Jumat, 26 Mei 2017

ff WooGyu WIWAM (Whether It Was A Mistake) Chapter 3


Tittle : WIWAM (Whether It Was A Mistake?) Chapter 3
Author : Kim Hye Jin_MRS.
Main Cats : Kim Sung Gyu & Nam Woo Hyun.
Support Cats : All member infinite, muncul sesuai kebutuhan.
Rated : Untuk semua anak Woo Gyu J
Lenght : Chapter 3 of ...?
Summary : Siapa yang harus ku salahkan. Apakah cinta yang ada dalam hatiku, ataukah aku yang memang salah mencintaimu?
WARNING : Pemakaian EYD tidak ada yang benar, bahasanya asal-asalan, bertele-tele, typo bertebaran. Jelek? Harap di maklumin karena saya masih belajar untuk jadi Author yang baik.

Note : FF ini benar-benar berasal dari otak+pemikiran Author yang terbatas. Jadi, kalau ada kalimat yang sama dengan FF yang lain berarti itu murni ketidak sengajaan.

 (~0~ Happy Reading  ~0~)

Sebelumnya dichapter 2
“Pada dasarnya cinta itu kejam dan tidak tahu sopan santun. Mereka hadir dalam hati manusia tanpa pamit pada sang pemilik hati terlebih dahulu. Tumbuh pun tanpa pamit. Benar-benar tidak tahu sopan santun.”
Chapter 3
Sejak hari itu, Woo Hyun semakin menjaga sikap dengan Sung Gyu. Namun beda halnya dengan Sung Gyu. Awalnya ia berusaha mencintai Woo Hyun secara rahasia, dimana hanya dirinya dan Myung Soo yang tahu. Tapi insiden hari itu menjadikannya lebih terbuka untuk mencintai Woo Hyun. Jika dulu ia hanya berani memberikan permen pada Woo Hyun lewat loker, sekarang ia bisa memberikannya secara langsung di depan Woo Hyun, bahkan di depan Sung Yeol. Sung Yeol yang melihat pertamakalinya Sung Gyu bicara dengan Woo Hyun sekaligus memberikan sebuah toples permen kala itu sedikit tercengang. Hari itu juga Sung Yeol berkeyakinan bahwa Sung Gyu ternyata mencintai Woo Hyun.
Hari itu, Myung Soo mendatangi rumah Woo Hyun. Beralasan hanya ingin bicara berdua hingga Woo Hyun mau ia ajak keluar rumah. Tapi saat tiba ditaman, bukan sebuah pembicaraan yang Woo Hyun dapat, melainkan sebuah tonjokan beruntun sampai-sampai sudut bibir tebal Woo Hyun robek dan tulang pipinya membiru. Seperti waktu itu, tanpa berkata-kata Myung Soo meninggalkan Woo Hyun sendiri setelah lelah memukul Woo Hyun.
‘Wuahh! Jadi ini balasan dari sahabat Sung Gyu? Cih!’
‘..........’
‘Kukira kau akan terlihat lebih berwibawa daripada Sung Gyu, Myung. Hah! Kalian sama saja,”
‘Dan kau tau Tuan Nam yang terhormat ... aku berharap suatu saat nanti kau tidak menyesali perbuatanmu sendiri,’
Itu segenap pembicaraan Myung Soo dan Woo Hyun yang terjadi hari itu. Esok harinya ketika keduanya bertemu, langsung saja saling melempar tatapan sengit sekaligus benci. Sedikit cekcok mulut pun kerap terjadi. Myung Soo yang memang mempunyai kepribadian dingin dan cuek, perlahan menghilangkan kedua sifat itu demi Sung Gyu. Sahabatnya menderita, tentu saja ia tidak bisa tinggal diam. Apalagi hanya karena laki-laki yang hanya mengandalkan tampang dan kekuasaan keluarganya seperti Woo Hyun.
Hari demi hari terus terlewati tanpa celah Sung Gyu yang terus memberikan permen pada Woo Hyun. Kabar bahwa Sung Gyu mencintai sang kingka WHS pun menjadi viral utama. Tak lepas dari itu, Sung Gyu kembali mendapat bullyan dari fans Woo Hyun. Beruntungnya Myung Soo tidak pernah membiarkannya sendiri. Kejadian beberapa waktu lalu Sung Gyu yang dikunci di kamar mandi membuat Myung Soo lebih berhati-hati pada fans Woo Hyun.
Seperti biasa, hari ini pun Sung Gyu dan Myung Soo hanya memilih membaca novel di luar kelas. Menikmati waktu-waktu terakhir keduanya dengan merasakan hembusan angin yang begitu lembut menyapa kulit mereka. *Myung Soo akan berangkat ke Jepang.
“Bagimana universitasmu nanti, Myung?”
“Entahlah, sepertinya tertunda,” Sung Gyu menolehkan kepalanya ke belakang.
“Waeyo?”
“Aku tak tahu, appa hanya bilang begitu,”
“Assa! Berarti kita bisa melihat daun maple bersama ..” girangnya.
Saat seperti inilah yang Myung Soo impikan. Terus melihat sudut bibir tipis Sung Gyu yang terangkat dan mata bulan sabitnya yang tinggal segaris. Melambangkan sebuah perasaan bahagia dari sang empu.
“Bagaimana dengan tes biasiswamu?”
“Besok,”
“Ouhh! Sukses buatmu, Gyu.” Ucap Myung Soo sambil mencubit pelan pipi gembil Sung Gyu. Sung Gyu hanya meringis sakit menerima cubitan dari Myung Soo. Hanya sebuah cubitan gemas pada sahabatnya hingga meninggalkan sedikit warna merah.
Kembali keduanya ke posisi awal, menyandarkan tubuh masing-masing ke pohon rindang yang mereka jadikan sandaran. Saat mereka mulai terlarut dengan alur novel yang ada, sebuah bayangan Woo Hyun tiba-tiba terlintas di depan mata Sung Gyu. Segera Sung Gyu masukkan novel itu ke dalam tasnya, kemudian meraih tasnya dan mencangklongkan tasnya asal. Myung Soo yang melihat arah langkah Sung Gyu hanya mendesah pelan.
“Mungkin kau benar-benar harus tersakiti, Gyu. Baru kau akan sadar bahwa cinta itu hanyalah omong kosong,”
=====*=====
Sung Gyu lari terbirit-birit menuju sebuah perkumpulan remaja chaebol yang tak jauh dari tempatnya tadi membaca buku. Dengan langkah percaya diri, ia hampiri Woo Hyun. Ia menepuk bahu Woo Hyun layaknya seorang teman yang memang sudah akrap. Woo Hyun yang posisi duduknya membelakanginya membuat Woo Hyun sedikit heran dengan sapaan yang tidak biasa ia terima.
Woo Hyun membalikkan tubuhnya mendapati Sung Gyu yang tengah tersenyum manis dan tangannya yang tengah memegang toples yang berisikan permen seperti hari-hari sebelumnya. Walaupun Woo Hyun sudah berkali-kali menghujatnya dengan kata-kata kotor, tidak sopan, dan bahkan menyumpahi hal buruk terjadi pada Sung Gyu, namun Sung Gyu kokoh dengan pendiriannya dan terus melakukan hal yang sudah menjadi hobinya ini.
“Namja chingumu, Hyun ...” seru salah satu temannya.
“Kalau kau tak mau kau bisa memberikannya padaku, lumayan untuk menghibur malamku,” seru salah satu temannya lagi.
Buk!!
Woo Hyun berhasil memberikan sebuah tonjokan di sudur bibir temannya hingga mengeluarkan sedikit darah segar. Entahlah, ia hanya tidak suka mendengar ucapan temannya yang satu ini. Teman yang satunya lagi hanya ternganga menyaksikan secara langsung sang kingka WHS menonjok siswa lain selain Myung Soo. Pasalnya Woo Hyun tidak pernah mengotori tangannya hanya demi siswa lain, menurutnya Myung Soo adalah musuh bebuyutan yang harus ia singkirkan secara perlahan. Bahkan dua siswa WHS ini tidak jarang menerima panggilan dari kepala sekolah, bukan lagi guru BP/BK. Guru BP/BK sudah tak mampu dalam membentuk pribadi dua laki-laki yang terkenal karena keras kepalanya ini.
“Perhatikan ucapanmu!” Bentak Woo Hyun.
Sung Gyu sedikit menyunggingkan senyumnya merasa dapat perhatian dari Woo Hyun. Woo Hyun membalikkan badannya, langsung saja Sung Gyu kembali mengalihkan tatapannya lurus ke dalam mata kelam Woo Hyun. Woo Hyun melangkah mendekati Sung Gyu membuat Sung Gyu sedikit mundur ke belakang.
“Sudah berapa kali ku peringatkan kau eoh!”
Pranggg!!
Seperti hari-hari sebelumnya, hari ini pun Woo Hyun menghancurkan toples yang Sung Gyu berikan. Tak ada raut sedih atau pun tanda-tanda bahwa Sung Gyu akan menangis, yang ia tampakkan hanyalah senyuman tanpa melepas tatapannya dari mata Woo Hyun.
“Kau menghancurkannya lagi, Hyun.”
Hanya itu yang Sung Gyu ucapkan saat Woo Hyun menendang permen-permen itu hingga tercecer kemana-mana. Tak ada wadah untuk semua itu, toplesnya sudah hancur.
“Pergi dari hidupku!”
“Aku tak bisa, daun maple terakhir belum jatuh ..”
“Ku harap bulan novenber segera berakhir ...” seru Woo Hyun saat melewati Sung Gyu, tepat di sampingnya.
Sung Gyu tertunduk lemah. Ia jongkokkan tubuhnya untuk memungut permen sekaligus pecahan kaca dari toples permennya.
“Huh! Kenapa ini masih terasa sakit? Tenanglah, Kim Sung Gyu. Bukankah kau sudah sering seperti ini? Kau seharusnya semakin kuat ...” seru Sung Gyu berusaha menguatkan dirinya sendiri. Namun apalah daya, selalu saja air matanya keluar ketika Woo Hyun sudah meninggalkannya. Ia terlalu naif bahkan hanya untuk memperlihatkan kesedihannya di depan Woo Hyun.
Other_Side
“Maafkan aku ...”
=====*=====
Myung Soo sudah tahu semua akan seperti ini. Ia hanya bisa melihat Sung Gyu dari kejauhan. Jika ia ikut campur maka ia akan kena semprotan kemarahan Sung Gyu dan Sung Gyu akan semakin sedih. Ia hanya bisa mengulurkan tangannya ketika Sung Gyu jatuh tersungkur memilih permen dan pecahan kaca yang Woo Hyun hancurkan setiap harinya.
“Gyu ...”
Mendengar suara Myung Soo, segera Sung Gyu hapus air matanya dengan kasar, “Myung ...”
Myung Soo menjongkokkan dirinya menyamakan tinggi badannya dengan Sung Gyu yang tengah memungut permen dan pecahan toplesnya. Ia pegang kedua pundak Sung Gyu, kemudian ia bantu Sung Gyu untuk mendirikan badannya, “..... Kita pulang saja,”
“Tidak, Myung. Kalau kau ingin pulang pulanglah duluan,”
“Aku akan mengantarmu,”
“Sebaiknya kau pulang duluan. Hari ini aku tidak ada jadwal mengajar, aku juga ingin mengunjungi eomma ...”
Grap!
Myung Soo membawa Sung Gyu ke dalam pelukan hangatnya, “Ini pasti sulit, Gyu.”
Pelan Sung Gyu melepas pelukan itu, memegang kedua lengan Myung Soo, kemudian melempar sebuah senyum manis di bibirnya, “Orang yang mulai bersenang-senang di masa muda, maka orang itu akan susah di kala tua. Aku susah dan aku tidak punya apa-apa. Aku hanyalah seekor punguk yang bermimpi bisa meraih bulan di atas sana. Sahabatmu ini bukanlah punguk yang mempunyai keinginan tanpa sebuah usaha seperti punguk-punguk yang lain. Aku yakin, suatu saat nanti aku akan berhasil meraihnya. Sebelum itu, aku harus menjadi orang sukses”
Mata Myung Soo mulai berkaca-kaca mendengar ucapan Sung Gyu. “Aku ingin membantumu, tapi ...”
“Jangan membuatku tertawa saat aku bersedih, Myung. Cukup kau berada di sampingku dan ... jangan tinggalkan aku, aku benci sendiri. Hanya itu yang bisa kau lakukan padaku,”
“Arasseo ..” ucap Myung Soo sambil menganggukkan kepalanya membuat Sung Gyu lagi-lagi menyunggingkan senyumnya, “Boleh aku minta permennya?”
“Tentu saja, makanlah ..”
“Kita kembali saja ke pohon ...”
Seperti ucapan Myung Soo, mereka pun kembali ke bawah pohon rindang itu. Menghabiskan waktu di sekolah dengan membaca novel sampai sore. Jika bukan karena sebuah titik di buku apsensi, mungkin mereka sudah tidak berangkat sekolah. Datang ke sekolah hanya duduk di kelas, tanpa guru, dan makan di kantin. Itu yang biasa siswa super five lakukan. Tapi tidak dengan Sung Gyu dan Myung Soo. Pergi ke kantin saat semua kelas masuk dan saat istirahat mereka memilih membaca novel di taman belakang sekolah.
=====*=====
2 hari kemudian ....
Setelah dinyatakan berhasil mendapat biasiswa di AS, Sung Gyu lebih sering menghabiskan waktu bersama Myung Soo di belakang sekolah. Mencoba untuk memfokuskan pikirannya ke masa depan dengan tidak melirik Woo Hyun lagi. Kebiasaannya memberikan permen pada Woo Hyun pun tak bisa lepas. Namun tekadnya yang kuat menjadikannya sedikit bangkit. Hari ini adalah hari terakhirnya memberikan permen pada Woo Hyun. Besok adalah hari terakhir bulan november, berarti besok adalah hari terakhir daun maple jatuh di Seoul. Besok juga hari terakhir Sung Gyu mencintai Woo Hyun dan besok adalah hari terakhirnya di Seoul. Keberangkatannya ke AS yang mendadak tak bisa ia cancel lagi. Untuk ujian kelas 3 SHSnya, akan ia lakukan melalui online.
Perlu kalian ingat. Rasa cinta Sung Gyu tidak pernah mengalami pasang maupun surut. Semuanya tak pernah bertambah maupun berkurang walaupun Woo Hyun membenci Sung Gyu sekalipun. Tapi janjinya lah pada Woo Hyun. Janji itu harus ditepati walaupun tidak tertulis dan tanpa persetujuan dari Woo Hyun.
Hari ini Sung Gyu hanya memilih menyandarkan kepalanya ke bahu Myung Soo, merasakan saat-saat terakhirnya bersama sang sahabat.
“Kau menikungku, Gyu.”
Sung Gyu membuka matanya, kemudian mengangkat kepalanya dan memilih menyandarkan badannya ke pohon. “Apa maksudmu, Myung?”
“Bukankah awalnya aku yang akan meninggalkanmu? Kenapa sekarang malah kau yang akan meninggalkanku?”
“Ck! Itu tak penting. Bukankah kau juga ingin melihat kesuksesanku eoh!?”
“Ya ya ya ... jangankan itu, kau berhasil bangkit dari laki-laki sialan itu saja membuatku senang,”
“Ck!” Decak Sung Gyu.
Sung Gyu mendirikan badannya, lalu mulai mencari sesuatu di sekitar sini, sebuah benda tajam. Ia ambil sebuah batu bata kecil berujung runcing yang hanya pas di genggamanku.
“Apa yang ingin kau lakukan, Gyu?”
“Diam dan lihatlah ...”
Myung Soo mengikuti ucapan Sung Gyu. Ia hanya melihat apa yang akan Sung Gyu lakukan dengan batu bata kecil itu.
Sung Gyu menulis nama mereka berdua di batang pohon ini, benar-benar mengesankan.
“Kim Myun Soo & Kim Sung Gyu”
Sederhana namun penuh makna bagi keduanya.
“Selesai,” Myung Soo mengangkat alisnya melihat namanya dan nama Sung Gyu terukir di batang pohon. “Sekarang kita hanya perlu membut janji,”
“Janji?”
Sung Gyu mengambil jari kelingking Myung Soo, kemudian menautkan jari kelingkingnya dengan Myung Soo. “Kalau salah satu dari kita pulang ke Seoul, kita harus ke sekolah dan kembali menuliskan nama kita berdua. Jangan pernah melewati garis, kau harus mengikuti tulisan tanganku,”
Janji itu diakhiri anggukan dari keduanya. Perasaan kehilangan tiba-tiba menyergap mereka berdua. Myung Soo menarik Sung Gyu ke dalam pelukannya, “...... G-Gyu ... “
“Eum ... wae?”
Tidak terasa mata sipit Sung Gyu sudah berkaca-kaca mengingat hari ini adalah hari terakhirnya bersama Myung Soo. Walaupun keberangkatannya besok pagi tapi sulit baginya untuk besok bertemu kembali dengan Myung Soo, kecuali Myung Soo menginap di rumahnya. Itu hal yang tidak mungkin bagi Myung Soo saat ini, orang tuanya baru pulang dari Jepang untuk persiapan keberangkatannya juga ke Jepang.
“Aniya ... aku hanya ingin bilang, aku menyayangimu. Kau adalah sahabatku. Kalau kau menemukan Kim Sung Gy kedua di Amerika, tolong kirimkan fotonya lewat email, ok!”
Sung Gyu mendorong Myung Soo membuat keduanya kembali terkikik, “Apa kau sudah selesai memberikan permenmu?”
“Tumben kau mengingatkanku, biasanya kau yang selalu menghalangiku,”
Myung Soo menghela napas tak berniat menjawab pertanyaan dari Sung Gyu. Ia tolehkan kepalanya ke samping menghindari tatapan Sung Gyu.
“Aku tak memintamu untuk menjawabku, Myung.” Ucap Sung Gyu.
Ia letakkan batu bata itu di akar pohon. “Cepat ikutlah ... memberikan permen terakhirku ..” Sung Gyu sedikit mengigit bibirnya saat melontarkan kata itu.
Myung Soo mengikuti langkah Sung Gyu tepat di belakang Sung Gyu sambil menunduk, menyembunyikan air matanya dari Sung Gyu. Ia menangis, benar. Tapi ia harus menyembunyikannya dari Sung Gyu.
=====*=====
Berhubung sore dan Woo Hyun sudah pulang, Sung Gyu memutuskan menjalani hobinya seperti sebelumnya, dulu sebelum ia ketahuan oleh Woo Hyun. Dengan meletakkan toples permen dalam loker. Sebuah surat dengan amplop putih terselip diantara permen-permen yang ada dalam toples yang telah Sung Gyu hias.
Sung Gyu menghembuskan napasnya kasar. Dengan hati-hati ia letakkan toples permen itu dalam loker Woo Hyun.
“Maafkan aku, Hyun. Mungkin aku terlalu memaksakan egoku ...”
Setelah mengucapkan kata itu, Sung Gyu menutup loker Woo Hyun lalu membalikkan badannya mendapati Myung Soo yang sudah menunggu dirinya lengkap dengan senyumnya hingga lesung pipinya terlihat.
“Hari ini aku akan mengantarmu,”
“Baiklah,”
Keduanya berjalan menyusuri koridor sekolah yang sepi. Saat di gerbang sekolah Sung Gyu membalikkan tubuhnya ke belakang, menatap WHS dengan tatapan sendu. Inilah tempat dirinya di pertemukan dengan Woo Hyun, Sung Yeol, dan Myung Soo, sang penyuka musim sama seperti dirinya.
Tempat yang sangat bersejarah dalam perjungannya menuju masa depan yang akan ia ambil setelah ini. Tempat yang merupakan awal penyiksaan hatinya, tempat di pertemukannya kembali dengan sepupunya setelah terpisah 12 tahun, dan sahabat seperti Myung Soo. Woollim High School, tempat menuntut ilmu bagi para anak chaebol di Korea yang secara tidak sengaja ia memasuki.
Berawal dari pembullyan karena dirinya yang berasal dari kasta bawahan. Tetapi karena Myung Soo yang selalu bersamanya tidak ada lagi pembullyan. Setelah itu, ia mencintai seorang kingka WHS yang sangat di segani, sampai akhir pun Woo Hyun tidak membalas cintanya.
Benar-benar sebuah tempat yang memberikan warna pelangi dalam hidupnya, walaupun dominan abu-abu tapi Sung Gyu menganggapnya hanyalah sebuah warna yang melintas dalam hidupnya untuk waktu sesaat. Tanpa bantuan WHS, tidak akan ada beasiswa itu. Oleh karena itu, ia harus menggunakan kesempatan ini dengan benar.
“Sudah sampai,”
“Gyu ...”
“Wae?”
“Apa yang harus aku katakan pada Woo Hyun seandainya Woo Hyun berubah?”
“........... itu tidak mungkin,”
“tidak ada yang tidak mungkin,”
“Jangan beritahu dia, cukup sudah aku menyulitkannya di WHS.”
“Baiklah ... untuk terakhir kalinya, Gyu. Aku ingin memelukku,”
Kali ini Myung Soo memeluk Sung Gyu seakan-akan ia tidak ingin melepasnya. Begitu erat, begitu takut kehilangan, dan perasaan sedih yang begitu mendalam.
“Sudah, Myung. Kau membuatku sesak,”
“Maaf ..”
“Hehehe ... gwenchana,”
“Kau menyuruhku jangan membuatmu ketawa saat kau sedih, tapi kau malah ketawa saat aku sedih, ini tak adil,”
“Sudahlah ... kau pulang sana! Ini sudah hampir jam 7, orang tuamu menunggumu. Ingat, jangan sia-siakan mereka yang menyayangimu,”
“Aku tidak pernah menyia-nyiakan mereka, mereka saja yang menyia-nyiakanku,”
“Aishh jinjja!”
“Arasseo arasseo, aku pulang, Gyu.”
Setelah itu Myung Soo pulang melewati beberapa gang untuk sampai ke jalan raya. Ia mengambil ponselnya kemudian mendial nomer sopir pribadinya. Ia hanya tinggal menunggu di halte terdekat. Myung Soo melihat suatu keanehan saat ia lama duduk di halte. Sudah hampir tiga bis yang lewat tapi laki-laki bertopi hitam itu tetap berdiri di dekat halte tidak jauh dari tempatnya duduk. Saat ia tanyakan tujuan si laki-laki misterius tapi tak ada jawaban. Itu semakin membuatnya merinding. Masih beruntung jalanan tidak sepi berhubung masih pukul jam tujuan.
Setelah menunggu 30 menit, akhirnya mobil pribadi Myung Soo datang membuatnya sedikit bernapas tenang. Tapi kejadian kali ini benar-benar membuat jantungnya berhenti bekerja. Laki-laki tak dikenal itu tiba-tiba memeluk Myung Soo dari belakang.
“Ya! Apa yang kau lakukan?” Teriak Myung Soo lengkap dengan paksaan pada laki-laki misterius itu untuk melepas pelukannya.
Perlahan pelukan laki-laki misterius itu mengendur dan menjauhi Myung Soo. Myung Soo membalikkan badannya, “Siapa kau?”
Laki-laki itu melepas topi hitamnya, “Lee Sung Yeol!”
“Maafkan aku, Myung. Aku lancang,”
“Apa maksud ini semua? Kenapa kau memelukku?”
“Dengar. Aku sempat mendengar pembicaraanmu dengan Sung Gyu, kau mau mencari Sung Gyu kedua di dunia ini, kan? Aku memang tidak sesempurna Sung Gyu, aku juga tidak sehebat Sung Gyu. Tapi mungkin keberanianku setara dengannya. Kim Myug Soo, aku mencintaimu. Aku tidak mau menentang takdir, aku juga tidak berharap lebih darimu. Aku hanya ingin mngungkapkan perasaanku, itu saja. Kau ingin membalasku atau tidak, itu terserah dirimu,”
“Tu-Tunggu ... ada apa denganmu Sung Yeol-ah? Bagaimana dengan Woo Hyun?”
“Hhhh ... akan ku ceritakan semuanya, tapi aku kasihan pada sopirmu,”
“Yook Ahjussi!?”
“Ya tuan?”
“Apakah tidak apa kalau ahjussi menunggu sebentar?”
“Nde, gwenchanayo ...”
“Kau dengar, sopirku sudah setuju,”
“Mungkin aku dan Woo Hyun terlihat seperti pasangan serasi dan saling mencintai. Tapi itu hanya terlihat diluar saja. Selama ini aku hanya pura-pura mencintai Woo Hyun demi eommaku yang terlalu terobsesi dengan harta. Tapi aku tidak sama dengannya, kau tenang saja. Dan .... sepertinya Woo Hyun sudah menyadari perasaannya. Akhir-akhir ini, saat ia bersamaku ia selalu melamun, tapi saat ku tanyakan ia terus mangatakan ‘aku baik-baik saja,’ aku tahu sebenarnya dia sudah mulai membuka hatinya untuk Sung Gyu, tapi ia ingin menyangkal perasaannya sendiri,”
Mata Myung Soo membulat. Benarkah yang dikatakan Sung Yeol? Tapi kenapa 3 hari yang lalu sikap Woo Hyun masih keras pada Sung Gyu?
“Kira-kira kapan Woo Hyun sudah mencintai Sung Gyu?”
“Entahlah, mungkin sekitar 3 hari yang lalu,”
Hari itu. Hari dimana Myung Soo menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri saat Woo Hyun membanting toples kaca dari Sung Gyu. Benar, itu kejadian 3 hari yang lalu, “Aku tidak yakin ...”
Myung Soo membuka pintu mobilnya bersiap untuk pulang dan meninggalkan Sung Yeol. “Ya! Kau pikir aku mengikutimu hanya untuk mengatakan itu eoh!?”
Myung Soo menolehkan kepalanya, membalikkan badannya kemudian menutup kembali pintu mobilnya. “Lalu ...?”
“Kau tidak membenciku? ... Seperti Woo Hyun pada Sung Gyu?”
“Huh! Kau pikir aku sama dengan Woo Hyun? Hatiku tidak sekeras dia. Aku hanya merasa tersanjung seorang Lee Sung Yeol mencintai Kim Myung Soo. Namja chingu sang kingka WHS.” Myung Soo menyunggingkan senyum tipis di sudut bibirnya. Itu adalah sebuah ejekan bagi Sung Yeol.
Myung Soo berlalu dengan mobilnya, benar-benar meninggalkan Sung Yeol sendiri di halte itu.
“Ahhh!! Ini benar-benar menyakitkan!” Teriaknya. Ia menggigit bibirnya sebagai pelampiasan sakitnya sambil memegang dada sebelah kirinya.
“Aku tidak akan menyerah, Tuan Kim. Gomawo, Gyu. Kau telah mengajarkan arti sebuah perjuangan padaku ...”
=====*=====
Pagi ini, Woo Hyun tampak tak nyaman merasakan duduknya di samping Sung Yeol. Ia memutuskan keluar kelas hanya sekedar mencari angin. Walaupun kelas super five sudah di lengkapi dengan AC, entah kenapa ia merasa kegelisahan menyelimuti hatinya. Saat Myung Soo lewat di hadapannya, langsung saja ia tarik lengan Myung Soo membuat Myung Soo sedikit mendelikkan matanya. Apakah Woo Hyun akan mengajaknya ribut pagi-pagi? Ayolah, ini tidak lucu.
“Ikut aku ...”
“Tidak,”
“Tolong, Myung Soo. Untuk hari ini saja, aku tidak ingin ribut,”
“Eoh! Kalau begitu aku pergi saja,”
Myung Soo menghempaskan tangan Woo Hyun dengan kasar, “Ap-apakah Sung Gyu baik-baik saja?”
Langkah Myung Soo terhenti, lalu ia balikkan badannya, “Cih! Sejak kapan kau peduli padanya?”
“.............” tak ada jawaban, Woo Hyun hanya menundukkan kepalanya.
“Sebaiknya kau cek dulu lokermu, baru kau mencariku,”
“Apa maksudmu?”
Bukannya menjawab, Myung Soo malah meninggalkan Woo Hyun yang masih terpaku dengan ucapan Myung Soo. Untuk menghilangkan rasa penasarannya, ia pun segera melangkahkan kakinya menuju loker miliknya. Seiring kaki jenjangnya melangkah, jantungnya terus berdegup kencang seakan-akan telah kehilangan sesuatu yang berharga dari dirinya.
Saat ia buka lokernya, ia menemukan sebuah toples berisikan permen. Ia yakin itu dari Sung Gyu. Untuk pertamakalinya, sudut bibirnya terangkat ketika melihat toples itu. Ia ambil toples itu, kemudian mulai mengambil sebungkus permen kecil dari dalamnya.
“Manis seperti orangnya ...” seru Woo Hyun saat permen itu menyentuh indra perasanya.
Matanya tertarik pada sebuah benda putih yang terselip diantara permen-permen itu. Ia letakkan kembali permen itu ke dalam loker setelah mengambil benda putih itu, sebuah surat. Perlahan ia membuka surat itu. Hal yang tidak biasa terjadi, biasanya Sung Gyu memberikan permen secara langsung padanya tanpa sebuah surat yang mengikuti, tapi hari ini mungkin lebih special. Seiring Woo Hyun membuka surat dari Sung Gyu, jantungnya tidak henti-henti berdegup abnormal.
‘Ada kalanya kita harus menyembunyikan apa yang kita rasakan jika ternyata yang kita rasakan itu mengundang sakit yang sangat dalam. Alangkah baiknya kita mengalah demi orang yang kita sayang. Semua harus dilepas demi orang yang lebih menginginkannya. Sulit? Sakit? Tentu. Pasti kita akan melalui rasa itu. Kau, yang sekarang tengah bahagia bersama pelihanmu. Tenanglah, aku baik-baik saja. Jangan khawatir bahwa sekarang kau tengah menyakitiku. Aku hanya perlu pelepasmu demi sepupuku. Maafkan aku yang selama ini selalu menyusahkanmu dan membuatmu kesal. Jika ‘Iya’ mungkin aku bisa pergi dengan tenang tanpa perlu mengingatmu lagi. Pesanku, semoga setelah ini kau bahagia tanpa kehadiranku dan jangan lupakan aku. Orang yang pernah mencintaimu secara diam-diam, orang yang selalu memberikanmu setoples permen selama tiga tahun berturut-turut sekaligus orang bodoh yang berani mencintai orang sempurna sepertimu. Aku memang tidak pandai menyembunyikan rasa ini hingga akirnya aku ketahuan olehmu. Aku sudah berusaha menutupi, tapi aku tidak bisa. Sekarang kau tenang saja, aku akan pergi dan menghilangkan rasa ini. Semoga kau bahagia dengan Sung Yeol. Jika suatu saat nanti kita ditakdirkan untuk bertemu kembali, anggaplah kita tidak pernah kenal dan hari itu adalah hari pertama kita bertemu. Hari ini, tanggal 30 november 2017. Kim Sung Gyu berhenti mencintai Nam Woo Hyun. Hari ini daun maple terkahir akan jatuh di jalanan Seoul. Tidak akan ada lagi Kim Sung Gyu yang mengejar Nam Woo Hyun hanya untuk memberikan setoples permen. Selamat tinggal ...’
Kim Sung Gyu
Nama Sung Gyu menjadi akhir kata yang tertulis dalam surat itu.
Tes ...
Air mata Woo Hyun menetes tepat di atas tulisan tangan Sung Gyu hingga membuat tulisan yang berasal dari tinta hitam itu sedikit pudar. Segera Woo Hyun hapus air matanya. Tubuh Woo Hyun terperosot ke bawah hingga menyentuh lantai. Tanpa berkata-kata, air mata itu tidak henti-hentinya mengalir dari kedua mata kelam Woo Hyun. Matanya tidak lepas dari tulisan tangan Sung Gyu, tatapannya kosong. Ia belai kertas itu seolah-olah kertas itu adalah Sung Gyu.
Ia rengkuh surat itu, lalu membawanya ke dalam pelukannya, “Ma-maaf .. maafkan aku hiks ... aku memang membencimu, tapi aku lebih benci kalau kau meninggalkanku ... hiks ..” isaknya lirih.
Ia teringat sesuatu. Segera ia langkahkan kakinya menuju belakang sekolah, tempat biasa Sung Gyu dan Myung Soo habiskan waktu bersama.
“Myung ..”
Seruan Woo Hyun membuat Myung Soo membuka sedikit matanya. Myung Soo menyunggingkan senyumnya saat melihat bekas air mata di kedua pipi Woo Hyun.
“Hah! Kau menangis?”
“Dimana Sung Gyu?”
Myung Soo melihat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Ada di udara.”
“Apa maksudmu?”
“Sekitar 10 menit yang lalu Sung Gyu sudah berangkat ke Amerika.”
Woo Hyun sudah tidak bisa menahan bobot tubuhnya. Ia jatuh tertunduk di samping Myung Soo.
“Hiks ... hiks ...”
“Sakit, kan? Itu tidak seberapa dibandingkan dengan sakit yang telah Sung Gyu derita selama 3 tahun. Kalau kau memang benar-benar mencintainya, sebaiknya kau menunggunya. Lepaskan Sung Yeol dan biarkan hatimu berkelana sambil menunggu sang pemilik sejatinya. Ingat! Kata ‘saranghae’ bukanlah sebuah kata biasa. Kalau kau sudah berani mengucapkan kata itu berarti kau harus benar-benar yakin dengan pilihanmu,”
“Kim Sung Gyu!!” Teriak Woo Hyun. Ia berusaha mengeluarkan rasa sesak dan tenggorokan tercekatnya dengan berteriak.
“Aish!! Kau berisik!” Dengus Myung Soo
“Kapan Sung Gyu akan kembali?”
“Sung Gyu tidak mengatakannya padaku, tapi ia pernah bilang. Ia ingin menjadi orang sukses. Mungkin setelah dia sukses di sana ...”
Kembali air mata Woo Hyun meluncur. Kapan Sung Gyu sukses tidak bisa ia pastikan. Bagaimana kalau ia tidak bisa lagi bertemu dengan Sung Gyu? Bagaimana kalau ia benar-benar telat menyatakan cintanya pada Sung Gyu? Dan bagaimana kalau Sung Gyu tidak kembali lagi ke Seoul? Semua kemungkinan bisa saja terjadi. Sekarang sudah tidak ada lagi kesempatan baginya.
Walaupun nantinya Sung Gyu kembali dengan keadaan sudah tidak lagi mencintainya, ia siap. Mungkin suatu saat nanti akan datang waktu dimana dirinya yang berjuang mati-matian untuk mengejar cinta Sung Gyu. Setidaknya ia bisa mencintai Sung Gyu dari jarak jauh, seperti Sung Gyu dulu.
“Walaupun nantinya Sung Gyu membenciku, aku siap. Walaupun nantinya Sung Gyu tidak lagi mencintaiku, aku siap. Walaupun nantinya Sung Gyu sudah mempunyai namja chingu, aku siap. Walaupun nantinya Sung Gyu menghinaku, aku siap. Walaupun nantinya Sung Gyu memukulku, aku siap. Aku sering menghinanya .. hiks ... aku menyumpahi kematiannya .. hiks ... aku mengumpat di depannya .. hiks ... bahkan aku pernah mendorongnya hingga bahunya terluka .. hiks ..”
Buk!
“Itu adalah pukulan dari sahabat Sung Gyu untuk menyadarkan orang yang dicintainya,” ucap Myung Soo, kemudian berlalu meninggalkan Woo Hyun jatuh terkapar di bawah pohon rindang, tempat kesukaan Sung Gyu di sekolahnya.
‘Gomawo, Myung Soo. Sebenarnya aku lemah dalam hal menunggu, aku benci menunggu. Tapi demi Sung Gyu, akan ku tunggu sampai ia kembali walaupun ia sudah berada dalam dekapan orang lain’

TBC

0 komentar:

Posting Komentar