Tittle : WIWAM
(Whether It Was A Mistake?) Chapter 3
Author : Kim
Hye Jin_MRS.
Main Cats : Kim
Sung Gyu & Nam Woo Hyun.
Support Cats :
All member infinite, muncul sesuai kebutuhan.
Rated : Untuk
semua anak Woo Gyu J
Lenght :
Chapter 3 of ...?
Summary : Siapa
yang harus ku salahkan. Apakah cinta yang ada dalam hatiku, ataukah aku yang
memang salah mencintaimu?
WARNING : Pemakaian EYD tidak ada yang
benar, bahasanya asal-asalan, bertele-tele, typo bertebaran. Jelek? Harap di
maklumin karena saya masih belajar untuk jadi Author yang baik.
Note : FF ini benar-benar berasal dari otak+pemikiran Author yang
terbatas. Jadi, kalau ada kalimat yang sama dengan FF yang lain berarti itu
murni ketidak sengajaan.
(~0~ Happy Reading
~0~)
Sebelumnya
dichapter 2
“Pada dasarnya
cinta itu kejam dan tidak tahu sopan santun. Mereka hadir dalam hati manusia
tanpa pamit pada sang pemilik hati terlebih dahulu. Tumbuh pun tanpa pamit.
Benar-benar tidak tahu sopan santun.”
Chapter 3
Sejak hari itu,
Woo Hyun semakin menjaga sikap dengan Sung Gyu. Namun beda halnya dengan Sung
Gyu. Awalnya ia berusaha mencintai Woo Hyun secara rahasia, dimana hanya
dirinya dan Myung Soo yang tahu. Tapi insiden hari itu menjadikannya lebih
terbuka untuk mencintai Woo Hyun. Jika dulu ia hanya berani memberikan permen
pada Woo Hyun lewat loker, sekarang ia bisa memberikannya secara langsung di
depan Woo Hyun, bahkan di depan Sung Yeol. Sung Yeol yang melihat
pertamakalinya Sung Gyu bicara dengan Woo Hyun sekaligus memberikan sebuah
toples permen kala itu sedikit tercengang. Hari itu juga Sung Yeol berkeyakinan
bahwa Sung Gyu ternyata mencintai Woo Hyun.
Hari itu, Myung
Soo mendatangi rumah Woo Hyun. Beralasan hanya ingin bicara berdua hingga Woo
Hyun mau ia ajak keluar rumah. Tapi saat tiba ditaman, bukan sebuah pembicaraan
yang Woo Hyun dapat, melainkan sebuah tonjokan beruntun sampai-sampai sudut
bibir tebal Woo Hyun robek dan tulang pipinya membiru. Seperti waktu itu, tanpa
berkata-kata Myung Soo meninggalkan Woo Hyun sendiri setelah lelah memukul Woo
Hyun.
‘Wuahh! Jadi
ini balasan dari sahabat Sung Gyu? Cih!’
‘..........’
‘Kukira kau
akan terlihat lebih berwibawa daripada Sung Gyu, Myung. Hah! Kalian sama saja,”
‘Dan kau tau
Tuan Nam yang terhormat ... aku berharap suatu saat nanti kau tidak menyesali
perbuatanmu sendiri,’
Itu segenap
pembicaraan Myung Soo dan Woo Hyun yang terjadi hari itu. Esok harinya ketika
keduanya bertemu, langsung saja saling melempar tatapan sengit sekaligus benci.
Sedikit cekcok mulut pun kerap terjadi. Myung Soo yang memang mempunyai kepribadian
dingin dan cuek, perlahan menghilangkan kedua sifat itu demi Sung Gyu.
Sahabatnya menderita, tentu saja ia tidak bisa tinggal diam. Apalagi hanya
karena laki-laki yang hanya mengandalkan tampang dan kekuasaan keluarganya
seperti Woo Hyun.
Hari demi hari
terus terlewati tanpa celah Sung Gyu yang terus memberikan permen pada Woo
Hyun. Kabar bahwa Sung Gyu mencintai sang kingka WHS pun menjadi viral utama.
Tak lepas dari itu, Sung Gyu kembali mendapat bullyan dari fans Woo Hyun.
Beruntungnya Myung Soo tidak pernah membiarkannya sendiri. Kejadian beberapa
waktu lalu Sung Gyu yang dikunci di kamar mandi membuat Myung Soo lebih
berhati-hati pada fans Woo Hyun.
Seperti biasa,
hari ini pun Sung Gyu dan Myung Soo hanya memilih membaca novel di luar kelas.
Menikmati waktu-waktu terakhir keduanya dengan merasakan hembusan angin yang
begitu lembut menyapa kulit mereka. *Myung Soo akan berangkat ke Jepang.
“Bagimana
universitasmu nanti, Myung?”
“Entahlah,
sepertinya tertunda,” Sung Gyu menolehkan kepalanya ke belakang.
“Waeyo?”
“Aku tak tahu,
appa hanya bilang begitu,”
“Assa! Berarti
kita bisa melihat daun maple bersama ..” girangnya.
Saat seperti
inilah yang Myung Soo impikan. Terus melihat sudut bibir tipis Sung Gyu yang
terangkat dan mata bulan sabitnya yang tinggal segaris. Melambangkan sebuah
perasaan bahagia dari sang empu.
“Bagaimana
dengan tes biasiswamu?”
“Besok,”
“Ouhh! Sukses
buatmu, Gyu.” Ucap Myung Soo sambil mencubit pelan pipi gembil Sung Gyu. Sung
Gyu hanya meringis sakit menerima cubitan dari Myung Soo. Hanya sebuah cubitan
gemas pada sahabatnya hingga meninggalkan sedikit warna merah.
Kembali
keduanya ke posisi awal, menyandarkan tubuh masing-masing ke pohon rindang yang
mereka jadikan sandaran. Saat mereka mulai terlarut dengan alur novel yang ada,
sebuah bayangan Woo Hyun tiba-tiba terlintas di depan mata Sung Gyu. Segera
Sung Gyu masukkan novel itu ke dalam tasnya, kemudian meraih tasnya dan
mencangklongkan tasnya asal. Myung Soo yang melihat arah langkah Sung Gyu hanya
mendesah pelan.
“Mungkin kau
benar-benar harus tersakiti, Gyu. Baru kau akan sadar bahwa cinta itu hanyalah
omong kosong,”
=====*=====
Sung Gyu lari
terbirit-birit menuju sebuah perkumpulan remaja chaebol yang tak jauh dari
tempatnya tadi membaca buku. Dengan langkah percaya diri, ia hampiri Woo Hyun.
Ia menepuk bahu Woo Hyun layaknya seorang teman yang memang sudah akrap. Woo
Hyun yang posisi duduknya membelakanginya membuat Woo Hyun sedikit heran dengan
sapaan yang tidak biasa ia terima.
Woo Hyun
membalikkan tubuhnya mendapati Sung Gyu yang tengah tersenyum manis dan
tangannya yang tengah memegang toples yang berisikan permen seperti hari-hari
sebelumnya. Walaupun Woo Hyun sudah berkali-kali menghujatnya dengan kata-kata
kotor, tidak sopan, dan bahkan menyumpahi hal buruk terjadi pada Sung Gyu,
namun Sung Gyu kokoh dengan pendiriannya dan terus melakukan hal yang sudah
menjadi hobinya ini.
“Namja
chingumu, Hyun ...” seru salah satu temannya.
“Kalau kau tak
mau kau bisa memberikannya padaku, lumayan untuk menghibur malamku,” seru salah
satu temannya lagi.
Buk!!
Woo Hyun
berhasil memberikan sebuah tonjokan di sudur bibir temannya hingga mengeluarkan
sedikit darah segar. Entahlah, ia hanya tidak suka mendengar ucapan temannya
yang satu ini. Teman yang satunya lagi hanya ternganga menyaksikan secara
langsung sang kingka WHS menonjok siswa lain selain Myung Soo. Pasalnya Woo
Hyun tidak pernah mengotori tangannya hanya demi siswa lain, menurutnya Myung
Soo adalah musuh bebuyutan yang harus ia singkirkan secara perlahan. Bahkan dua
siswa WHS ini tidak jarang menerima panggilan dari kepala sekolah, bukan lagi
guru BP/BK. Guru BP/BK sudah tak mampu dalam membentuk pribadi dua laki-laki
yang terkenal karena keras kepalanya ini.
“Perhatikan
ucapanmu!” Bentak Woo Hyun.
Sung Gyu sedikit
menyunggingkan senyumnya merasa dapat perhatian dari Woo Hyun. Woo Hyun
membalikkan badannya, langsung saja Sung Gyu kembali mengalihkan tatapannya
lurus ke dalam mata kelam Woo Hyun. Woo Hyun melangkah mendekati Sung Gyu
membuat Sung Gyu sedikit mundur ke belakang.
“Sudah berapa
kali ku peringatkan kau eoh!”
Pranggg!!
Seperti
hari-hari sebelumnya, hari ini pun Woo Hyun menghancurkan toples yang Sung Gyu
berikan. Tak ada raut sedih atau pun tanda-tanda bahwa Sung Gyu akan menangis,
yang ia tampakkan hanyalah senyuman tanpa melepas tatapannya dari mata Woo
Hyun.
“Kau
menghancurkannya lagi, Hyun.”
Hanya itu yang
Sung Gyu ucapkan saat Woo Hyun menendang permen-permen itu hingga tercecer
kemana-mana. Tak ada wadah untuk semua itu, toplesnya sudah hancur.
“Pergi dari
hidupku!”
“Aku tak bisa,
daun maple terakhir belum jatuh ..”
“Ku harap bulan
novenber segera berakhir ...” seru Woo Hyun saat melewati Sung Gyu, tepat di
sampingnya.
Sung Gyu
tertunduk lemah. Ia jongkokkan tubuhnya untuk memungut permen sekaligus pecahan
kaca dari toples permennya.
“Huh! Kenapa
ini masih terasa sakit? Tenanglah, Kim Sung Gyu. Bukankah kau sudah sering
seperti ini? Kau seharusnya semakin kuat ...” seru Sung Gyu berusaha menguatkan
dirinya sendiri. Namun apalah daya, selalu saja air matanya keluar ketika Woo
Hyun sudah meninggalkannya. Ia terlalu naif bahkan hanya untuk memperlihatkan
kesedihannya di depan Woo Hyun.
Other_Side
“Maafkan aku
...”
=====*=====
Myung Soo sudah
tahu semua akan seperti ini. Ia hanya bisa melihat Sung Gyu dari kejauhan. Jika
ia ikut campur maka ia akan kena semprotan kemarahan Sung Gyu dan Sung Gyu akan
semakin sedih. Ia hanya bisa mengulurkan tangannya ketika Sung Gyu jatuh
tersungkur memilih permen dan pecahan kaca yang Woo Hyun hancurkan setiap
harinya.
“Gyu ...”
Mendengar suara
Myung Soo, segera Sung Gyu hapus air matanya dengan kasar, “Myung ...”
Myung Soo
menjongkokkan dirinya menyamakan tinggi badannya dengan Sung Gyu yang tengah
memungut permen dan pecahan toplesnya. Ia pegang kedua pundak Sung Gyu,
kemudian ia bantu Sung Gyu untuk mendirikan badannya, “..... Kita pulang saja,”
“Tidak, Myung.
Kalau kau ingin pulang pulanglah duluan,”
“Aku akan
mengantarmu,”
“Sebaiknya kau
pulang duluan. Hari ini aku tidak ada jadwal mengajar, aku juga ingin
mengunjungi eomma ...”
Grap!
Myung Soo
membawa Sung Gyu ke dalam pelukan hangatnya, “Ini pasti sulit, Gyu.”
Pelan Sung Gyu
melepas pelukan itu, memegang kedua lengan Myung Soo, kemudian melempar sebuah
senyum manis di bibirnya, “Orang yang mulai bersenang-senang di masa muda, maka
orang itu akan susah di kala tua. Aku susah dan aku tidak punya apa-apa. Aku
hanyalah seekor punguk yang bermimpi bisa meraih bulan di atas sana. Sahabatmu
ini bukanlah punguk yang mempunyai keinginan tanpa sebuah usaha seperti
punguk-punguk yang lain. Aku yakin, suatu saat nanti aku akan berhasil
meraihnya. Sebelum itu, aku harus menjadi orang sukses”
Mata Myung Soo
mulai berkaca-kaca mendengar ucapan Sung Gyu. “Aku ingin membantumu, tapi ...”
“Jangan membuatku
tertawa saat aku bersedih, Myung. Cukup kau berada di sampingku dan ... jangan
tinggalkan aku, aku benci sendiri. Hanya itu yang bisa kau lakukan padaku,”
“Arasseo ..”
ucap Myung Soo sambil menganggukkan kepalanya membuat Sung Gyu lagi-lagi
menyunggingkan senyumnya, “Boleh aku minta permennya?”
“Tentu saja,
makanlah ..”
“Kita kembali
saja ke pohon ...”
Seperti ucapan
Myung Soo, mereka pun kembali ke bawah pohon rindang itu. Menghabiskan waktu di
sekolah dengan membaca novel sampai sore. Jika bukan karena sebuah titik di
buku apsensi, mungkin mereka sudah tidak berangkat sekolah. Datang ke sekolah
hanya duduk di kelas, tanpa guru, dan makan di kantin. Itu yang biasa siswa
super five lakukan. Tapi tidak dengan Sung Gyu dan Myung Soo. Pergi ke kantin
saat semua kelas masuk dan saat istirahat mereka memilih membaca novel di taman
belakang sekolah.
=====*=====
2 hari kemudian
....
Setelah
dinyatakan berhasil mendapat biasiswa di AS, Sung Gyu lebih sering menghabiskan
waktu bersama Myung Soo di belakang sekolah. Mencoba untuk memfokuskan
pikirannya ke masa depan dengan tidak melirik Woo Hyun lagi. Kebiasaannya
memberikan permen pada Woo Hyun pun tak bisa lepas. Namun tekadnya yang kuat
menjadikannya sedikit bangkit. Hari ini adalah hari terakhirnya memberikan
permen pada Woo Hyun. Besok adalah hari terakhir bulan november, berarti besok
adalah hari terakhir daun maple jatuh di Seoul. Besok juga hari terakhir Sung Gyu
mencintai Woo Hyun dan besok adalah hari terakhirnya di Seoul. Keberangkatannya
ke AS yang mendadak tak bisa ia cancel lagi. Untuk ujian kelas 3 SHSnya, akan
ia lakukan melalui online.
Perlu kalian
ingat. Rasa cinta Sung Gyu tidak pernah mengalami pasang maupun surut. Semuanya
tak pernah bertambah maupun berkurang walaupun Woo Hyun membenci Sung Gyu
sekalipun. Tapi janjinya lah pada Woo Hyun. Janji itu harus ditepati walaupun tidak
tertulis dan tanpa persetujuan dari Woo Hyun.
Hari ini Sung
Gyu hanya memilih menyandarkan kepalanya ke bahu Myung Soo, merasakan saat-saat
terakhirnya bersama sang sahabat.
“Kau
menikungku, Gyu.”
Sung Gyu
membuka matanya, kemudian mengangkat kepalanya dan memilih menyandarkan
badannya ke pohon. “Apa maksudmu, Myung?”
“Bukankah
awalnya aku yang akan meninggalkanmu? Kenapa sekarang malah kau yang akan
meninggalkanku?”
“Ck! Itu tak
penting. Bukankah kau juga ingin melihat kesuksesanku eoh!?”
“Ya ya ya ...
jangankan itu, kau berhasil bangkit dari laki-laki sialan itu saja membuatku
senang,”
“Ck!” Decak
Sung Gyu.
Sung Gyu mendirikan
badannya, lalu mulai mencari sesuatu di sekitar sini, sebuah benda tajam. Ia
ambil sebuah batu bata kecil berujung runcing yang hanya pas di genggamanku.
“Apa yang ingin
kau lakukan, Gyu?”
“Diam dan
lihatlah ...”
Myung Soo
mengikuti ucapan Sung Gyu. Ia hanya melihat apa yang akan Sung Gyu lakukan
dengan batu bata kecil itu.
Sung Gyu
menulis nama mereka berdua di batang pohon ini, benar-benar mengesankan.
“Kim Myun Soo
& Kim Sung Gyu”
Sederhana namun
penuh makna bagi keduanya.
“Selesai,”
Myung Soo mengangkat alisnya melihat namanya dan nama Sung Gyu terukir di
batang pohon. “Sekarang kita hanya perlu membut janji,”
“Janji?”
Sung Gyu
mengambil jari kelingking Myung Soo, kemudian menautkan jari kelingkingnya
dengan Myung Soo. “Kalau salah satu dari kita pulang ke Seoul, kita harus ke
sekolah dan kembali menuliskan nama kita berdua. Jangan pernah melewati garis,
kau harus mengikuti tulisan tanganku,”
Janji itu
diakhiri anggukan dari keduanya. Perasaan kehilangan tiba-tiba menyergap mereka
berdua. Myung Soo menarik Sung Gyu ke dalam pelukannya, “...... G-Gyu ... “
“Eum ... wae?”
Tidak terasa
mata sipit Sung Gyu sudah berkaca-kaca mengingat hari ini adalah hari
terakhirnya bersama Myung Soo. Walaupun keberangkatannya besok pagi tapi sulit
baginya untuk besok bertemu kembali dengan Myung Soo, kecuali Myung Soo
menginap di rumahnya. Itu hal yang tidak mungkin bagi Myung Soo saat ini, orang
tuanya baru pulang dari Jepang untuk persiapan keberangkatannya juga ke Jepang.
“Aniya ... aku
hanya ingin bilang, aku menyayangimu. Kau adalah sahabatku. Kalau kau menemukan
Kim Sung Gy kedua di Amerika, tolong kirimkan fotonya lewat email, ok!”
Sung Gyu
mendorong Myung Soo membuat keduanya kembali terkikik, “Apa kau sudah selesai
memberikan permenmu?”
“Tumben kau
mengingatkanku, biasanya kau yang selalu menghalangiku,”
Myung Soo
menghela napas tak berniat menjawab pertanyaan dari Sung Gyu. Ia tolehkan
kepalanya ke samping menghindari tatapan Sung Gyu.
“Aku tak
memintamu untuk menjawabku, Myung.” Ucap Sung Gyu.
Ia letakkan
batu bata itu di akar pohon. “Cepat ikutlah ... memberikan permen terakhirku
..” Sung Gyu sedikit mengigit bibirnya saat melontarkan kata itu.
Myung Soo
mengikuti langkah Sung Gyu tepat di belakang Sung Gyu sambil menunduk, menyembunyikan
air matanya dari Sung Gyu. Ia menangis, benar. Tapi ia harus menyembunyikannya
dari Sung Gyu.
=====*=====
Berhubung sore
dan Woo Hyun sudah pulang, Sung Gyu memutuskan menjalani hobinya seperti
sebelumnya, dulu sebelum ia ketahuan oleh Woo Hyun. Dengan meletakkan toples
permen dalam loker. Sebuah surat dengan amplop putih terselip diantara
permen-permen yang ada dalam toples yang telah Sung Gyu hias.
Sung Gyu
menghembuskan napasnya kasar. Dengan hati-hati ia letakkan toples permen itu
dalam loker Woo Hyun.
“Maafkan aku,
Hyun. Mungkin aku terlalu memaksakan egoku ...”
Setelah
mengucapkan kata itu, Sung Gyu menutup loker Woo Hyun lalu membalikkan badannya
mendapati Myung Soo yang sudah menunggu dirinya lengkap dengan senyumnya hingga
lesung pipinya terlihat.
“Hari ini aku
akan mengantarmu,”
“Baiklah,”
Keduanya
berjalan menyusuri koridor sekolah yang sepi. Saat di gerbang sekolah Sung Gyu
membalikkan tubuhnya ke belakang, menatap WHS dengan tatapan sendu. Inilah
tempat dirinya di pertemukan dengan Woo Hyun, Sung Yeol, dan Myung Soo, sang
penyuka musim sama seperti dirinya.
Tempat yang
sangat bersejarah dalam perjungannya menuju masa depan yang akan ia ambil
setelah ini. Tempat yang merupakan awal penyiksaan hatinya, tempat di
pertemukannya kembali dengan sepupunya setelah terpisah 12 tahun, dan sahabat
seperti Myung Soo. Woollim High School, tempat menuntut ilmu bagi para anak
chaebol di Korea yang secara tidak sengaja ia memasuki.
Berawal dari
pembullyan karena dirinya yang berasal dari kasta bawahan. Tetapi karena Myung
Soo yang selalu bersamanya tidak ada lagi pembullyan. Setelah itu, ia mencintai
seorang kingka WHS yang sangat di segani, sampai akhir pun Woo Hyun tidak
membalas cintanya.
Benar-benar
sebuah tempat yang memberikan warna pelangi dalam hidupnya, walaupun dominan
abu-abu tapi Sung Gyu menganggapnya hanyalah sebuah warna yang melintas dalam
hidupnya untuk waktu sesaat. Tanpa bantuan WHS, tidak akan ada beasiswa itu.
Oleh karena itu, ia harus menggunakan kesempatan ini dengan benar.
“Sudah sampai,”
“Gyu ...”
“Wae?”
“Apa yang harus
aku katakan pada Woo Hyun seandainya Woo Hyun berubah?”
“...........
itu tidak mungkin,”
“tidak ada yang
tidak mungkin,”
“Jangan
beritahu dia, cukup sudah aku menyulitkannya di WHS.”
“Baiklah ...
untuk terakhir kalinya, Gyu. Aku ingin memelukku,”
Kali ini Myung
Soo memeluk Sung Gyu seakan-akan ia tidak ingin melepasnya. Begitu erat, begitu
takut kehilangan, dan perasaan sedih yang begitu mendalam.
“Sudah, Myung.
Kau membuatku sesak,”
“Maaf ..”
“Hehehe ... gwenchana,”
“Kau menyuruhku
jangan membuatmu ketawa saat kau sedih, tapi kau malah ketawa saat aku sedih,
ini tak adil,”
“Sudahlah ...
kau pulang sana! Ini sudah hampir jam 7, orang tuamu menunggumu. Ingat, jangan
sia-siakan mereka yang menyayangimu,”
“Aku tidak
pernah menyia-nyiakan mereka, mereka saja yang menyia-nyiakanku,”
“Aishh jinjja!”
“Arasseo
arasseo, aku pulang, Gyu.”
Setelah itu
Myung Soo pulang melewati beberapa gang untuk sampai ke jalan raya. Ia mengambil
ponselnya kemudian mendial nomer sopir pribadinya. Ia hanya tinggal menunggu di
halte terdekat. Myung Soo melihat suatu keanehan saat ia lama duduk di halte.
Sudah hampir tiga bis yang lewat tapi laki-laki bertopi hitam itu tetap berdiri
di dekat halte tidak jauh dari tempatnya duduk. Saat ia tanyakan tujuan si
laki-laki misterius tapi tak ada jawaban. Itu semakin membuatnya merinding.
Masih beruntung jalanan tidak sepi berhubung masih pukul jam tujuan.
Setelah
menunggu 30 menit, akhirnya mobil pribadi Myung Soo datang membuatnya sedikit
bernapas tenang. Tapi kejadian kali ini benar-benar membuat jantungnya berhenti
bekerja. Laki-laki tak dikenal itu tiba-tiba memeluk Myung Soo dari belakang.
“Ya! Apa yang
kau lakukan?” Teriak Myung Soo lengkap dengan paksaan pada laki-laki misterius
itu untuk melepas pelukannya.
Perlahan
pelukan laki-laki misterius itu mengendur dan menjauhi Myung Soo. Myung Soo
membalikkan badannya, “Siapa kau?”
Laki-laki itu
melepas topi hitamnya, “Lee Sung Yeol!”
“Maafkan aku,
Myung. Aku lancang,”
“Apa maksud ini
semua? Kenapa kau memelukku?”
“Dengar. Aku
sempat mendengar pembicaraanmu dengan Sung Gyu, kau mau mencari Sung Gyu kedua
di dunia ini, kan? Aku memang tidak sesempurna Sung Gyu, aku juga tidak sehebat
Sung Gyu. Tapi mungkin keberanianku setara dengannya. Kim Myug Soo, aku
mencintaimu. Aku tidak mau menentang takdir, aku juga tidak berharap lebih
darimu. Aku hanya ingin mngungkapkan perasaanku, itu saja. Kau ingin membalasku
atau tidak, itu terserah dirimu,”
“Tu-Tunggu ...
ada apa denganmu Sung Yeol-ah? Bagaimana dengan Woo Hyun?”
“Hhhh ... akan
ku ceritakan semuanya, tapi aku kasihan pada sopirmu,”
“Yook
Ahjussi!?”
“Ya tuan?”
“Apakah tidak
apa kalau ahjussi menunggu sebentar?”
“Nde,
gwenchanayo ...”
“Kau dengar,
sopirku sudah setuju,”
“Mungkin aku
dan Woo Hyun terlihat seperti pasangan serasi dan saling mencintai. Tapi itu
hanya terlihat diluar saja. Selama ini aku hanya pura-pura mencintai Woo Hyun
demi eommaku yang terlalu terobsesi dengan harta. Tapi aku tidak sama
dengannya, kau tenang saja. Dan .... sepertinya Woo Hyun sudah menyadari
perasaannya. Akhir-akhir ini, saat ia bersamaku ia selalu melamun, tapi saat ku
tanyakan ia terus mangatakan ‘aku baik-baik saja,’ aku tahu sebenarnya dia
sudah mulai membuka hatinya untuk Sung Gyu, tapi ia ingin menyangkal
perasaannya sendiri,”
Mata Myung Soo
membulat. Benarkah yang dikatakan Sung Yeol? Tapi kenapa 3 hari yang lalu sikap
Woo Hyun masih keras pada Sung Gyu?
“Kira-kira
kapan Woo Hyun sudah mencintai Sung Gyu?”
“Entahlah,
mungkin sekitar 3 hari yang lalu,”
Hari itu. Hari
dimana Myung Soo menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri saat Woo Hyun
membanting toples kaca dari Sung Gyu. Benar, itu kejadian 3 hari yang lalu,
“Aku tidak yakin ...”
Myung Soo
membuka pintu mobilnya bersiap untuk pulang dan meninggalkan Sung Yeol. “Ya!
Kau pikir aku mengikutimu hanya untuk mengatakan itu eoh!?”
Myung Soo
menolehkan kepalanya, membalikkan badannya kemudian menutup kembali pintu
mobilnya. “Lalu ...?”
“Kau tidak
membenciku? ... Seperti Woo Hyun pada Sung Gyu?”
“Huh! Kau pikir
aku sama dengan Woo Hyun? Hatiku tidak sekeras dia. Aku hanya merasa tersanjung
seorang Lee Sung Yeol mencintai Kim Myung Soo. Namja chingu sang kingka WHS.”
Myung Soo menyunggingkan senyum tipis di sudut bibirnya. Itu adalah sebuah
ejekan bagi Sung Yeol.
Myung Soo
berlalu dengan mobilnya, benar-benar meninggalkan Sung Yeol sendiri di halte
itu.
“Ahhh!! Ini
benar-benar menyakitkan!” Teriaknya. Ia menggigit bibirnya sebagai pelampiasan
sakitnya sambil memegang dada sebelah kirinya.
“Aku tidak akan
menyerah, Tuan Kim. Gomawo, Gyu. Kau telah mengajarkan arti sebuah perjuangan
padaku ...”
=====*=====
Pagi ini, Woo
Hyun tampak tak nyaman merasakan duduknya di samping Sung Yeol. Ia memutuskan
keluar kelas hanya sekedar mencari angin. Walaupun kelas super five sudah di
lengkapi dengan AC, entah kenapa ia merasa kegelisahan menyelimuti hatinya.
Saat Myung Soo lewat di hadapannya, langsung saja ia tarik lengan Myung Soo
membuat Myung Soo sedikit mendelikkan matanya. Apakah Woo Hyun akan mengajaknya
ribut pagi-pagi? Ayolah, ini tidak lucu.
“Ikut aku ...”
“Tidak,”
“Tolong, Myung
Soo. Untuk hari ini saja, aku tidak ingin ribut,”
“Eoh! Kalau
begitu aku pergi saja,”
Myung Soo menghempaskan
tangan Woo Hyun dengan kasar, “Ap-apakah Sung Gyu baik-baik saja?”
Langkah Myung
Soo terhenti, lalu ia balikkan badannya, “Cih! Sejak kapan kau peduli padanya?”
“.............”
tak ada jawaban, Woo Hyun hanya menundukkan kepalanya.
“Sebaiknya kau
cek dulu lokermu, baru kau mencariku,”
“Apa maksudmu?”
Bukannya
menjawab, Myung Soo malah meninggalkan Woo Hyun yang masih terpaku dengan
ucapan Myung Soo. Untuk menghilangkan rasa penasarannya, ia pun segera
melangkahkan kakinya menuju loker miliknya. Seiring kaki jenjangnya melangkah,
jantungnya terus berdegup kencang seakan-akan telah kehilangan sesuatu yang
berharga dari dirinya.
Saat ia buka
lokernya, ia menemukan sebuah toples berisikan permen. Ia yakin itu dari Sung
Gyu. Untuk pertamakalinya, sudut bibirnya terangkat ketika melihat toples itu.
Ia ambil toples itu, kemudian mulai mengambil sebungkus permen kecil dari
dalamnya.
“Manis seperti
orangnya ...” seru Woo Hyun saat permen itu menyentuh indra perasanya.
Matanya
tertarik pada sebuah benda putih yang terselip diantara permen-permen itu. Ia
letakkan kembali permen itu ke dalam loker setelah mengambil benda putih itu,
sebuah surat. Perlahan ia membuka surat itu. Hal yang tidak biasa terjadi,
biasanya Sung Gyu memberikan permen secara langsung padanya tanpa sebuah surat
yang mengikuti, tapi hari ini mungkin lebih special. Seiring Woo Hyun membuka
surat dari Sung Gyu, jantungnya tidak henti-henti berdegup abnormal.
‘Ada
kalanya kita harus menyembunyikan apa yang kita rasakan jika ternyata yang kita
rasakan itu mengundang sakit yang sangat dalam. Alangkah baiknya kita mengalah
demi orang yang kita sayang. Semua harus dilepas demi orang yang lebih
menginginkannya. Sulit? Sakit? Tentu. Pasti kita akan melalui rasa itu. Kau,
yang sekarang tengah bahagia bersama pelihanmu. Tenanglah, aku baik-baik saja.
Jangan khawatir bahwa sekarang kau tengah menyakitiku. Aku hanya perlu
pelepasmu demi sepupuku. Maafkan aku yang selama ini selalu menyusahkanmu dan
membuatmu kesal. Jika ‘Iya’ mungkin aku bisa pergi dengan tenang tanpa perlu
mengingatmu lagi. Pesanku, semoga setelah ini kau bahagia tanpa kehadiranku dan
jangan lupakan aku. Orang yang pernah mencintaimu secara diam-diam, orang yang
selalu memberikanmu setoples permen selama tiga tahun berturut-turut sekaligus
orang bodoh yang berani mencintai orang sempurna sepertimu. Aku memang tidak
pandai menyembunyikan rasa ini hingga akirnya aku ketahuan olehmu. Aku sudah
berusaha menutupi, tapi aku tidak bisa. Sekarang kau tenang saja, aku akan
pergi dan menghilangkan rasa ini. Semoga kau bahagia dengan Sung Yeol. Jika
suatu saat nanti kita ditakdirkan untuk bertemu kembali, anggaplah kita tidak
pernah kenal dan hari itu adalah hari pertama kita bertemu. Hari ini, tanggal
30 november 2017. Kim Sung Gyu berhenti mencintai Nam Woo Hyun. Hari ini daun
maple terkahir akan jatuh di jalanan Seoul. Tidak akan ada lagi Kim Sung Gyu
yang mengejar Nam Woo Hyun hanya untuk memberikan setoples permen. Selamat
tinggal ...’
Kim
Sung Gyu
Nama Sung Gyu
menjadi akhir kata yang tertulis dalam surat itu.
Tes ...
Air mata Woo
Hyun menetes tepat di atas tulisan tangan Sung Gyu hingga membuat tulisan yang
berasal dari tinta hitam itu sedikit pudar. Segera Woo Hyun hapus air matanya.
Tubuh Woo Hyun terperosot ke bawah hingga menyentuh lantai. Tanpa berkata-kata,
air mata itu tidak henti-hentinya mengalir dari kedua mata kelam Woo Hyun.
Matanya tidak lepas dari tulisan tangan Sung Gyu, tatapannya kosong. Ia belai kertas
itu seolah-olah kertas itu adalah Sung Gyu.
Ia rengkuh
surat itu, lalu membawanya ke dalam pelukannya, “Ma-maaf .. maafkan aku hiks
... aku memang membencimu, tapi aku lebih benci kalau kau meninggalkanku ...
hiks ..” isaknya lirih.
Ia teringat sesuatu.
Segera ia langkahkan kakinya menuju belakang sekolah, tempat biasa Sung Gyu dan
Myung Soo habiskan waktu bersama.
“Myung ..”
Seruan Woo Hyun
membuat Myung Soo membuka sedikit matanya. Myung Soo menyunggingkan senyumnya
saat melihat bekas air mata di kedua pipi Woo Hyun.
“Hah! Kau
menangis?”
“Dimana Sung
Gyu?”
Myung Soo
melihat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Ada di
udara.”
“Apa maksudmu?”
“Sekitar 10
menit yang lalu Sung Gyu sudah berangkat ke Amerika.”
Woo Hyun sudah
tidak bisa menahan bobot tubuhnya. Ia jatuh tertunduk di samping Myung Soo.
“Hiks ... hiks
...”
“Sakit, kan?
Itu tidak seberapa dibandingkan dengan sakit yang telah Sung Gyu derita selama
3 tahun. Kalau kau memang benar-benar mencintainya, sebaiknya kau menunggunya.
Lepaskan Sung Yeol dan biarkan hatimu berkelana sambil menunggu sang pemilik
sejatinya. Ingat! Kata ‘saranghae’ bukanlah sebuah kata biasa. Kalau kau sudah
berani mengucapkan kata itu berarti kau harus benar-benar yakin dengan
pilihanmu,”
“Kim Sung
Gyu!!” Teriak Woo Hyun. Ia berusaha mengeluarkan rasa sesak dan tenggorokan
tercekatnya dengan berteriak.
“Aish!! Kau
berisik!” Dengus Myung Soo
“Kapan Sung Gyu
akan kembali?”
“Sung Gyu tidak
mengatakannya padaku, tapi ia pernah bilang. Ia ingin menjadi orang sukses.
Mungkin setelah dia sukses di sana ...”
Kembali air
mata Woo Hyun meluncur. Kapan Sung Gyu sukses tidak bisa ia pastikan. Bagaimana
kalau ia tidak bisa lagi bertemu dengan Sung Gyu? Bagaimana kalau ia
benar-benar telat menyatakan cintanya pada Sung Gyu? Dan bagaimana kalau Sung
Gyu tidak kembali lagi ke Seoul? Semua kemungkinan bisa saja terjadi. Sekarang
sudah tidak ada lagi kesempatan baginya.
Walaupun
nantinya Sung Gyu kembali dengan keadaan sudah tidak lagi mencintainya, ia
siap. Mungkin suatu saat nanti akan datang waktu dimana dirinya yang berjuang
mati-matian untuk mengejar cinta Sung Gyu. Setidaknya ia bisa mencintai Sung
Gyu dari jarak jauh, seperti Sung Gyu dulu.
“Walaupun
nantinya Sung Gyu membenciku, aku siap. Walaupun nantinya Sung Gyu tidak lagi
mencintaiku, aku siap. Walaupun nantinya Sung Gyu sudah mempunyai namja chingu,
aku siap. Walaupun nantinya Sung Gyu menghinaku, aku siap. Walaupun nantinya
Sung Gyu memukulku, aku siap. Aku sering menghinanya .. hiks ... aku menyumpahi
kematiannya .. hiks ... aku mengumpat di depannya .. hiks ... bahkan aku pernah
mendorongnya hingga bahunya terluka .. hiks ..”
Buk!
“Itu adalah
pukulan dari sahabat Sung Gyu untuk menyadarkan orang yang dicintainya,” ucap
Myung Soo, kemudian berlalu meninggalkan Woo Hyun jatuh terkapar di bawah pohon
rindang, tempat kesukaan Sung Gyu di sekolahnya.
‘Gomawo, Myung
Soo. Sebenarnya aku lemah dalam hal menunggu, aku benci menunggu. Tapi demi Sung
Gyu, akan ku tunggu sampai ia kembali walaupun ia sudah berada dalam dekapan
orang lain’
TBC
0 komentar:
Posting Komentar