pada dirinya
sendiri. Nyatanya Woo Hyun gagal menjaga janjinya sendiri.
‘Hyun .. kau
masih di sana?’ Tanya Sung Gyu
ketika tidak mendengar sepeser suara pun.
“...... y-yah .. aku di sini. Kau
tunanganku, benar? Aku senang dengan kembalinya hakmu itu, aku sedih kalau kau
menangis. Sttt!! Berhenti menangis eoh!” ucap Woo Hyun sambil berusaha menetralkan
suaranya agar tidak ketahuan Sung Gyu kalau ia baru saja menangis.
‘Aku sudah
berhenti menangis,’ walaupun suara
Woo Hyun sudah terdengar lebih baik, isaknya hilang, tapi tetap saja lelehan
air mata itu tetap mengalir. ‘Tunggu!’
“Waeyo?”
“Kau bolos?”
Woo Hyun mengalihkan perhatiannya ke
nakas, jam di sana menunjukkan angka 11:05. Woo Hyun menepuk jidatnya, kenapa
ia bisa lupa?. “Ten-tentu saja tidak! Ini jam istirahat ..”
‘Baguslah kalau
begitu. Ku harap kau membiasakan malammu tanpa diriku, Tuan Muda Nam. Kau harus
mencuci sendiri, masak sendiri, bersih-bersih sendiri, pokoknya mulai hari ini
kau harus bisa melakukan pekerjaan rumah sendiri,’
Seolah memori Woo Hyun berputar pada
waktu Sung Gyu pertamakali menapakkan kakinya di apartemennya. Dimana wajah
kagum Sung Gyu tampakkan karena nuansa tenang apartementnya. Hari-hari yang
mereka lewati berdua, belanja bersama, ketukan pintu di kamarnya setiap pagi,
dan perdebatan yang kerap sekali terjadi karena hal-hal sepele. Apalagi mulut
pedas Sung Gyu yang teramat pedas itu apabila bicara.
‘Arasseo arasseo ...’ Woo Hyun jawab
dengan lesu.
‘Baiklah, ku
tutup, pay pay ..’
Woo Hyun tak berniat menjawab ucapan
Sung Gyu kali ini. Perasaan gelisah benar-benar menyelimuti hatinya. Perasaan
tidak ikhlas memenuhi ruang dada Woo Hyun. Walaupun air matanya sudah di
tumpahkan, nyatanya air mata itu tidak membuatnya tenang sama sekali. Woo Hyun
tidak bisa tanpa Sung Gyu-nya di sampingnya. Harinya akan hancur tanpa adanya
Sung Gyu. Bagaimana untuk hari esok? Siapa yang akan membangunkannya? Siapa
yang akan membuatkannya sarapan? Siapa yang akan mencuci seragam sekolahnya besok?
Dan siapa yang akan membersihkan apartemennya?
“Aghhhh!!!” Teriak Woo Hyun memenuhi
apartement. Beruntung apartement miliknya kedap suara, jika tidak pasti Woo
Hyun akan terkena semprotan kemarahan dari tetangganya.
Woo Hyun berharap teriakannya itu bisa
mengurangi beban yang ada di pundaknya. Menangis bukan cara yang tepat untuk
menyembuhkan perasaan resah dan tidak ikhlasnya di dalam dadanya. Woo Hyun
harus melakukan sesuatu, berdiam diri dan terus meratapi nasip karena Sung Gyu
tidak akan berguna. Ia harus pergi ke rumah Sung Gyu, hanya di sana ia bisa
bertemu dengan Sung Gyu. Walaupun Sung Gyu tidak akan kembali lagi dan ikut Woo
Hyun ke apartement, setidaknya Woo Hyun bisa melihat Sung Gyu yang sekarang
tengah tersenyum karena hal lain, bukan karena dirinya.
Woo Hyun berlari ke kamar mandi
dengan gesit, membasuh tubuhnya. Setelah itu, Woo Hyun mengganti piyama
tidurnya yang menempel pada tubuhnya dengan sebuah kaos merah lengan pendek dan
celana selutut warna hitam, lengkap dengan sepatu hitamnya. Woo Hyun langsung
menyambar kundi mobil yang ada di atas nakas.
Other_Side
Tepat saat Sung Gyu melangkahkan
kakinya yang ke-5, lagi-lagi ponselnya berbunyi. Sung Gyu mengerjitkan dahinya
ketika nama Myung Soo tertera di ponselnya.
“Yeobseyo ...”
‘Gyu ...’
“Ada apa, Myung?”
‘Kenapa bolos?
Tumben ...’
“Ahh .. itu, hari ini aku ada
kepentingan mendadak. Myung, besok kita berempat ngumpul lagi seperti kemarin
di rooftop, ada seseorang yang ingin ku perkenalkan ke kalian,”
‘Baiklah ...
kalian mau bolos tidak ngajak-ngajak. Kalian menyebalkan,’
“Tunggu! Maksudmu kalian?”
‘Kau dan Woo
Hyun. kenapa pertanyaanmu begitu, Gyu? Bukankah kau bolos bersama Woo Hyun?
Jangan bilang kalian -....’
“Buang jauh-jauh otak mesummu itu,
Myung. Kau membuatku geli,”
‘Kekekekekk ...
baru pertamakali kita seperti sekarang, Gyu ...’
“Maksudmu?”
‘Dari dulu kita
tidak pernah bicara berdua sepanjang ini,’
“Kau benar. Aku terlalu sungkan
padamu karena kepribadian gandamu, asal kau tahu itu,”
‘Jadi kau
menganggapku juga mempunyai dua kepribadian, begitu?’
“Yah .... begitulah. Aku lebih suka
dengan sisi hangatmu,”
‘Tapi Sung
Yeol-ku suka dua-duanya,’
Sung Gyu memutar bola matanya
mendengar ucapan Myung Soo. “Itu karena cinta. Aku tidak mencintaimu, aku hanya
menyayangimu sebagai namja chingu sahabatku sekaligus sahabatku. Sedangkan Sung
Yeol suka semua yang ada dalam dirimu. Aku dan Sung Yeol tentu saja berbeda.
Aku lebih mencintai pohon gresyku kekekekk ...”
‘Kekekekkk ...
cepat kembali ke sekolah, Gyu. Sung Yeol benar-benar badmood tanpa sahabat
sejatinya. Dan badmoodnya itu malah berdampak padaku. Ku harap besok kau masuk
sekolah,”
“Tentu saja ...”
‘Baiklah, kalau
begitu aku tutup, Sung Yeol sudah datang dari cantin,’
Tut! Tut! Tut!
Suara sambungan telepon seluluer
terputus secara sepihak dari Myung Soo. Sung Gyu kembali meletakkan ponselnya
dalam kantong celananya. Giginya digeretakkan, tangannya mengepal kuat, dan
matanya memerah. Woo Hyun telah membohonginya! Woo Hyun juga bolos. Sung Gyu
benar-benar marah pada tunangannya itu. Bisa-bisanya ia meninggalkan pelajaran
tanpa alasan yang tak logis.
“Awas kau, Hyun! besok aku akan
membuatmu nangis darah karena meminta maaf padaku!”
“Gyu ...”
Panggilan Tn. Nam membuat Sung Gyu
tersadar dari lamunannya. Segera ia hampiri keluarganya, “Kita pulang
sekarang,” ucap Tn. Nam. Sung Gyu menganggukkan kepalanya mendengar seruan Tn.
Nam.
“Imo dan Sung Jong tinggal di sana,
kan?”
Ny. Kim tampak berpikir, “Bagaimana
denganmu, Sung Jong-ah?”
“Aku terserah eomma,”
“Baiklah kalau begitu,”
Sung Gyu tersenyum simpul, lalu
matanya teralih pada sosok paruh bayah yang berdiri di samping Ny. Kim. Park
Ahjumma yang mengerti maksud tatapan Sung Gyu pun hanya menganggukkan
kepalanya. “Assa!”
“Aigoo! Kau senang eoh!?”
“Tentu saja, appa. Aku ingin
mengangkut semua orang yang kusayangi tinggal di sana. Rumah itu sepeti tidak
ada isinya sama sekali kalau hanya ada aku, Sung Jong, imo, dan ahjumma,”
Tn. Nam yang sedari tadi berdiri di
samping Sung Gyu hanya mengelus lembut surai caramel Sung Gyu. “Appa ...”
“E-eoh!?”
“Ada apa? Appa sedih?”
“Aniya, appa hanya merindukan anak
tertua appa,”
“Boo Hyun h-hyung?”
“Kekekekk ... benar, dia. Sebenarnya
appa berencana 2 hari lagi untuk berangkat ke Jepang, tapi appa kasihan pada
Woo Hyun. Appa baru sampai di Korea 2 hari yang lalu. Kita baru berkumpul di
satu negara setelah 1 bulan terpisah. Lagi, kalau ke Jepang, kami tidak bisa
pulang dengan cepat. Woo Hyun harus ikut dengan kami,”
Sung Gyu terus menundukkan kepalanya
selama Tn. Nam menuturkan tentang keluarganya, berpikir untuk mecari jalan yang
bisa mereka lalui tanpa ada yang merasa tidak nyaman, “Bagaimana kalau Woo Hyun
tinggal di rumahku untuk sementara, appa?”
“Tidak! Anak itu benar-benar lupa
aturan kalau itu berurusan denganmu,”
Ucapan Tn. Nam membuat semua yang
berkumpul di sana meledakkan tawanya, “Tunggu! Siapa sebenarnya Woo Hyun?”
“Besok kau juga akan tahu, Sung
Jong-ah. Sekarang kita pulang saja,” Seruan Sung Gyu di jawab anggukan oleh
seluruh anggota keluarga barunya.
Sung Gyu mengikuti Tn. Nam
keparkiran untuk mengambil mobilnya, sedangkan 2 anggota keluarganya lagi
mengikuti Sung Jong karena Sung Jong yang memegang kunci mobil Ny. Kim.
=====*=====
Sesampainya Woo Hyun di kediaman
keluarga Kim, Woo Hyun langsung meminta satpam untuk membukakan gerbang
padanya. Kamar Sung Gyu menjadi sasarannnya untuk merebahkan tubuhnya. Kediaman
keluarga Kim begitu sepi, tanpa seorang pelayan pun. Woo Hyun tahu, pasti
biasanya di sini ramai karena terlalu banyak pelayan. Mengingat Ny. Choi sudah
mendekam di penjara, jadilah para pelayan ingin keluar dari penyiksaan duniawi
ini.
Woo Hyun terus mencari kamar Sung
Gyu. Lantai satu sudah selesai ia geledah. Tapi tak ada satu pun kamar yang
identik dengan tunangannya itu. Mata Woo Hyun terpokus ke sebuah kamar bercat
putih yang ada di ujung lorong sebelah kiri. Kakinya melangkah melewati kamar
demi kamar menuju kamar yang berpintu putih itu.
Ceklek!
Benar. Sepertinya ini kamar Sung Gyu.
Jika dilihat dari setiap sudut kamar ini, benar-benar idntik dengan diri Sung
Gyu. Sebuah lemari warna putih, pintu bercat putih, selimut serta bed king
sizenya yang berwarna putih, lantai putih, gorden, dan semua barang yang ada di
atas lemari yang biasa Sung Gyu jadikan tempat untuk meletakkan berbagai
perlengkapannya, semuanya warna putih. Woo Hyun hanya menyunggingkan senyum
tipis di bibirnya merasa nuansa baru ini. Berbeda sekali dengan kamarnya yang
penuh dengan warna merah. Tidak ada debu atau sarang laba-laba di sini,
walaupun sudah Sung Gyu tinggal bertahun-tahun. Mungkin para pelayan iu juga membersihkan
kamar ini, tanpa membuang satu benda pu.
Woo Hyun rebahkan tubuhnya di bed
king size Sung Gyu. Hilang sudah kegelisahannya ketika kepalanya menyentuh di
bantal yang sama dengan Sung Gyu. Haruskah Woo Hyun mencuri salah satu barang
Sung Gyu sebagai koleksinya? Tentu saja foto dari Sung Gyu tidak cukup sebagai
koleksinya tentang diri Sung Gyu. Woo Hyun ambil sebuah poster musik yang
tertempel di dinding kamar Sung Gyu. Woo Hyun berdecak ketika melihat poster
yang berisikan 7 laki-laki tampan itu. 7 laki-laki idola Sung Gyu yang sering
di sebut Infinite itu sedikit membuat Woo Hyun cemburu. Yah ... bahkan kadang
Sung Gyu memilih mendengarkan musik Infinite daripada mendengarkannya
bernyanyi. Apa yang kurang dari Woo Hyun? Ia juga tampan dan ia juga memiliki
suara yang bagus. Salahkan lirik lagu yang sering Woo Hyun nyanyikan hanya
berisi gombalan, itu pun waktu Sung Gyu masih menjadi pelayan Woo Hyun.
Woo Hyun langsung melipat poster itu
dan menyembunyikannya di bawah tepat tidur Sung Gyu. Tak lama kemudian, Woo
Hyun mendengar suara klakson mobil. Langkahnya membawa ke dekat jendela, ia
buka sedikit gorden untuk melihat siapa yang datang. Yang dia lihat adalah
mobil appanya dan satu mobil lagi di belakang mobil appanya. Woo Hyun tutup
lagi gorden itu. Tubuhnya kembali duduk di tempat tidur Sung Gyu.
Penglihatannya menelusuri setiap sudut dalam kamar ini. Matanya tertuju pada
sebuah laci nakas yang berada di samping tempat tidur Sung Gyu.
Woo Hyun menarik laci itu. Yang di
temukannya sebuah buku dairy bersampulkan putih lengkap dengan bolpennya. Tanpa
membaca terlebih dahulu, segera Woo Hyun lempar buku dairy itu ke bawah tempat
tidur Sung Gyu. Woo Hyun membulatkan matanya ketika mendengar sebuah derap kaki
mendekati kamar Sung Gyu. Posisinya saat ini sedang terancam.
Woo Hyun berdiri kembali dan
langsung melangkahkan kakinya menuju pintu. Ia yakin, derap langkah kaki itu
milik Sung Gyu. Ketika Woo Hyun membuka pintu, saat itulah Sung Gyu sudah
berdiri tepat di hadapannya, lengkap dengan wajah terkejutnya.
Belum lepas keterkejutan Sung Gyu
yang melihat Woo Hyun tiba-tiba ada di kamarnya, keterkejutannya bertambah
ketika benda kenyal dan basah itu tiba-tiba menempel begitu saja di bibir
merahnya. Namun keterkejutannya karena keberadaan dan tindakan tiba-tiba Woo
Hyun terbayarkan ketika tangan kanan Woo Hyun sudah memeluk pinggangnya dan
tangan kirinya memegang dagunya. Sung Gyu pun hanya bisa mengikuti permainan
Woo Hyun. Perlahan tangan Sung Gyu mengalung di leher Woo Hyun. Woo Hyun yang
tahu bahwa Sung Gyu sudah menikmati ciumannya, ia pun membawa Sung Gyu ke
kamarnya tanpa melepas tautan bibirnya dengan Sung Gyu. Ia rebahkan tubuh Sung
Gyu di tempat tidur. Woo Hyun menindih tubuh Sung Gyu, sementara bibirnya dan
bibir Sung Gyu terus bertautan. Tak henti-hentinya Sung Gyu mengeluarkan
desahan yang begitu keras karena permainan Woo Hyun. Jangan salahkan Woo Hyun
yang semakin bersemangat, salahkan Sung Gyu yang terus mengeluarkan suara-suara
aneh itu.
“H-Hyun ...” seru Sung Gyu ketika
Woo Hyun melepas sebentar bibirnya.
Woo Hyun pun melepas bibir Sung Gyu,
namun wajah keduanya hanya berjarak 3 cm. “Kau melakukan banyak kesalahan
padaku, Gyu.”
Sesaat setelah Woo Hyun berucap
demikian, kembali Woo Hyun menjejal mulut Sung Gyu dengan ciuman memabukkannya.
Lagi-lagi Sung Gyu hanya bisa mengikuti permainan Woo Hyun. Woo Hyun semakin
menambah sensasi aneh pada Sung Gyu dengan tangannya yang tak pernah mau diam
itu. Sungguh! Kalau Woo Hyun tidak melepaskannya, Sung Gyu benar-benar bisa
meledak sekarang.
“Hyun!!” Teriak Sung Gyu.
Teriakannya berhasil membuat Woo Hyun melepaskannya.
Kali ini Sung Gyu baru bisa bernapas
dengan lega. Woo Hyun mendirikan tubuhnya, sementara Sung Gyu masih terkapar
dengan napas yang memburu, “Jangan lagi ... biar aku hhh ... yang menyelesaikan
ini sendiri. Kau turunlah hhhh ... kebawah, temani appa dan yang lain ... hhh
bilang pada mereka kalau hhh... aku masih hhh ... Ahhh!!”
Belum sempat Sung Gyu menyelesaikan
ucapannya, ia sudah masuk ke kamar mandi, “Boleh aku bantu, Gyu?”
Pertanyaan Woo Hyun hanya di jawab
dengan sebuah desahan dari Sung Gyu. Jujur, sebenarnya Woo Hyun benar-benar
tidak bisa menahan obsesinya pada diri Sung Gyu. Woo Hyun sudah nekad melakukan
hal lebih dari sebuah ciuman hot pada Sung Gyu. Mudah-mudahan kamar Sung Gyu
ini juga kedap suara seperti apartementnya. Kalau tidak, appanya yang dibawah
pasti sudah memarahinya.
“Baru juga di sentuh, akibatnya
sudah seperti itu. Padahal itu baru pemanasan dari permainanku, ck!” monolog
Woo Hyun.
Setelah itu Woo Hyun keluar kamar
Sung Gyu dengan senyum yang terus mengembang. Ia berhasil mendengar desahan
Sung Gyu sekali lagi. Ia juga berhasil membuat Sung Gyu *sensor* dengan
tangannya, walaupun tidak ditangannya, tetapi suatu saat nanti, Woo Hyun yakin
bisa berbuat lebih dari ini, sebelum menikah.
Di kamar mandi ...
“Dasar pohon!” Umpat Sung Gyu di
kamar mandi. “Hhhh ... ini benar-benar menyiksa .. ssshhhh ... aku harus ganti
celana, tapi koperku sshhh ... ada di bawah ...” rutuknya. Kali ini Sung Gyu
benar-benar gagal menceramahi Woo Hyun karena sifat kelewat romantis yang Woo
Hyun miliki. Apapun itu, Sung Gyu harus menceramahi Woo Hyun karena
kebolosannya ke sekolah.
=====*=====
“Hyun? Kau di sini?”
Tanya Tn. Nam. Woo Hyun mendudukkan
dirinya di samping Tn. Nam. “Yah ... seperti yang appa lihat,” Woo Hyun
mengerjitkan dahinya ketika melihat seorang namja cantik di depannya yang
sedang berbincang dengan Ny. Kim. “Appa ... dia siapa?”
“Dia Sung Jong, saudara Sung Gyu.”
Mendengar namanya, Sung Jong
langsung menolehkan kepalanya. Walaupun sangat pelan bahkan hampir tidak ada
satu pun orang yang mendengar ucapan Sung Jong, tapi Sung Jong benar-benar
mengucapkan kata ‘Wow!’ ketika matanya bertemu dengan Woo Hyun.
Woo Hyun mengulurkan tangannya, “Nam
Woo Hyun.”
Sung Jong menelan air ludahnya ketika
menatap tangan Woo Hyun yang sudah siap untuk berjabat tangan dengannya,
“Tunangan Sung Gyu.” Senyum Sung Jong terhenti ketika Woo Hyun melanjutkan
ucapannya.
TBC
0 komentar:
Posting Komentar