Jumat, 26 Mei 2017

ff WooGyu WIWAM (Whether It Was A Mistake) Chapter 4


Tittle : WIWAM (Whether It Was A Mistake?) Chapter 4
Author : Kim Hye Jin_MRS.
Main Cats : Kim Sung Gyu & Nam Woo Hyun.
Support Cats : All member infinite, muncul sesuai kebutuhan.
Rated : Untuk semua anak Woo Gyu J
Lenght : Chapter 4 of ...?
Summary : Siapa yang harus ku salahkan. Apakah cinta yang ada dalam hatiku, ataukah aku yang memang salah mencintaimu?
WARNING : Pemakaian EYD tidak ada yang benar, bahasanya asal-asalan, bertele-tele, typo bertebaran. Jelek? Harap di maklum karena saya masih belajar untuk jadi Author yang baik.
Note : FF ini benar-benar berasal dari otak+pemikiran Author yang terbatas. Jadi, kalau ada kalimat yang sama dengan FF yang lain berarti itu murni ketidak sengajaan.
(~0~ Happy Reading ~0~)

Majubogo haryeodeon geu mal (Sebuah kata yang ingin aku katakan padamu)
Chama haji mot haetdeon geu mal (Sebuah kata yang tak dapat ku ungkapkan)
Na jeonhajido motan chae tto tteona (Tanpa kesempatan untuk mengatakannya)
I jarie honja dugo tteonagane (Kamu meninggalkanku sendiri ditempat ini)
Jikyeobol su bakke nan… (Semua yang dapat kulakukan adalah mengamati)
Tto chamabol su bakke na… (Semua yang dapat kulakukan adalah menunggu)
I goseseo neol gidaryeo (Dan menunggumu disini)
Aswiumman namgin chae tto meoreojindaedo du (Kamu telah pergi jauh dan hanya meninggalkan penyesalan)
Nuneul gameun chae malhae (Mengatakannya dengan kedua mata yang tertutup)
Na sori eobsi bulleobonda geudae jigeum (Aku berteriak tanpa suara)
Gieokhamyeo bulleobonda geudae (Aku berteriak mengingatkanmu)
Ijeuryeogo noryeokhaedo geudae (Aku mencoba melupakanmu)
Nae mam gatji anheungeol almyeonseodo (Memahamimu tanpa berbagi apa yang kurasakan)
Malhaejuji motaetdeon geu mal saranghae… (Kata-kata yang tak dapat kukatakan padamu “aku mencintaimu”)
Chama naeji motaetdeon geumal (Kata-kata yang tak dapat membawa diriku untuk mengungkapkan)
Na jeonhajido motan chae tto tteona (Tanpa kesempatan untuk mengatakannya)
I jarie honja dugo meoreojine (Kamu meninggalkanku sendiri disini dan pergi jauh)
Gidaril su bakke nan… (Semua yang kulakukan adalah menunggu)
Nun gamabol su bakke na… (Semua yang kulakukan adalah menutup mataku)
I goseseo na meomchwoseoseo (Dan aku terhenti disini)
Aswiumman namgin chae neo meoreojindaedo (Kamu telah pergi jauh dan hanya meninggalkan penyesalan)
Du soneul moeun chae malhae (Mengatakannya dengan kedua mata tanganmu)
Maeumeuro malhaebonda geudae jigeum (Aku mengatakannya dengan pikiranku)
Hoksirado doraolkka naege (Berpikir bahwa itu mungkin bisa membuatmu kembali padaku)
Nae mam gatji anketjiman geudae (Kamu tidak berbagi dengan perasaanku)
doraondamyeon hoksirado majuchilkkabwa (Tapi jika kamu kembali mungkin aku akan berlari padamu)
Sebelumnya dichapter 3
‘Gomawo, Myung Soo. Sebenarnya aku lemah dalam hal menunggu, aku benci menunggu. Tapi demi Sung Gyu, akan ku tunggu sampai ia kembali walaupun ia sudah berada dalam dekapan orang lain’
Chapter 4
Sejak hari itu, Woo Hyun berusaha keras menghilangkan sifat angkuhnya. Yah ... walaupun Sung Gyu sudah tak lagi bersamanya, setidaknya nanti kalau Sung Gyu sudah kembali ia sudah berubah. Itu yang diharapkannya. Apakah Sung Gyu nantinya kembali atau tidak? Biar takdir yang menentukan.
Seluruh ujian telah Woo Hyun dan kawan-kawan lewati dengan hasil yang memuaskan. Tidak bisa diragukan lagi, semua siswa super five jelas bisa meraih universitas-universitas ternama di dunia tanpa tes. Woo Hyun sendiri di minta salah satu universitas terkenal di Jerman untuk sekolah di sana. Namun tekadnya untuk menunggu Sung Gyu pulang membuatnya melepas tawaran berharga tersebut dan memberikannya pada orang lain. Myung Soo memilih ikut orang tuanya dan melanjutkan pendidikannya di Jepang, seperti yang telah ia rencanakan dulu bersama Sung Gyu. Sung Yeol ikut Myung Soo dan masih dalam masa pengejaran cinta Myung Soo waktu itu. Key menerima tawaran eommanya untuk bersekolah di Roma, ibukota Itali. Sung Gyu, sudah jelas ia tengah berada di Harvard University AS bahkan sebelum ujian nasional terlaksana. Universitas yang akan menanggung hidupnya untuk kedepannya. Asrama dan seragam sudah menjadi tanggungan orang yang di sana, termasuk semua kebutuhannya kecuali jajan.
Namun, siapa sangka, salah satu dari siswa sukses ini sekarang tengah mengidap gangguan jiwa. Sebut saja dia Nam Woo Hyun. Sejak hari itu, Woo Hyun semakin mengurangi bicara dengan orang tua, Sung Yeol, bahkan dengan teman-temannya yang lain yang biasa ia ajak obrol tentang seputar WHS. Awalnya itu hanya dianggap sebuah respond dari Woo Hyun yang kehilangan Sung Gyu oleh orang-orang di sekitar Woo Hyun. Menjalani kuliahnya pun ia tampak baik-baik saja, walaupun jika di dilihat dengan jelas, Woo Hyun terlihat seperti mayat hidup berjalan. Bahkan Woo Hyun sempat diangkat sebagai CEO Nam Corp oleh appanya setelah lulus kuliah. Kekuasannya itu bertahan selama 1 tahun. Namun nyatanya takdir berkata lain, selama ini Woo Hyun tengah mengalami gangguan jiwa. Ia mengurangi buka mulut karena ia terlalu kaku untuk berbicara panjang lebar.
Kuliah selama 3 tahun, ditambah jabatannya sebagai CEO di Nam Corp sudah 1 tahun, semuanya genap 4 tahun. Namun, sampai sekarang tak ada tanda-tanda Sung Gyu akan kembali ke Seoul. Stress karena terus berpikir kapan Sung Gyu akan kembali. Itulah pemicu awal hingga Woo Hyun mengalami gangguan jiwa seperti sekarang. Woo Hyun terus menunggu dan menunggu, berusaha sabar menunggu Sung Gyu kapan pun ia akan kembali. Namun nyataannya jiwa yang bersemayam dalam raganya tidak kuat untuk menahan rasa rindu itu hingga berakhir seperti sekarang.
Sejak dokter pribadi keluarga Nam menyatakan Woo Hyun sakit jiwa, saat itulah Tn. Nam kembali menggantikan Woo Hyun sebagai CEO tanpa menurunkan nama CEO Nam Woo Hyun dari meja kerjanya. Tn. Nam masih berharap anak semata wayangnya itu akan kembali seperti dulu. Selalu tersenyum dan membantu appanya di kala appanya sudah tak kuat memikul beban keluarganya karena bekerja siang hari dan malam hari. Belum lagi ia harus keluar masuk Korea.
Sejak saat itu pula Woo Hyun hanya berdiam diri di rumah besarnya. Keluar dari kamar saat semua pelayan sudah kembali ke kamar masing-masing, sekitar jam 10 malam. Seakan-akan keberadaannya di rumah ini tidak diketahui siapa pun. Walaupun Woo Hyun keluar kamar, tapi yang ia lakukan hanya menonton tv di ruang tamu dengan tatapan kosong. Setelah itu kembali lagi ke kamarnya. itu terjadi terus menerus.
Sebuah kotak warna putih tak pernah lepas dari tangannya. Woo Hyun terus membawa kotak berisi surat, permen sekaligus toples dari Sung Gyu 4 tahun lalu. Tidur pun ia letakkan kotak itu di sampingnya dan memeluk kotak itu hingga pagi. Pernah suatu hari, kotak itu di letakkan di atas lemari oleh salah satu pelayannya tanpa sepengetahuan Woo Hyun. Alhasil pelayan itu di pecat dan menerima bentakan sekaligus ucapan pedas dari Woo Hyun. Kejadian itu sempat membuat Ny. Nam terheran-heran. Pasalnya Woo Hyun seolah-olah baru tersadar dari mimpinya ketika kotak itu diambil dari Woo Hyun tanpa seizin Woo Hyun. Ny. Nam menyimpulkan, salah satu obat jiwa Woo Hyun pasti orang yang telah memberikan barang-barang yang ada dalam kotak putih itu.
Kalau ada seseorang yang masuk kamarnya, Woo Hyun biarkan. Seperti membersihkan atau hanya sekedar membuka gorden. Namun, Woo Hyun memilih untuk tidak bergerak seperti patung dan membungkus tubuhnya dengan selimut. Kamar putih miliknya menjadi saksi bisu sakitnya mencintai Sung Gyu. Segala tangisan, rintihan, seruan dan amukan ia tumpahkan di sini.
Walaupun demikian, Tn. Nam tidak ingin anak semata wayangnya masuk rumah sakit jiwa. Tn. Nam hanya membayar seorang psikiater untuk merawat Woo Hyun di rumahnya setiap 1 minggu 3 kali. Namun, sejauh ini tak ada perkembangan sama sekali dengan Woo Hyun. Ny. Nam hanya bisa memandikan Woo Hyun di kala pagi tanpa keluar kamar, menyuapi Woo Hyun di kala pagi, siang, dan sore untuk makan.
Sebenarnya aku lemah dalam hal menunggu, aku benci menunggu. Tapi demi Sung Gyu, akan ku tunggu sampai ia kembali walaupun ia sudah berada dalam dekapan orang lain’
Itu yang pernah ada dalam batin Woo Hyun. Inikah yang akan terjadi kalau ia benar-benar tidak kuat untuk menunggu?. Seorang psikiater tak membuatnya kembali menjadi Nam Woo Hyun yang dulu, bahkan barang sedikit pun tak ada perubahan pada Woo Hyun. Selalu saja yang terlihat tatapan kosongnya.
4 tahun berlalu, Myung Soo dan Sung Yeol kembali ke Seoul. Mereka langsung menuju kediaman keluarga Nam ketika membaca sebuah koran usang yang menuliskan berita tentang ‘CEO Nam Corp tengah mengidap gangguan jiwa’. Saat keduanya sampai di kediaman keluarga Nam, mereka hanya bisa ternganga melihat kondisi Woo Hyun.
Woo Hyun yang sekarang mereka lihat benar-benar telihat seperti mayat hidup. Badan Woo Hyun kurus kerempeng dan lingkaran hitam di bawah matanya terlihat dengan jelas. Bekas air mata seperti yang Myung Soo lihat 4 tahun lalu pun terlihat samar-samar di kedua pipi Woo Hyun. Myung Soo berusaha menyadarkan Woo Hyun dengan mengguncang badan Woo Hyun, namun itu usaha yang sia-sia. Seorang psikiater hebat yang ada di Seoul saja tidak mampu, apalagi dirinya yang notebanenya hanya seorang musuh di masalalu Woo Hyun. Sung Yeol pun sama. Walau pun Sung Yeol memutuskan hubungan dengan Woo Hyun secara sepihak, tapi Sung Yeol cukup tahu dengan perasaan Woo Hyun yang sesungguhnya. Woo Hyun sudah mencintai Sung Gyu, oleh karena itu Sung Yeol melepasnnya. Keduanya sama-sama mencintai orang lain, buat apalagi hubungan itu di pertahankan. Walaupun Sung Yeol lagi-lagi mendapat omelan dari sang eomma, tapi itu tidak menjadi halangan baginya untuk mengejar laki-laki es itu. Sekarang tugasnya sebagai mantan Woo Hyun hanya membantu Woo Hyun untuk kembali seperti dulu.
Kedatangan Myung Soo dan Sung Yeol ke kediamannya membuat Ny. Nam senang. Dengan ini ia bisa mencari tahu orang yang memberikan barang-barang yang ada dalam kotak putih itu. Awalnya Myung Soo sukar untuk memberitahunya. Orang yang memberikan barang-barang itu sudah tak lagi menginjakkan kaki di benua yang sama dengan Woo Hyun. Namun, Sung Yeol meyakinkan orang yang sekarang sudah menjadi kekasihnya itu. Setidaknya keluarga ini mempunyai peluang untuk mencari obat bagi Woo Hyun.
Berulang kali Myung Soo mencoba mengirim pesan pada Sung Gyu lewat e-mail, namun selalu tanda belum di baca yang tertera. Sesibuk itu kah Sung Gyu?. Hingga akhir bulan tahun 2021 berjalan, tak ada tanda-tanda atau kabar Sung Gyu akan pulang dari AS. Myung Soo, Sung Yeol, Tn. Nam, Ny. Nam, dan seorang psikiater hanya bisa merawat Woo Hyun sebisanya. Sekarang, Myung Soo tak lagi menganggap Woo Hyun musuhnya, melainkan seseorang yang harus ia jaga demi sahabatnya. Sedangkan Sung Yeol hanya bisa membantu dengan mengajak Woo Hyun berbicara, walaupun tidak pernah di tanggapi sekalipun. Hanya jam 10 malam kesadaran Woo Hyun kembali, yah ... walaupun hanya bisa berjalan. Tatapan tetap kosong dan pikirannya melayang entah kemana.
5 tahun kemudian ...
Seorang laki-laki manis berkacamata hitam, lengkap dengan koper hitam yang menjadi barang bawaannya, menjadi bahan perhatian sebagian pengunjung bandara pagi ini. Pelan ia membuka kaca mata hitamnya. Bibir tipisnya sedikit terangkat membentuk sebuah lengkungan ketika warna orange menyambutnya di pintu Bandara Icheon.
“Tepat dugaanku, Seoul sedang musim gugur,”
Lagi-lagi bibir tipis itu melengkung. Senyum manisnya tak pernah bosan untuk dipandang. Ia mengibaskan tangannya pada sebuah taxi yang memang tersedia di sekitar bandara.
“Rumah sakit Shanghai, pak,” ucapnya mengucapkan alamat tujuannya.
Sekitar 30 menit laki-laki manis itu mengendarai taxi menuju Rumah Sakit Shanghai. Rumah sakit yang telah menawarkan sekaligus menyuruhnya pulang untuk bekerja di sana. Rumah Sakit Shanghai merupakan rumah sakit terkenal yang ada di Seoul yang berada di bawah naungan Nam Corp. Dirinya yang mempunyai prestasi dalam bidang kejiwaan membuat rumah sakit terkenal ini memintanya sendiri untuk bekerja di sana. Sudah banyak orang yang ia sembuhkan ketika ia bekerja di salah satu rumah sakit di Amerika. Siapa sangka ia akan kembali ke tanah kelahirannya ini setelah lima tahun berpisah dengan keluarga. Mengingat masalalu kelamnya juga di tanah kelahirannya sebelum keberangkatannya ke Amerika sedikit membuatnya gelisah. Ketakutannya untuk bertemu dengan orang yang ia cintai membuatnya sedikit lebih lama lagi tingga di Amerika.
‘Sedikit lebih lama lagi’ benarkah itu sedikit lebih lama?. Tidak bagi ‘Dia’ yang sedang menunggunya tanpa mendapat kabar apapun. Lihatlah akibat darinya yang menganggap semuanya akan lebih baik jika ia harus bertahan lebih lama lagi di Amerika. Ia telah mengakibatkan salah satu jiwa yang ada di Seoul menghilang.
Laki-laki bermata sipit itu turun dari taxi setelah membayar jasa sopir taxi. Ia menengadahkan kepalanya. Papan besar bertuliskan ‘Rumah Sakit Shanghai’ yang berhiaskan lampu tepat berada di atasnya.
“Sung Gyu-ssi?”
Seruan seseorang yang berada di belakangnya membuat laki-laki manis itu membalikkan badannya. Laki-laki manis itu langsung membungkukkan badannya 90 derajat ketika mendapati seorang laki-laki bertubuh atletis tengah tersenyum padanya.
“Anda pasti Sung Gyu-ssi, kan? Anda sudah kami tunggu. Silahkan ikut saya,”
Laki-laki manis itu pun mengikuti orang tadi yang sempat memanggil namanya dengan nama Sung Gyu. Yah ... laki-laki manis bermata sipit berbibir cherry itu adalah Kim Sung Gyu. Orang yang selama ini ditunggu kedatangannya oleh Woo Hyun. Yang 5 tahun lalu merupakan salah satu siswa WHS kelas super five yang sekarang sukses di Amerika sebagai seorang psikiater dan pengarang misterius berinisial ‘SG’. Novel pertamanya yang berjudul ‘My Real Story’ berhasil membuat pembacanya mewek dengan tulisannya.
“Sung Gyu-ssi, anda bisa langsung masuk ke ruangan paling ujung sana,”
Ucapan orang tadi membuat langkah Sung Gyu terhenti, “Sebelumnya perkenalkan, nama saya Lee Howon, anda bisa memanggil saya Hoya. Saya adalah wakil Direktur Jang.”
“O-Ouh! Saya Kim Sung Gyu. Anda bisa memanggil saya seperti tadi, tapi tolong embel-embel ssinya dibuang. Itu membuat saya terdengar tua. kita seumuran, kan?”
“Eum, sepertinya. Baiklah, anda bisa pergi sendiri ke ruangan Direktur Jang, kan?”
“Iya, terimakasih untuk bantuannya Hoya-ssi.”
Setelah itu, orang yang bernama Hoya masuk ke ruangannya yang tak jauh dari ruangan Direktur Jang. Sung Gyu pun melanjutkan langkahnya menuju tujuannya.
Sung Gyu membuka pintu. “Permisi ...” Ucapnya sambil membungkukkan badannya ketika mendapati seseorang berjas putih seperti dokter. Orang itu sepertinya tidak menyadari kedatangan Sung Gyu karena terlalu sibuk dengan kertas-kertas yang ada di tangannya.
Orang itu langsung meletakkan kertas-kertas itu ketika melihat Sung Gyu berdiri di hadapannya. “Ah! Sung Gyu-ssi, silahkan duduk,”
Sesuai intruksi orang itu, Sung Gyu duduk di sebuah sofa coklat yang terdapat dalam ruangan itu, diikuti oleh orang berjas putih tadi.
“Saya kira seorang dokter psikiater yang bernama Kim Sung Gyu adalah seorang kakek-kakek yang sudah keriput dan beruban. Ternyata anda masih muda ...”
“Kekekekk ... yah ... saya juga. Saya kira Direktur Jang adalah seorang bapak-bapak yang sangat membosankan,”
“Anda datang ke sini, berarti anda telah menerima tawaran kami, benar?”
“Benar, saya mau bekerja di rumah sakit ini. Setelah menerima laporan dari rumah sakit ini, saya tertarik dengan seorang pasien yang mengalami gangguan jiwa, ahh maksud saya stress. Katanya kesadaran orang itu hanya kembali ketika kotak miliknya diambil, benarkah itu?”
“Ouh! Pasien yang itu? Sebenarnya pasien itu adalah putra dari pemilik rumah sakit ini,”
Mata Sung Gyu membulat, “Jin-jinjja?”
“Eum. Saya tidak tahu lebih banyak cerita tentang putra semata wayang pemilik rumah sakit ini. Pemilik rumah sakit ini juga sangat sibuk mengurusi bisnis dan keluarganya. Saya sebagai direktur Rumah Sakit Shanghai dipercaya bisa menghandel semua pasien dengan bantuan anda. Termasuk putra pemilik rumah sakit ini,”
“Tunggu! Maksud anda menyuruh saya bekerja di rumah sakit ini untuk mengobati putra pemilik rumah sakit ini, begitu?”
Direktur menganggukkan kepalanya, “Saya percaya anda bisa, Sung Gyu-ssi. Saya sudah mendengar banyak tentang cerita hidup anda. Anda dulunya adalah salah satu siswa WHS kelas super five, bukan?”
“Ba-bagaimana anda bisa tahu?”
“Sebenarnya ini berawal dari novel yang telah anda tulis. Novel anda yang berjudul ‘My Real Story’ benar-benar membuat saya terenyuh,”
“A-ahahaha ... anda bisa saja, itu bukan karangan saya. Tidak ada nama Kim Sung Gyu di sana,”
“SG. Saya pikir itu inisial nama anda,”
“Ten-tentu saja bukan,”
“Ouh bukan ya? Maaf, berarti saya salah orang,”
“Ahahaha .. gwenchanayo ..”
Sung Gyu menghela napas ketika Direktur Jang tidak lagi membahas tentang novel karangannya. Bagaimana mungkin novel yang ia tulis dalam bahasa inggris itu berada di Korea? Ahh! Mungkin saja Direktur Jang membacanya lewat online. Siapa yang tahu ... biarkan saja.
“Jadi, Sung Gyu-ssi. Apakah anda mau menerima pekerjaan ini?”
“Ne. Kapan saya mulai bekerja?”
“Besok. Anda akan diantarkan langsung ke kediaman pemilik rumah sakit ini oleh wakil saya. Saya yakin anda sudah bertemu dengannya, kan?”
“Hoya-ssi?”
“Benar, dia besok yang akan mengantarkan anda ke kediaman pasien,”
Sung Gyu menganggukkan kepalanya mengerti dengan ucapan Direktur Jang. “Anda bisa keluar,”
“Terimakasih kerjasamanya,” ucap Sung Gyu sambil membugkukkan badannya 90 derajat sebelum menutup pintu.
“Maafkan saya Sung Gyu-ssi, saya tidak percaya kalau novel itu bukan karangan anda. Saya telah menelusuri kehidupan anda. Orang yang ada dalam novel itu pasti adalah ...”
=====*=====
Setelah Sung Gyu banyak membicarakan perihal pekerjaannya di rumah sakit ini, ia kembali mengambil kopernya di penitipan barang dan melangkah keluar dari rumah sakit. Setelah ini tujuannya hanya Gwangju, tempat eomma dan imonya tinggal.
Selama ban taxi terus berputar menuju Gwangju, bibir Sung Gyu tak henti-hentinya menyunggingkan senyum manisnya ketika melihat daun-daun maple yang berjatuhan dan hampir menutupi jalanan yang ia lewati. Pulang di tanggal awal bulan november memang tidak salah. Selain ia bisa menikmati pemandangan warna orange Seoul, ia juga bisa mengunjungi pohon persahabatannya dengan Myung Soo yang sudah berubah warna. Tunggu! Myung Soo?
Sung Gyu tersadar dari lamunannya. Ia langsung membuka ponselnya, aplikasi e-mail menjadi sasaran utamanya. Sekitar 110 e-mail yang ia terima, dan rata-rata dari Myung Soo semua. Sung Gyu kembali mematikan ponselnya tanpa membaca salah satu e-mail dari Myung Soo. Mungkin itu hanya ulah sahabatnya itu ketika masih ada di Amerika. ‘lebih baik nanti sore aku ke mansion keluarga Kim,’ mungkin itu yang Sung Gyu pikir.
Setelah bosan mencuci mata dengan warna yang serba orange, Sung Gyu pun terlelap. Ketika taxi sudah berhenti di depan sebuah rumah sederhana, Sung Gyu terbangun. Ia langsung membayar jasa taxi kemudian meminta bantuan sopir taxi untuk membantunya membawa koper ke dalam rumah. Tepat saat Sung Gyu ingin mengetuk pintu, tiba-tiba eomma Kim sudah menunggunya di ambang pintu. Sung Gyu langsung memeluk eommanya ketika melihat senyum manis yang tercetak di bibir tipis eommanya.
“Eomma ... bogoshipposeo ...”
“Hey .. kenapa malah nangis eoh!?”
“Aniya, hanya merindukan eomma ...”
Pelan eomma Kim melepas pelukan erat Sung Gyu. Dengan sedikit terpaksa Sung Gyu pun melepas pelukan sayangnya pada eommanya.
“Masuklah dulu, eomma masakkan makanan kesukaanmu,”
“Arasseo. Pak! Anda bisa letakkan koper saya di sini,”
“Tidak perlu dimasukkan ke dalam rumah, tuan?”
“Tidak, tidak usah. Terimakasih, pak,”
“Ne ... saya pergi dulu,”
Sementara taxi mulai menjauh dari kediaman sederhana Sung Gyu, Sung Gyu pun sudah duduk manis menunggu eommanya menyiapkan masakan kesukaannya di dapur. Sebuah makanan sederhana, hanya kimbab, dan sup ayam. Perawakan sederhana memang menempel sejak kecil pada diri Sung Gyu. Tinggal di Amerika selama 5 tahun tidak membuatnya menjadi orang yang suka menghambur-hamburkan uang. Ia ingat bagaimana susahnya tinggal sendiri di kota orang, oleh karena itu tak gampang baginya untuk menggunakan uang seenaknya.
“Makanlah,”
“Imo kemana?”
“Imo pindah ke Mangwondong.”
Sung Gyu mulai mengambil kimbab kemudian memasukkan ke mulutnya, setelah itu ia tambahkan sup ayam.
“Kenapa eomma tidak ikut imo?” Tanya Sung Gyu dengan mulut penuh nasi.
“Aishhh! Kebiasaan. Makan dulu baru bicara,”
Mendengar nada kekesalan eommanya, Sung Gyu pun fokus pada kimbab dan sup ayam yang ada di depannya. Sung Gyu terus makan, sementara eommanya terus memerhatikan Sung Gyu. Untuk sesekali eommanya terkikik karena melihat cara makan Sung Gyu yang masih belepotan. Sudah lama Sung Gyu tidak merasakan suasana seperti ini. Sekitar 5 menit akhirnya Sung Gyu selesai dengan ritual makannya.
“Eomma ... bagaimana kalau kita tinggal di Seoul saja?”
Eommanya terdiam. Tampak berpikir dengan tenang.
“Bagaimana dengan rumah peninggalan appa? Apakah kita akan menjual rumah ini, Gyu?”
“Tentu saja tidak, eomma. Kita bisa sewakan rumah ini, sementara barang-barangnya kita bawa ke rumah baru kita di Seoul.Setiap bulannya Gyu sudah bisa menghasilkan jutaan won di Rumah Sakit Shanghai, eomma sendiri bisa dapat uang dari rumah kita ini. Jadi enak, Gyu punya uang sendiri dan eomma juga punya uang sendiri,” jelas Sung Gyu seraya melempar senyum pada eommanya.
Eomma Kim menatap haru Sung Gyu. “Putra eomma sudah besar,” ucapnya. Sung Gyu hanya membalas ucapan eommanya dengan senyum simpul.
“Jadi, kapan kita pindah?”
“Nanti sore Gyu akan ke Seoul, membeli rumah sekaligus ingin mengunjungi sahabat Gyu di sana,”
“Baiklah. Sebaiknya Gyu mandi sana, aroma Amerika masih melekat. Syu syu syu ...” canda eommanya.
“Ahhh ... eomma ... Gyu masih kangen eomma,”
“Aishhh! Umur sudah 25 tapi masih merengek ke eommanya. Sudah berapa jiwa yang Gyu perbaiki? Eomma yakin itu tidak sedikit, tapi kenapa Gyu yang berumur 15 tahun masih ada eoh!?”
Sung Gyu hanya mempoutkan bibirnya mendengar ucapan eommanya, “Baiklah baiklah, Gyu mandi ...”
Sung Gyu pun memberanjakkan dirinya menuju kamar sederhananya. Eomma Kim tersenyum simpul ketika mendengar anaknya mendumel kesal akibat disuruh mandi.
“Ah! Hampir lupa. Kalau pun nanti kita harus membawa barang peninggalan appa, kita tidak boleh membawa lemari loh eomma ...”
“Ck! Sudah mandi!”
Sedikit bentakan Eomma Kim membuat Sung Gyu ketawa hingga terbahak-bahak di dalam kamar mandi. Sudah lama Sung Gyu tidak merasakan suasana melegakan seperti sekarang ini. Walaupun dulu ketika ia masih di Amerika terasa tenang karena bisa mendapat teman baru, tanpa melihat tampang Woo Hyun, tetapi suasana hatinya yang sekarang terasa lebih hidup walaupun hanya ada eomma dan dirinya, tanpa sesosok appa yang mendampingi. Semuanya terasa lebih ringan. Walaupun demikian, ia tetap merindukan sosok seorang appa.
Sekitar 7 menit Sung Gyu menyelesaikan acara mandinya. Setelah mengganti pakaiannya dengan sebuah kaos putih, Sung Gyu memutuskan hanya menonton tv yang terdapat di ruang tengah. Ia mendudukkan dirinya di sebuah sofa merah yang cukup usang dengan sebuah tv kecil di depannya. Tunggulah setelah ini, ia pasti bisa memberikan tempat tinggal yang layak bagi eommanya. Jabatannya di Rumah Sakit Shanghai memang hanyalah seorang dokter psikiater biasa, tapi pasien yang besok akan ia rawat bukanlah sembarangan pasien. Beliau adalah putra dari pemilik Rumah Sakit Shanghai. Tentulah gajinya selama 1 bulan tidak sedikit. Belum lagi kesembuhan pasien itu. Jika ia behasil pasti akan banyak bonus yang ia terima. Ia yakin bisa menyembuhkan pasiennya.
Sung Gyu terus menggonta-ganti chaenel tv, namun tak ada pun yang cocok baginya. Yang terasa hanya bosan. Eommanya juga pasti sudah tidur, mengingat matahari sudah ada di atas ubun-ubun. Waktu yang tepat untuk tidur siang. Tapi untuk Sung Gyu tidak, ini adalah waktu yang tepat baginya untuk mulai menyentuh keybord laptopnya.
Sung Gyu memutuskan kembali ke kamar dan mematikan tv. Ia jadikan bantal sebagai ganjalan kedua sikunya. Tangannya meraih tas laptopnya. Ia mulai membuka laptop putih miliknya. Setelah menghidupkannya, microsoft office word menjadi tujuan utamanya. Jarinya mulai menari-nari diatas keybord, sementara pikirannya mulai mengangkit kata demi kata hingga membentuk kalimat, kalimat-kalimat itu pun berubah menjadi sebuah paragraf.
Sekitar 1 jam Sung Gyu terus berkutat dengan laptop dan microsoft wordnya, terdengar ketukan sebanyak 3 kali dari luar.
“Katanya mau ke Seoul?”
Sung Gyu menepuk kepalanya, “Hampir lupa. Aku harus bertemu Myung Soo.” Gumannya.
“Gyu ...” panggi Eomma Kim lagi merasa tak ada jawaban dari dalam.
“Ne eomma. Gyu siap ...”
Suara langkah kaki mulai menjauh dari depan kamar Sung Gyu. Sung Gyu pun hanya mengganti kaosnya dengan sebuah kemeja putih garis-garis merah, mengangkat lengan kemeja itu hingga siku, lalu menggati celana rumahannya dengan sebuah celan jins warna hitam. Ia memilih sepatu yang senada dengan kemejanya.
“Ck! Anak Eomma Kim memang selalu tampan,” pujinya sendiri.
Sung Gyu hanya tinggal berjalan sedikit ke sebuah halte dekat rumahnya. Duduk sebentar untuk menunggu bis lewat yang akan mengantarkannya ke Seoul. Lama kelamaan, bosan mulai menghampirinya. Tetapi tidak ketika angin menerpa wajahnya. Angin lembut itu mengakibatkan beberapa daun maple berjatuhan menghujani tubuhnya. Wajahnya terus menengadah menunggu daun maple jatuh. Ketika tanpa sengaja daun maple itu jatuh tepat di wajahnya, Sung Gyu ketawa sendiri seakan-akan sekarang ia tengah bermain dengan sahabatnya. Mungkin setelah ini Sung Gyu harus mengajak Myung Soo lagi untuk menyaksikan jatuhnya daun maple.
Tit! Tit!
Klakson bis menyadarkan Sung Gyu dari lamunannya. Segera ia tarik langkahnya dengan cepat ke dalam bis mencari tempat duduk yang kosong. Kursi belakang terlihat kosong, ia putuskan untuk mendudukkan dirinya di sana. Jika perjalanan dari Seoul ke Gwangju menggunakan taxi berkisar 30 menit, berarti jika menggunakan bis kota bisa bertambah 15 atau 20 menit akibat harus berhenti di setiap halte yang ada. Bisa diperkirakan sesampainya ia di kediaman keluar Kim jam tiga atau setengah tiga. Ia tak mungkin menyuruh bis untuk mengantarkannya ke rumah Myung Soo, ia harus turun dan menggunakan taxi.
=====*=====
Benar dugaannya, ia sampai di depan gerbang keluar Kim jam 3 kurang 15 menit. Ia mendongakkan kepalanya menyusuri ketinggian gerbang mansion Myung Soo. Hatinya mencelos mengingat rumah reyotnya di Gwangju.
“Maafkan Gyu, eomma ...” gumamnya.
Sung Gyu menekan bel yang ada di bawah papan nama yang menyatakan ‘kediaman keluarga Kim’. Langsung saja seorang satpam membukakan pintu gerbang padanya.
“Terimakasih ...” ucap Sung Gyu sambil membungkukkan badannya.
Sung Gyu pun melangkahkan kakinya menuju pintu utama mansion keluarga Kim. ‘Rumah yang benar-benar megah’ pikirnya. Halaman mansion keluarga Kim ditutupi rumput hijauh dengan paving yang menghubungkan antara gerbang dan pintu utama, di tengah-tengah paving terdapat air mancur yang menjulang tinggi. Dulu Sung Gyu waktu pertamakali berkunjung ke rumah Myung Soo, hanya bisa mangap-mangap dan terus bergumam kata ‘WoW’. Tidak dengan Sung Gyu yang sekarang, di Amerika bahkan ia sudah pernah melihat rumah yang lebih mewah dari ini.
Ting Tong!
Sung Gyu menekan bel. Tak lama kemudian seorang pelayan lengkap dengan seragam pelayannya membukakan pintu padanya.
“Silahkan masuk ...” ujarnya.
Sung Gyu hanya mengikuti pelayan tadi ketika mempersilakan dirinya untuk duduk di ruang tamu. Seorang perempuan paruh baya menghampirinya, “Maaf, anda perlu pada siapa?”
“Kim Myung Soo-ssi.”
“Ah tuan muda ada di kamarnya, saya panggilkan beliau dulu, anda bisa tunggu di sini,”
Sung Gyu menganggukkan kepalanya. Sung Gyu sedikit menggelengkan kepalanya ketika berpikir hal yang negatif tentang Myung Soo. Pasalnya ia heran, siapa perempuan tadi. Ny. Kim? Tentu saja bukan. Sung Gyu cukup dekat dengan keluarga ini. Hal yang melintas di otaknya adalah ‘Apa mungkin, itu adalah pacar Myung Soo?’ tapi Sung Gyu tepis pikiran negatifnya itu. Myung Soo bukanlah seorang laki-laki playboy. Myung Soo tidak mungkin pacaran dengan ahjumma-ahjumma.
“Kim Sung Gyu!!!!”
Teriakan Myung Soo dari lantai dua membuat Sung Gyu mendongak sambil menutup telinganya. Seandainya Myung Soo sekarang berada di depan Sung Gyu, bisa saja kepala Myung Soo habis karena jitakan dahsyat darinya.
Myung Soo berjalan menuruni tangga yang menghubungkannya dengan lantai satu dengan tergesa-gesa. Myung Soo langsung menubruk tubuh Sung Gyu dengan pelukan eratnya hingga membuat Sung Gyu sedikit kesulitan bernapas.
Sung Gyu melepas pelukan Myung Soo. “Ya! Kau membuatku sesak, Myung.”
“Hahahaha ...” responnya dengan tampang polosnya, “Duduklah ...”
Sung Gyu kembali mendudukkan dirinya seperti semula, “Kapan kau kembali ke Seoul?”
“1 tahun lalu,”
“Bagaimana dengan pohonnya?”
“Aku setiap hari ke sana,”
“Baiklah, kau cepatlah mandi. Kau ikut aku ke WHS setelah itu ikut aku mencari rumah baru,”
“Tunggu, Gyu. Sebelum itu kau harus mendengar ceritaku,”
“Aku tak ada waktu, Myung. Lain kali saja,”
“Tidak, Gyu. Ini penting,”
“Masalahku jauh lebih penting, Myung. Aku harus tinggal di Seoul, aku harus membeli rumah, sebelum itu aku harus ke WHS, dan lagi, aku harus membeli mobil,”
“Itu tak penting,”
“Bwo? Ya! .. jangan mentang-mentang kau sudah punya segalanya ...”
“Oi! Ayolah, ini hari pertama kita bertemu setelah 5 tahun mengejar masa depan kita,”
“Pokoknya kau harus ikut denganku,”
Myung Soo memutar bola matanya, “Baiklah baiklah ... tapi kau jangan menyesal dan jangan pernah menyalahkanku karena aku sudah berusaha untuk memberitahumu tentang masalah yang terjadi selama kau ada di Amerika,”
Setelah itu Myung Soo meninggalkan Sung Gyu. Sung Gyu hanya mengangkat alisnya, heran dengan ucapan Myung Soo. Tak bisa disangkal, tanda tanya dalam otaknya juga hadir. Tetapi, tujuannya ke Seoul bukan untuk mendengarkan cerita Myung Soo. Ia ke sini hanya untuk mengajak Myung Soo ke WHS dan membantunya mecari sebuah rumah yang bisa ia tinggali dan juga dekat dengan Rumah Sakit Shanghai.
“Maafkan saya Sung Gyu-ssi, saya tidak percaya kalau novel itu bukan karangan anda. Saya telah menelusuri kehidupan anda. Orang yang ada dalam novel itu pasti adalah ... sepupuku. Nam ahjussi, aku akan membantumu. Woo Hyun-ah .. tunggulah. Obat jiwamu sekarang sedang menuju rumahmu,’
TBC
Heol! Eottokhae?

Ada yang greget ke Sung Gyu? Sama, author juga >.<

0 komentar:

Posting Komentar