Tittle : WIWAM
(Whether It Was A Mistake?) Chapter 4
Author : Kim
Hye Jin_MRS.
Main Cats : Kim
Sung Gyu & Nam Woo Hyun.
Support Cats :
All member infinite, muncul sesuai kebutuhan.
Rated : Untuk
semua anak Woo Gyu J
Lenght :
Chapter 4 of ...?
Summary : Siapa
yang harus ku salahkan. Apakah cinta yang ada dalam hatiku, ataukah aku yang
memang salah mencintaimu?
WARNING : Pemakaian EYD tidak ada yang benar, bahasanya
asal-asalan, bertele-tele, typo bertebaran. Jelek? Harap di maklum karena saya
masih belajar untuk jadi Author yang baik.
Note : FF ini benar-benar berasal dari
otak+pemikiran Author yang terbatas. Jadi, kalau ada kalimat yang sama dengan
FF yang lain berarti itu murni ketidak sengajaan.
(~0~ Happy Reading ~0~)
Majubogo
haryeodeon geu mal (Sebuah kata yang ingin aku katakan padamu)
Chama haji mot haetdeon geu mal (Sebuah kata yang tak dapat ku ungkapkan)
Na jeonhajido motan chae tto tteona (Tanpa kesempatan untuk mengatakannya)
I jarie honja dugo tteonagane (Kamu meninggalkanku sendiri ditempat ini)
Chama haji mot haetdeon geu mal (Sebuah kata yang tak dapat ku ungkapkan)
Na jeonhajido motan chae tto tteona (Tanpa kesempatan untuk mengatakannya)
I jarie honja dugo tteonagane (Kamu meninggalkanku sendiri ditempat ini)
Jikyeobol
su bakke nan… (Semua yang dapat kulakukan adalah mengamati)
Tto chamabol su bakke na… (Semua yang dapat kulakukan adalah menunggu)
I goseseo neol gidaryeo (Dan menunggumu disini)
Tto chamabol su bakke na… (Semua yang dapat kulakukan adalah menunggu)
I goseseo neol gidaryeo (Dan menunggumu disini)
Aswiumman
namgin chae tto meoreojindaedo du (Kamu telah pergi jauh dan hanya meninggalkan
penyesalan)
Nuneul gameun chae malhae (Mengatakannya dengan kedua mata yang tertutup)
Nuneul gameun chae malhae (Mengatakannya dengan kedua mata yang tertutup)
Na sori
eobsi bulleobonda geudae jigeum (Aku berteriak tanpa suara)
Gieokhamyeo bulleobonda geudae (Aku berteriak mengingatkanmu)
Ijeuryeogo noryeokhaedo geudae (Aku mencoba melupakanmu)
Nae mam gatji anheungeol almyeonseodo (Memahamimu tanpa berbagi apa yang kurasakan)
Gieokhamyeo bulleobonda geudae (Aku berteriak mengingatkanmu)
Ijeuryeogo noryeokhaedo geudae (Aku mencoba melupakanmu)
Nae mam gatji anheungeol almyeonseodo (Memahamimu tanpa berbagi apa yang kurasakan)
Malhaejuji
motaetdeon geu mal saranghae… (Kata-kata yang tak dapat kukatakan padamu “aku
mencintaimu”)
Chama naeji motaetdeon geumal (Kata-kata yang tak dapat membawa diriku untuk mengungkapkan)
Na jeonhajido motan chae tto tteona (Tanpa kesempatan untuk mengatakannya)
I jarie honja dugo meoreojine (Kamu meninggalkanku sendiri disini dan pergi jauh)
Chama naeji motaetdeon geumal (Kata-kata yang tak dapat membawa diriku untuk mengungkapkan)
Na jeonhajido motan chae tto tteona (Tanpa kesempatan untuk mengatakannya)
I jarie honja dugo meoreojine (Kamu meninggalkanku sendiri disini dan pergi jauh)
Gidaril
su bakke nan… (Semua yang kulakukan adalah menunggu)
Nun gamabol su bakke na… (Semua yang kulakukan adalah menutup mataku)
I goseseo na meomchwoseoseo (Dan aku terhenti disini)
Nun gamabol su bakke na… (Semua yang kulakukan adalah menutup mataku)
I goseseo na meomchwoseoseo (Dan aku terhenti disini)
Aswiumman
namgin chae neo meoreojindaedo (Kamu telah pergi jauh dan hanya meninggalkan
penyesalan)
Du soneul moeun chae malhae (Mengatakannya dengan kedua mata tanganmu)
Du soneul moeun chae malhae (Mengatakannya dengan kedua mata tanganmu)
Maeumeuro
malhaebonda geudae jigeum (Aku mengatakannya dengan pikiranku)
Hoksirado doraolkka naege (Berpikir bahwa itu mungkin bisa membuatmu kembali padaku)
Nae mam gatji anketjiman geudae (Kamu tidak berbagi dengan perasaanku)
doraondamyeon hoksirado majuchilkkabwa (Tapi jika kamu kembali mungkin aku akan berlari padamu)
Hoksirado doraolkka naege (Berpikir bahwa itu mungkin bisa membuatmu kembali padaku)
Nae mam gatji anketjiman geudae (Kamu tidak berbagi dengan perasaanku)
doraondamyeon hoksirado majuchilkkabwa (Tapi jika kamu kembali mungkin aku akan berlari padamu)
Sebelumnya dichapter 3
‘Gomawo, Myung
Soo. Sebenarnya aku lemah dalam hal menunggu, aku benci menunggu. Tapi demi
Sung Gyu, akan ku tunggu sampai ia kembali walaupun ia sudah berada dalam
dekapan orang lain’
Chapter 4
Sejak hari itu, Woo Hyun berusaha keras
menghilangkan sifat angkuhnya. Yah ... walaupun Sung Gyu sudah tak lagi
bersamanya, setidaknya nanti kalau Sung Gyu sudah kembali ia sudah berubah. Itu
yang diharapkannya. Apakah Sung Gyu nantinya kembali atau tidak? Biar takdir
yang menentukan.
Seluruh ujian telah Woo Hyun dan kawan-kawan
lewati dengan hasil yang memuaskan. Tidak bisa diragukan lagi, semua siswa
super five jelas bisa meraih universitas-universitas ternama di dunia tanpa tes.
Woo Hyun sendiri di minta salah satu universitas terkenal di Jerman untuk
sekolah di sana. Namun tekadnya untuk menunggu Sung Gyu pulang membuatnya
melepas tawaran berharga tersebut dan memberikannya pada orang lain. Myung Soo
memilih ikut orang tuanya dan melanjutkan pendidikannya di Jepang, seperti yang
telah ia rencanakan dulu bersama Sung Gyu. Sung Yeol ikut Myung Soo dan masih dalam
masa pengejaran cinta Myung Soo waktu itu. Key menerima tawaran eommanya untuk
bersekolah di Roma, ibukota Itali. Sung Gyu, sudah jelas ia tengah berada di
Harvard University AS bahkan sebelum ujian nasional terlaksana. Universitas yang
akan menanggung hidupnya untuk kedepannya. Asrama dan seragam sudah menjadi
tanggungan orang yang di sana, termasuk semua kebutuhannya kecuali jajan.
Namun, siapa sangka, salah satu dari siswa
sukses ini sekarang tengah mengidap gangguan jiwa. Sebut saja dia Nam Woo Hyun.
Sejak hari itu, Woo Hyun semakin mengurangi bicara dengan orang tua, Sung Yeol,
bahkan dengan teman-temannya yang lain yang biasa ia ajak obrol tentang seputar
WHS. Awalnya itu hanya dianggap sebuah respond dari Woo Hyun yang kehilangan
Sung Gyu oleh orang-orang di sekitar Woo Hyun. Menjalani kuliahnya pun ia
tampak baik-baik saja, walaupun jika di dilihat dengan jelas, Woo Hyun terlihat
seperti mayat hidup berjalan. Bahkan Woo Hyun sempat diangkat sebagai CEO Nam
Corp oleh appanya setelah lulus kuliah. Kekuasannya itu bertahan selama 1
tahun. Namun nyatanya takdir berkata lain, selama ini Woo Hyun tengah mengalami
gangguan jiwa. Ia mengurangi buka mulut karena ia terlalu kaku untuk berbicara
panjang lebar.
Kuliah selama 3 tahun, ditambah jabatannya
sebagai CEO di Nam Corp sudah 1 tahun, semuanya genap 4 tahun. Namun, sampai
sekarang tak ada tanda-tanda Sung Gyu akan kembali ke Seoul. Stress karena
terus berpikir kapan Sung Gyu akan kembali. Itulah pemicu awal hingga Woo Hyun
mengalami gangguan jiwa seperti sekarang. Woo Hyun terus menunggu dan menunggu,
berusaha sabar menunggu Sung Gyu kapan pun ia akan kembali. Namun nyataannya
jiwa yang bersemayam dalam raganya tidak kuat untuk menahan rasa rindu itu
hingga berakhir seperti sekarang.
Sejak dokter pribadi keluarga Nam menyatakan
Woo Hyun sakit jiwa, saat itulah Tn. Nam kembali menggantikan Woo Hyun sebagai
CEO tanpa menurunkan nama CEO Nam Woo Hyun dari meja kerjanya. Tn. Nam masih
berharap anak semata wayangnya itu akan kembali seperti dulu. Selalu tersenyum
dan membantu appanya di kala appanya sudah tak kuat memikul beban keluarganya
karena bekerja siang hari dan malam hari. Belum lagi ia harus keluar masuk
Korea.
Sejak saat itu pula Woo Hyun hanya berdiam
diri di rumah besarnya. Keluar dari kamar saat semua pelayan sudah kembali ke
kamar masing-masing, sekitar jam 10 malam. Seakan-akan keberadaannya di rumah
ini tidak diketahui siapa pun. Walaupun Woo Hyun keluar kamar, tapi yang ia
lakukan hanya menonton tv di ruang tamu dengan tatapan kosong. Setelah itu
kembali lagi ke kamarnya. itu terjadi terus menerus.
Sebuah kotak warna putih tak pernah lepas dari
tangannya. Woo Hyun terus membawa kotak berisi surat, permen sekaligus toples
dari Sung Gyu 4 tahun lalu. Tidur pun ia letakkan kotak itu di sampingnya dan
memeluk kotak itu hingga pagi. Pernah suatu hari, kotak itu di letakkan di atas
lemari oleh salah satu pelayannya tanpa sepengetahuan Woo Hyun. Alhasil pelayan
itu di pecat dan menerima bentakan sekaligus ucapan pedas dari Woo Hyun.
Kejadian itu sempat membuat Ny. Nam terheran-heran. Pasalnya Woo Hyun
seolah-olah baru tersadar dari mimpinya ketika kotak itu diambil dari Woo Hyun
tanpa seizin Woo Hyun. Ny. Nam menyimpulkan, salah satu obat jiwa Woo Hyun
pasti orang yang telah memberikan barang-barang yang ada dalam kotak putih itu.
Kalau ada seseorang yang masuk kamarnya, Woo
Hyun biarkan. Seperti membersihkan atau hanya sekedar membuka gorden. Namun, Woo
Hyun memilih untuk tidak bergerak seperti patung dan membungkus tubuhnya dengan
selimut. Kamar putih miliknya menjadi saksi bisu sakitnya mencintai Sung Gyu.
Segala tangisan, rintihan, seruan dan amukan ia tumpahkan di sini.
Walaupun demikian, Tn. Nam tidak ingin anak
semata wayangnya masuk rumah sakit jiwa. Tn. Nam hanya membayar seorang
psikiater untuk merawat Woo Hyun di rumahnya setiap 1 minggu 3 kali. Namun,
sejauh ini tak ada perkembangan sama sekali dengan Woo Hyun. Ny. Nam hanya bisa
memandikan Woo Hyun di kala pagi tanpa keluar kamar, menyuapi Woo Hyun di kala
pagi, siang, dan sore untuk makan.
‘Sebenarnya aku
lemah dalam hal menunggu, aku benci menunggu. Tapi demi Sung Gyu, akan ku
tunggu sampai ia kembali walaupun ia sudah berada dalam dekapan orang lain’
Itu yang pernah
ada dalam batin Woo Hyun. Inikah yang akan terjadi kalau ia benar-benar tidak
kuat untuk menunggu?. Seorang psikiater tak membuatnya kembali menjadi Nam Woo
Hyun yang dulu, bahkan barang sedikit pun tak ada perubahan pada Woo Hyun.
Selalu saja yang terlihat tatapan kosongnya.
4 tahun
berlalu, Myung Soo dan Sung Yeol kembali ke Seoul. Mereka langsung menuju kediaman
keluarga Nam ketika membaca sebuah koran usang yang menuliskan berita tentang
‘CEO Nam Corp tengah mengidap gangguan jiwa’. Saat keduanya sampai di kediaman
keluarga Nam, mereka hanya bisa ternganga melihat kondisi Woo Hyun.
Woo Hyun yang
sekarang mereka lihat benar-benar telihat seperti mayat hidup. Badan Woo Hyun
kurus kerempeng dan lingkaran hitam di bawah matanya terlihat dengan jelas.
Bekas air mata seperti yang Myung Soo lihat 4 tahun lalu pun terlihat
samar-samar di kedua pipi Woo Hyun. Myung Soo berusaha menyadarkan Woo Hyun
dengan mengguncang badan Woo Hyun, namun itu usaha yang sia-sia. Seorang
psikiater hebat yang ada di Seoul saja tidak mampu, apalagi dirinya yang
notebanenya hanya seorang musuh di masalalu Woo Hyun. Sung Yeol pun sama. Walau
pun Sung Yeol memutuskan hubungan dengan Woo Hyun secara sepihak, tapi Sung
Yeol cukup tahu dengan perasaan Woo Hyun yang sesungguhnya. Woo Hyun sudah
mencintai Sung Gyu, oleh karena itu Sung Yeol melepasnnya. Keduanya sama-sama
mencintai orang lain, buat apalagi hubungan itu di pertahankan. Walaupun Sung
Yeol lagi-lagi mendapat omelan dari sang eomma, tapi itu tidak menjadi halangan
baginya untuk mengejar laki-laki es itu. Sekarang tugasnya sebagai mantan Woo
Hyun hanya membantu Woo Hyun untuk kembali seperti dulu.
Kedatangan
Myung Soo dan Sung Yeol ke kediamannya membuat Ny. Nam senang. Dengan ini ia
bisa mencari tahu orang yang memberikan barang-barang yang ada dalam kotak
putih itu. Awalnya Myung Soo sukar untuk memberitahunya. Orang yang memberikan
barang-barang itu sudah tak lagi menginjakkan kaki di benua yang sama dengan
Woo Hyun. Namun, Sung Yeol meyakinkan orang yang sekarang sudah menjadi
kekasihnya itu. Setidaknya keluarga ini mempunyai peluang untuk mencari obat
bagi Woo Hyun.
Berulang kali
Myung Soo mencoba mengirim pesan pada Sung Gyu lewat e-mail, namun selalu tanda
belum di baca yang tertera. Sesibuk itu kah Sung Gyu?. Hingga akhir
bulan tahun 2021 berjalan, tak ada tanda-tanda atau kabar Sung Gyu akan pulang
dari AS. Myung Soo, Sung Yeol, Tn. Nam, Ny. Nam, dan seorang psikiater hanya
bisa merawat Woo Hyun sebisanya. Sekarang, Myung Soo tak lagi menganggap Woo
Hyun musuhnya, melainkan seseorang yang harus ia jaga demi sahabatnya. Sedangkan
Sung Yeol hanya bisa membantu dengan mengajak Woo Hyun berbicara, walaupun tidak
pernah di tanggapi sekalipun. Hanya jam 10 malam kesadaran Woo Hyun kembali,
yah ... walaupun hanya bisa berjalan. Tatapan tetap kosong dan pikirannya melayang
entah kemana.
5 tahun
kemudian ...
Seorang
laki-laki manis berkacamata hitam, lengkap dengan koper hitam yang menjadi
barang bawaannya, menjadi bahan perhatian sebagian pengunjung bandara pagi ini.
Pelan ia membuka kaca mata hitamnya. Bibir tipisnya sedikit terangkat membentuk
sebuah lengkungan ketika warna orange menyambutnya di pintu Bandara Icheon.
“Tepat
dugaanku, Seoul sedang musim gugur,”
Lagi-lagi bibir
tipis itu melengkung. Senyum manisnya tak pernah bosan untuk dipandang. Ia
mengibaskan tangannya pada sebuah taxi yang memang tersedia di sekitar bandara.
“Rumah sakit
Shanghai, pak,” ucapnya mengucapkan alamat tujuannya.
Sekitar 30
menit laki-laki manis itu mengendarai taxi menuju Rumah Sakit Shanghai. Rumah
sakit yang telah menawarkan sekaligus menyuruhnya pulang untuk bekerja di sana.
Rumah Sakit Shanghai merupakan rumah sakit terkenal yang ada di Seoul yang berada
di bawah naungan Nam Corp. Dirinya yang mempunyai prestasi dalam bidang
kejiwaan membuat rumah sakit terkenal ini memintanya sendiri untuk bekerja di
sana. Sudah banyak orang yang ia sembuhkan ketika ia bekerja di salah satu
rumah sakit di Amerika. Siapa sangka ia akan kembali ke tanah kelahirannya ini
setelah lima tahun berpisah dengan keluarga. Mengingat masalalu kelamnya juga
di tanah kelahirannya sebelum keberangkatannya ke Amerika sedikit membuatnya
gelisah. Ketakutannya untuk bertemu dengan orang yang ia cintai membuatnya
sedikit lebih lama lagi tingga di Amerika.
‘Sedikit lebih
lama lagi’ benarkah itu sedikit lebih lama?. Tidak bagi ‘Dia’ yang sedang
menunggunya tanpa mendapat kabar apapun. Lihatlah akibat darinya yang
menganggap semuanya akan lebih baik jika ia harus bertahan lebih lama lagi di
Amerika. Ia telah mengakibatkan salah satu jiwa yang ada di Seoul menghilang.
Laki-laki
bermata sipit itu turun dari taxi setelah membayar jasa sopir taxi. Ia
menengadahkan kepalanya. Papan besar bertuliskan ‘Rumah Sakit Shanghai’ yang
berhiaskan lampu tepat berada di atasnya.
“Sung Gyu-ssi?”
Seruan
seseorang yang berada di belakangnya membuat laki-laki manis itu membalikkan
badannya. Laki-laki manis itu langsung membungkukkan badannya 90 derajat ketika
mendapati seorang laki-laki bertubuh atletis tengah tersenyum padanya.
“Anda pasti
Sung Gyu-ssi, kan? Anda sudah kami tunggu. Silahkan ikut saya,”
Laki-laki manis
itu pun mengikuti orang tadi yang sempat memanggil namanya dengan nama Sung
Gyu. Yah ... laki-laki manis bermata sipit berbibir cherry itu adalah Kim Sung
Gyu. Orang yang selama ini ditunggu kedatangannya oleh Woo Hyun. Yang 5 tahun
lalu merupakan salah satu siswa WHS kelas super five yang sekarang sukses di
Amerika sebagai seorang psikiater dan pengarang misterius berinisial ‘SG’.
Novel pertamanya yang berjudul ‘My Real Story’ berhasil membuat pembacanya
mewek dengan tulisannya.
“Sung Gyu-ssi,
anda bisa langsung masuk ke ruangan paling ujung sana,”
Ucapan orang
tadi membuat langkah Sung Gyu terhenti, “Sebelumnya perkenalkan, nama saya Lee
Howon, anda bisa memanggil saya Hoya. Saya adalah wakil Direktur Jang.”
“O-Ouh! Saya
Kim Sung Gyu. Anda bisa memanggil saya seperti tadi, tapi tolong embel-embel
ssinya dibuang. Itu membuat saya terdengar tua. kita seumuran, kan?”
“Eum,
sepertinya. Baiklah, anda bisa pergi sendiri ke ruangan Direktur Jang, kan?”
“Iya,
terimakasih untuk bantuannya Hoya-ssi.”
Setelah itu,
orang yang bernama Hoya masuk ke ruangannya yang tak jauh dari ruangan Direktur
Jang. Sung Gyu pun melanjutkan langkahnya menuju tujuannya.
Sung Gyu
membuka pintu. “Permisi ...” Ucapnya sambil membungkukkan badannya ketika
mendapati seseorang berjas putih seperti dokter. Orang itu sepertinya tidak
menyadari kedatangan Sung Gyu karena terlalu sibuk dengan kertas-kertas yang
ada di tangannya.
Orang itu
langsung meletakkan kertas-kertas itu ketika melihat Sung Gyu berdiri di hadapannya.
“Ah! Sung Gyu-ssi, silahkan duduk,”
Sesuai intruksi
orang itu, Sung Gyu duduk di sebuah sofa coklat yang terdapat dalam ruangan
itu, diikuti oleh orang berjas putih tadi.
“Saya kira
seorang dokter psikiater yang bernama Kim Sung Gyu adalah seorang kakek-kakek
yang sudah keriput dan beruban. Ternyata anda masih muda ...”
“Kekekekk ... yah
... saya juga. Saya kira Direktur Jang adalah seorang bapak-bapak yang sangat membosankan,”
“Anda datang ke
sini, berarti anda telah menerima tawaran kami, benar?”
“Benar, saya
mau bekerja di rumah sakit ini. Setelah menerima laporan dari rumah sakit ini,
saya tertarik dengan seorang pasien yang mengalami gangguan jiwa, ahh maksud
saya stress. Katanya kesadaran orang itu hanya kembali ketika kotak miliknya
diambil, benarkah itu?”
“Ouh! Pasien
yang itu? Sebenarnya pasien itu adalah putra dari pemilik rumah sakit ini,”
Mata Sung Gyu
membulat, “Jin-jinjja?”
“Eum. Saya
tidak tahu lebih banyak cerita tentang putra semata wayang pemilik rumah sakit
ini. Pemilik rumah sakit ini juga sangat sibuk mengurusi bisnis dan
keluarganya. Saya sebagai direktur Rumah Sakit Shanghai dipercaya bisa
menghandel semua pasien dengan bantuan anda. Termasuk putra pemilik rumah sakit
ini,”
“Tunggu! Maksud
anda menyuruh saya bekerja di rumah sakit ini untuk mengobati putra pemilik
rumah sakit ini, begitu?”
Direktur
menganggukkan kepalanya, “Saya percaya anda bisa, Sung Gyu-ssi. Saya sudah
mendengar banyak tentang cerita hidup anda. Anda dulunya adalah salah satu
siswa WHS kelas super five, bukan?”
“Ba-bagaimana
anda bisa tahu?”
“Sebenarnya ini
berawal dari novel yang telah anda tulis. Novel anda yang berjudul ‘My Real
Story’ benar-benar membuat saya terenyuh,”
“A-ahahaha ...
anda bisa saja, itu bukan karangan saya. Tidak ada nama Kim Sung Gyu di sana,”
“SG. Saya pikir
itu inisial nama anda,”
“Ten-tentu saja
bukan,”
“Ouh bukan ya?
Maaf, berarti saya salah orang,”
“Ahahaha ..
gwenchanayo ..”
Sung Gyu
menghela napas ketika Direktur Jang tidak lagi membahas tentang novel
karangannya. Bagaimana mungkin novel yang ia tulis dalam bahasa inggris itu berada
di Korea? Ahh! Mungkin saja Direktur Jang membacanya lewat online. Siapa yang
tahu ... biarkan saja.
“Jadi, Sung
Gyu-ssi. Apakah anda mau menerima pekerjaan ini?”
“Ne. Kapan saya
mulai bekerja?”
“Besok. Anda
akan diantarkan langsung ke kediaman pemilik rumah sakit ini oleh wakil saya.
Saya yakin anda sudah bertemu dengannya, kan?”
“Hoya-ssi?”
“Benar, dia
besok yang akan mengantarkan anda ke kediaman pasien,”
Sung Gyu
menganggukkan kepalanya mengerti dengan ucapan Direktur Jang. “Anda bisa
keluar,”
“Terimakasih
kerjasamanya,” ucap Sung Gyu sambil membugkukkan badannya 90 derajat sebelum
menutup pintu.
“Maafkan saya Sung
Gyu-ssi, saya tidak percaya kalau novel itu bukan karangan anda. Saya telah
menelusuri kehidupan anda. Orang yang ada dalam novel itu pasti adalah ...”
=====*=====
Setelah Sung
Gyu banyak membicarakan perihal pekerjaannya di rumah sakit ini, ia kembali mengambil
kopernya di penitipan barang dan melangkah keluar dari rumah sakit. Setelah ini
tujuannya hanya Gwangju, tempat eomma dan imonya tinggal.
Selama ban taxi
terus berputar menuju Gwangju, bibir Sung Gyu tak henti-hentinya menyunggingkan
senyum manisnya ketika melihat daun-daun maple yang berjatuhan dan hampir
menutupi jalanan yang ia lewati. Pulang di tanggal awal bulan november memang tidak
salah. Selain ia bisa menikmati pemandangan warna orange Seoul, ia juga bisa
mengunjungi pohon persahabatannya dengan Myung Soo yang sudah berubah warna. Tunggu!
Myung Soo?
Sung Gyu
tersadar dari lamunannya. Ia langsung membuka ponselnya, aplikasi e-mail
menjadi sasaran utamanya. Sekitar 110 e-mail yang ia terima, dan rata-rata dari
Myung Soo semua. Sung Gyu kembali mematikan ponselnya tanpa membaca salah satu
e-mail dari Myung Soo. Mungkin itu hanya ulah sahabatnya itu ketika masih ada
di Amerika. ‘lebih baik nanti sore aku ke mansion keluarga Kim,’ mungkin
itu yang Sung Gyu pikir.
Setelah bosan
mencuci mata dengan warna yang serba orange, Sung Gyu pun terlelap. Ketika taxi
sudah berhenti di depan sebuah rumah sederhana, Sung Gyu terbangun. Ia langsung
membayar jasa taxi kemudian meminta bantuan sopir taxi untuk membantunya
membawa koper ke dalam rumah. Tepat saat Sung Gyu ingin mengetuk pintu,
tiba-tiba eomma Kim sudah menunggunya di ambang pintu. Sung Gyu langsung
memeluk eommanya ketika melihat senyum manis yang tercetak di bibir tipis
eommanya.
“Eomma ...
bogoshipposeo ...”
“Hey .. kenapa
malah nangis eoh!?”
“Aniya, hanya
merindukan eomma ...”
Pelan eomma Kim
melepas pelukan erat Sung Gyu. Dengan sedikit terpaksa Sung Gyu pun melepas
pelukan sayangnya pada eommanya.
“Masuklah dulu,
eomma masakkan makanan kesukaanmu,”
“Arasseo. Pak!
Anda bisa letakkan koper saya di sini,”
“Tidak perlu
dimasukkan ke dalam rumah, tuan?”
“Tidak, tidak
usah. Terimakasih, pak,”
“Ne ... saya
pergi dulu,”
Sementara taxi
mulai menjauh dari kediaman sederhana Sung Gyu, Sung Gyu pun sudah duduk manis
menunggu eommanya menyiapkan masakan kesukaannya di dapur. Sebuah makanan
sederhana, hanya kimbab, dan sup ayam. Perawakan sederhana memang menempel
sejak kecil pada diri Sung Gyu. Tinggal di Amerika selama 5 tahun tidak
membuatnya menjadi orang yang suka menghambur-hamburkan uang. Ia ingat
bagaimana susahnya tinggal sendiri di kota orang, oleh karena itu tak gampang
baginya untuk menggunakan uang seenaknya.
“Makanlah,”
“Imo kemana?”
“Imo pindah ke Mangwondong.”
Sung Gyu mulai
mengambil kimbab kemudian memasukkan ke mulutnya, setelah itu ia tambahkan sup
ayam.
“Kenapa eomma
tidak ikut imo?” Tanya Sung Gyu dengan mulut penuh nasi.
“Aishhh!
Kebiasaan. Makan dulu baru bicara,”
Mendengar nada
kekesalan eommanya, Sung Gyu pun fokus pada kimbab dan sup ayam yang ada di
depannya. Sung Gyu terus makan, sementara eommanya terus memerhatikan Sung Gyu.
Untuk sesekali eommanya terkikik karena melihat cara makan Sung Gyu yang masih
belepotan. Sudah lama Sung Gyu tidak merasakan suasana seperti ini. Sekitar 5
menit akhirnya Sung Gyu selesai dengan ritual makannya.
“Eomma ...
bagaimana kalau kita tinggal di Seoul saja?”
Eommanya
terdiam. Tampak berpikir dengan tenang.
“Bagaimana
dengan rumah peninggalan appa? Apakah kita akan menjual rumah ini, Gyu?”
“Tentu saja
tidak, eomma. Kita bisa sewakan rumah ini, sementara barang-barangnya kita bawa
ke rumah baru kita di Seoul.Setiap bulannya Gyu sudah bisa menghasilkan jutaan
won di Rumah Sakit Shanghai, eomma sendiri bisa dapat uang dari rumah kita ini.
Jadi enak, Gyu punya uang sendiri dan eomma juga punya uang sendiri,” jelas
Sung Gyu seraya melempar senyum pada eommanya.
Eomma Kim
menatap haru Sung Gyu. “Putra eomma sudah besar,” ucapnya. Sung Gyu hanya
membalas ucapan eommanya dengan senyum simpul.
“Jadi, kapan
kita pindah?”
“Nanti sore Gyu
akan ke Seoul, membeli rumah sekaligus ingin mengunjungi sahabat Gyu di sana,”
“Baiklah.
Sebaiknya Gyu mandi sana, aroma Amerika masih melekat. Syu syu syu ...” canda
eommanya.
“Ahhh ... eomma
... Gyu masih kangen eomma,”
“Aishhh! Umur
sudah 25 tapi masih merengek ke eommanya. Sudah berapa jiwa yang Gyu perbaiki?
Eomma yakin itu tidak sedikit, tapi kenapa Gyu yang berumur 15 tahun masih ada
eoh!?”
Sung Gyu hanya
mempoutkan bibirnya mendengar ucapan eommanya, “Baiklah baiklah, Gyu mandi ...”
Sung Gyu pun
memberanjakkan dirinya menuju kamar sederhananya. Eomma Kim tersenyum simpul
ketika mendengar anaknya mendumel kesal akibat disuruh mandi.
“Ah! Hampir
lupa. Kalau pun nanti kita harus membawa barang peninggalan appa, kita tidak
boleh membawa lemari loh eomma ...”
“Ck! Sudah
mandi!”
Sedikit
bentakan Eomma Kim membuat Sung Gyu ketawa hingga terbahak-bahak di dalam kamar
mandi. Sudah lama Sung Gyu tidak merasakan suasana melegakan seperti sekarang
ini. Walaupun dulu ketika ia masih di Amerika terasa tenang karena bisa
mendapat teman baru, tanpa melihat tampang Woo Hyun, tetapi suasana hatinya
yang sekarang terasa lebih hidup walaupun hanya ada eomma dan dirinya, tanpa
sesosok appa yang mendampingi. Semuanya terasa lebih ringan. Walaupun demikian,
ia tetap merindukan sosok seorang appa.
Sekitar 7 menit
Sung Gyu menyelesaikan acara mandinya. Setelah mengganti pakaiannya dengan
sebuah kaos putih, Sung Gyu memutuskan hanya menonton tv yang terdapat di ruang
tengah. Ia mendudukkan dirinya di sebuah sofa merah yang cukup usang dengan
sebuah tv kecil di depannya. Tunggulah setelah ini, ia pasti bisa memberikan
tempat tinggal yang layak bagi eommanya. Jabatannya di Rumah Sakit Shanghai
memang hanyalah seorang dokter psikiater biasa, tapi pasien yang besok akan ia
rawat bukanlah sembarangan pasien. Beliau adalah putra dari pemilik Rumah Sakit
Shanghai. Tentulah gajinya selama 1 bulan tidak sedikit. Belum lagi kesembuhan
pasien itu. Jika ia behasil pasti akan banyak bonus yang ia terima. Ia yakin
bisa menyembuhkan pasiennya.
Sung Gyu terus
menggonta-ganti chaenel tv, namun tak ada pun yang cocok baginya. Yang terasa
hanya bosan. Eommanya juga pasti sudah tidur, mengingat matahari sudah ada di
atas ubun-ubun. Waktu yang tepat untuk tidur siang. Tapi untuk Sung Gyu tidak,
ini adalah waktu yang tepat baginya untuk mulai menyentuh keybord laptopnya.
Sung Gyu
memutuskan kembali ke kamar dan mematikan tv. Ia jadikan bantal sebagai
ganjalan kedua sikunya. Tangannya meraih tas laptopnya. Ia mulai membuka laptop
putih miliknya. Setelah menghidupkannya, microsoft office word menjadi tujuan
utamanya. Jarinya mulai menari-nari diatas keybord, sementara pikirannya mulai
mengangkit kata demi kata hingga membentuk kalimat, kalimat-kalimat itu pun
berubah menjadi sebuah paragraf.
Sekitar 1 jam
Sung Gyu terus berkutat dengan laptop dan microsoft wordnya, terdengar ketukan
sebanyak 3 kali dari luar.
“Katanya mau ke
Seoul?”
Sung Gyu
menepuk kepalanya, “Hampir lupa. Aku harus bertemu Myung Soo.” Gumannya.
“Gyu ...”
panggi Eomma Kim lagi merasa tak ada jawaban dari dalam.
“Ne eomma. Gyu
siap ...”
Suara langkah
kaki mulai menjauh dari depan kamar Sung Gyu. Sung Gyu pun hanya mengganti
kaosnya dengan sebuah kemeja putih garis-garis merah, mengangkat lengan kemeja
itu hingga siku, lalu menggati celana rumahannya dengan sebuah celan jins warna
hitam. Ia memilih sepatu yang senada dengan kemejanya.
“Ck! Anak Eomma
Kim memang selalu tampan,” pujinya sendiri.
Sung Gyu hanya
tinggal berjalan sedikit ke sebuah halte dekat rumahnya. Duduk sebentar untuk
menunggu bis lewat yang akan mengantarkannya ke Seoul. Lama kelamaan, bosan
mulai menghampirinya. Tetapi tidak ketika angin menerpa wajahnya. Angin lembut
itu mengakibatkan beberapa daun maple berjatuhan menghujani tubuhnya. Wajahnya
terus menengadah menunggu daun maple jatuh. Ketika tanpa sengaja daun maple itu
jatuh tepat di wajahnya, Sung Gyu ketawa sendiri seakan-akan sekarang ia tengah
bermain dengan sahabatnya. Mungkin setelah ini Sung Gyu harus mengajak Myung
Soo lagi untuk menyaksikan jatuhnya daun maple.
Tit! Tit!
Klakson bis
menyadarkan Sung Gyu dari lamunannya. Segera ia tarik langkahnya dengan cepat
ke dalam bis mencari tempat duduk yang kosong. Kursi belakang terlihat kosong,
ia putuskan untuk mendudukkan dirinya di sana. Jika perjalanan dari Seoul ke
Gwangju menggunakan taxi berkisar 30 menit, berarti jika menggunakan bis kota
bisa bertambah 15 atau 20 menit akibat harus berhenti di setiap halte yang ada.
Bisa diperkirakan sesampainya ia di kediaman keluar Kim jam tiga atau setengah
tiga. Ia tak mungkin menyuruh bis untuk mengantarkannya ke rumah Myung Soo, ia
harus turun dan menggunakan taxi.
=====*=====
Benar
dugaannya, ia sampai di depan gerbang keluar Kim jam 3 kurang 15 menit. Ia
mendongakkan kepalanya menyusuri ketinggian gerbang mansion Myung Soo. Hatinya
mencelos mengingat rumah reyotnya di Gwangju.
“Maafkan Gyu, eomma
...” gumamnya.
Sung Gyu
menekan bel yang ada di bawah papan nama yang menyatakan ‘kediaman keluarga
Kim’. Langsung saja seorang satpam membukakan pintu gerbang padanya.
“Terimakasih
...” ucap Sung Gyu sambil membungkukkan badannya.
Sung Gyu pun melangkahkan
kakinya menuju pintu utama mansion keluarga Kim. ‘Rumah yang benar-benar
megah’ pikirnya. Halaman mansion keluarga Kim ditutupi rumput hijauh dengan
paving yang menghubungkan antara gerbang dan pintu utama, di tengah-tengah
paving terdapat air mancur yang menjulang tinggi. Dulu Sung Gyu waktu
pertamakali berkunjung ke rumah Myung Soo, hanya bisa mangap-mangap dan terus
bergumam kata ‘WoW’. Tidak dengan Sung Gyu yang sekarang, di Amerika bahkan ia
sudah pernah melihat rumah yang lebih mewah dari ini.
Ting Tong!
Sung Gyu
menekan bel. Tak lama kemudian seorang pelayan lengkap dengan seragam
pelayannya membukakan pintu padanya.
“Silahkan masuk
...” ujarnya.
Sung Gyu hanya
mengikuti pelayan tadi ketika mempersilakan dirinya untuk duduk di ruang tamu.
Seorang perempuan paruh baya menghampirinya, “Maaf, anda perlu pada siapa?”
“Kim Myung
Soo-ssi.”
“Ah tuan muda
ada di kamarnya, saya panggilkan beliau dulu, anda bisa tunggu di sini,”
Sung Gyu
menganggukkan kepalanya. Sung Gyu sedikit menggelengkan kepalanya ketika
berpikir hal yang negatif tentang Myung Soo. Pasalnya ia heran, siapa perempuan
tadi. Ny. Kim? Tentu saja bukan. Sung Gyu cukup dekat dengan keluarga ini. Hal
yang melintas di otaknya adalah ‘Apa mungkin, itu adalah pacar Myung Soo?’
tapi Sung Gyu tepis pikiran negatifnya itu. Myung Soo bukanlah seorang
laki-laki playboy. Myung Soo tidak mungkin pacaran dengan ahjumma-ahjumma.
“Kim Sung
Gyu!!!!”
Teriakan Myung
Soo dari lantai dua membuat Sung Gyu mendongak sambil menutup telinganya. Seandainya
Myung Soo sekarang berada di depan Sung Gyu, bisa saja kepala Myung Soo habis
karena jitakan dahsyat darinya.
Myung Soo
berjalan menuruni tangga yang menghubungkannya dengan lantai satu dengan
tergesa-gesa. Myung Soo langsung menubruk tubuh Sung Gyu dengan pelukan eratnya
hingga membuat Sung Gyu sedikit kesulitan bernapas.
Sung Gyu
melepas pelukan Myung Soo. “Ya! Kau membuatku sesak, Myung.”
“Hahahaha ...”
responnya dengan tampang polosnya, “Duduklah ...”
Sung Gyu
kembali mendudukkan dirinya seperti semula, “Kapan kau kembali ke Seoul?”
“1 tahun lalu,”
“Bagaimana
dengan pohonnya?”
“Aku setiap
hari ke sana,”
“Baiklah, kau
cepatlah mandi. Kau ikut aku ke WHS setelah itu ikut aku mencari rumah baru,”
“Tunggu, Gyu.
Sebelum itu kau harus mendengar ceritaku,”
“Aku tak ada
waktu, Myung. Lain kali saja,”
“Tidak, Gyu.
Ini penting,”
“Masalahku jauh
lebih penting, Myung. Aku harus tinggal di Seoul, aku harus membeli rumah,
sebelum itu aku harus ke WHS, dan lagi, aku harus membeli mobil,”
“Itu tak
penting,”
“Bwo? Ya! ..
jangan mentang-mentang kau sudah punya segalanya ...”
“Oi! Ayolah,
ini hari pertama kita bertemu setelah 5 tahun mengejar masa depan kita,”
“Pokoknya kau
harus ikut denganku,”
Myung Soo
memutar bola matanya, “Baiklah baiklah ... tapi kau jangan menyesal dan jangan
pernah menyalahkanku karena aku sudah berusaha untuk memberitahumu tentang masalah
yang terjadi selama kau ada di Amerika,”
Setelah itu
Myung Soo meninggalkan Sung Gyu. Sung Gyu hanya mengangkat alisnya, heran
dengan ucapan Myung Soo. Tak bisa disangkal, tanda tanya dalam otaknya juga
hadir. Tetapi, tujuannya ke Seoul bukan untuk mendengarkan cerita Myung Soo. Ia
ke sini hanya untuk mengajak Myung Soo ke WHS dan membantunya mecari sebuah
rumah yang bisa ia tinggali dan juga dekat dengan Rumah Sakit Shanghai.
“Maafkan saya
Sung Gyu-ssi, saya tidak percaya kalau novel itu bukan karangan anda. Saya
telah menelusuri kehidupan anda. Orang yang ada dalam novel itu pasti adalah
... sepupuku. Nam ahjussi, aku akan membantumu. Woo Hyun-ah .. tunggulah. Obat
jiwamu sekarang sedang menuju rumahmu,’
TBC
Heol! Eottokhae?
Ada yang greget ke Sung Gyu? Sama, author juga >.<
0 komentar:
Posting Komentar